Jakarta (ANTARA) - Teater Koma akan mementaskan lakon terbarunya dengan judul "Goro-Goro: Mahabarata 2," yang merupakan pentas besar pertama teater tersebut di tahun 2019.

Penulis naskah dan sutradara "Goro-Goro: Mahabarata 2" Nano Riantiarno di Jakarta Rabu menuturkan kisah pewayangan itu bercerita soal kekuatan padi yang dapat mempengaruhi pemimpin untuk memiliki kekuasaan.

"Angkatan perang, angkatan bersenjata kalau dia tidak makan padi atau gandum dia akan lemah. Itu inti ceritanya," ujar Nano.

Nano mengaku cerita tersebut terinspirasi dari perjalanannya di Desa Ciptagelar, yang masih mempertahankan tradisi leluhur untuk menyimpan padi di lumbung 650 tahun, di tengah-tengah berkembangnya teknologi pertanian.

Tak hanya bicara soal itu, dalam pementasan lakon tersebut, Nano juga mengajak penonton untuk membayangkan dan memikirkan sosok pemimpin yang diinginkan para penonton.

 
Cuplikan adegan dalam pentas Teater Koma Goro-Goro: Mahabarata 2 (ANTARA News/DEVI NINDY)



Lakon tersebut merupakan kelanjutan dari pentas "Mahabarata: Asmara Raja Dewa" pada bulan November 2018.

Menariknya, aktor kawakan Indonesia Slamet Rahardjo kembali beradu akting di pentas teater, setelah sekian lamanya berkecimpung di dunia perfilman Indonesia.

"Enggak bisa merasa apa-apa, kecuali pulang kampung. Rupanya dalam hidup itu diperlukan juga detoks, jadi kembali ke teater memberikan saya inspirasi, memberikan kesegaran berkreasi kembali," ujar Slamet.

Lakon "Goro-Goro Mahabharata 2" berkisah tentang Semar dan Togog yang ditugaskan turun ke Marcapada dan menghamba kepada raja-raja di sana. Semar menjadi panakawan para ksatria yang membela kebenaran, sedangkan Togog menghamba pada raksasa penyebar kejahatan.

Semar mengabdi kepada Raja Medangkamulyan, Prabu Srimahapunggung. Lain halnya dengan Togog yang menghamba kepada raja raksasa Kerajaan Sonyantaka, Prabu Bukbangkalan.
 
Cuplikan adegan dalam pentas Teater Koma Goro-Goro: Mahabarata 2 (ANTARA News/DEVI NINDY)



Di suatu masa, Batara Guru yang cintanya ditolak, mengutuk Dewi Lokawati menjadi tanaman padi, yang kemudian dianugerahkan kepada Kerajaan Medangkamulyan untuk menjadi bahan makanan utama Wayang Marcapada.

Namun saat panen padi melimpah-ruah Sonyantaka malah diserang paceklik, sehingga Bukbangkalan sangat bernafsu untuk merampok Medang Kamulyan.

Lakon tersebut merupakan produksi ke-158 oleh Teater Koma, yang akan dipentaskan selama tiga jam di Graha Bhakti budaya Taman Ismail Marzuki mulai 25 Juli hingga 4 Agustus 2019.


Baca juga: Pentas baru Teater Koma, kisah cinta astronom dan alien

Baca juga: Teater Koma pentaskan Mahabarata pada 16-25 November 2018

Baca juga: Teater Koma kembali pentaskan "Opera Ikan Asin"

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019