Kegiatan peti di sana bukan hanya 'masalah perut', tetapi polisi harus bisa ungkap aktor-aktor intelektual maraknya kegiatan ilegal tersebut.
Manado (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengecam aktivitas pertambangan ilegal di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, yang sudah menelan banyak korban jiwa dan merusak lingkungan.

"Walhi menolak kegiatan peti (pertambangan tanpa izin) di Bakan, Bolaang Mongondow, yang sudah menelan banyak korban jiwa. Bahkan pada Februari 2019, puluhan orang meninggal tertimbun longsor di lokasi tambang tersebut," kata Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Utara, Theo Runtuwene di Manado, Kamis.

Theo mengatakan bahwa lokasi peti di Bakan memang sudah ditertibkan. Namun dia meminta lokasinya benar-benar steril karena ilegal dan merusak lingkungan, termasuk untuk penggunaan sianida dan limbahnya.

Theo juga mendesak kepolisian mengungkap aktor di balik maraknya pertambangan tanpa izin di Kabupaten Bolaang Mongondow dan sekitarnya.

"Kegiatan peti di sana bukan hanya 'masalah perut', tetapi polisi harus bisa ungkap aktor-aktor intelektual maraknya kegiatan ilegal tersebut," ujarnya.

Baca juga: Atasi tambang ilegal Sulut, Bupati usulkan wilayah tambang rakyat

Walhi menilai Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow perlu bersikap lebih tegas dalam menyikapi maraknya Peti di wilayahnya, dengan tidak memberikan toleransi terhadap para penambang ilegal.

Ia menegaskan Walhi tidak menolak investasi, namun kegiatan investasi pertambangan harus berjalan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Sementara itu, Koordinator Inspektur Tambang Provinsi Sulut Rendy S Wajong mengatakan sesuai pasal 158 dan 160 UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan maupun eksplorasi tanpa IUP, IPR atau IUPK memiliki sanksi pidana kurungan badan atau denda.

Kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) harus ada penindakan ataupun penegakan hukum oleh aparat penegak hukum.

Baca juga: Walhi ingatkan pemerintah dampak lingkungan dari kemudahan investasi

Menurut dia, seluruh kegiatan pertambangan baik di bawah maupun di atas permukaan tanah  harus ada izin pengusahaan meskipun tanah milik mereka sendiri.

Terkait usulan Pemkab Bolaang Mongondow yang mendorong adanya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) bagi para penambang, Rendy mengatakan terdapat sejumlah tahapan untuk mewujudkannya.

Pemerintah Provinsi mengajukan wilayah baru untuk ditetapkan menjadi WPR agar masuk dalam Wilayah Pertambangan (WP). Pengajuan tersebut harus atas persetujuan DPRD, karena terkait anggaran untuk pembuatan dokumen teknis dan lingkungan. Jika DPRD tidak setuju karena tidak ada dananya, WPR logikanya tidak bisa ditetapkan.

Untuk luasan WPR maksimal setiap blok 25 hektare. Nantinya setelah WPR ditetapkan, Rendy menjelaskan untuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kembali ke Pemprov.

Baca juga: Walhi desak Presiden review perizinan sebelum bangun investasi

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019