Jakarta (ANTARA) - Organisasi masyarakat sipil, koalisi rakyat untuk keadilan perikanan (KIARA) menyatakan penolakan terhadap peraturan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

"Alasan utama mengapa RZWP3K harus ditolak adalah karena peraturan itu melegitimasi sekaligus melanggengkan perampasan ruang hidup masyarakat pesisir di Indonesia melalui sejumlah proyek pembangunan," kata Sekjen Kiara Susan di depan Balai Kota Jakarta Pusat, Selasa.

Pembangunan dimaksud, di antaranya reklamasi, pertambangan pasir dan migas, industri pariwisata berbasis utang, konservasi berbasis utang, dan industri maritim.

Baca juga: Nelayan unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta tolak Perda Zonasi

Sampai dengan pertengahan 2019, lanjut dia, RZWP3K telah disahkan menjadi peraturan daerah di 21 provinsi.

"Perda itu terbukti menciptakan permasalahan bagi masyarakat, yakni dirampasnya ruang hidup untuk masyarakat pesisir," katanya.

Di DKI Jakarta, Susan menyebutkan lebih dari 25.000 nelayan terancam digusur. Raperda RZWP3K DKI Jakarta mengalokasikan permukiman nonnelayan seluas 70 hektare di wilayah Penjaringan, khususnya di wilayah elite Pantai Mutiara.

Pada saat yang sama, lanjut dia, permukiman nelayan di Kamal Muara dialokasikan untuk kawasan industri maritim. Perda Zonasi DKI Jakarta akan menjadi alat legitimasi untuk proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Baca juga: Pansus RZWP3K mengaku tidak pahami teknis zonasi pertambangan

Di tempat sama, salah satu nelayan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Sulaiman menilai Perda Zonasi itu tak berpihak pada nelayan karena tidak mengakomodasi kepentingan nelayan dan hanya menguntungkan para investor.

"RZWP3K itu membatasi ruang lingkup nelayan, peraturan itu hanya menguntungkan investor," katanya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019