Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menilai produk layanan pembayaran LinkAja, menjadi pagar penyelamat Indonesia di era digital.

Dalam lokakarya bertajuk "Holdingisasi BUMN: Kebijakan Strategis Kementerian BUMN Era Presiden Jokowi" di Jakarta, Kamis, Fajar menyebutkan orang Indonesia selama ini membeli barang dengan uang sendiri tetapi juga membayar ke negara lain melalui jaringan kartu kredit global.

"Selama ini kita membeli barang di Indonesia dengan uang kita sendiri tapi kita bayar Rp14 triliun ke negara lain. Ke Amerika, tahu ya, Mastercard. Ini harus kita hentikan," katanya.

Fajar menuturkan, di era digital ekonomi seperti saat ini, sekitar 93 persen masih didominasi oleh barang-barang impor. Maka, BUMN turut serta membuat LinkAja sebagai pagar agar uang Indonesia tidak menguap ke negara lain.

Namun, membuat LinkAja diakuinya tidak mudah. Sebelum ada LinkAja, sejumlah BUMN telah memiliki layanan dompet digital masing-masing. Menyatukan BUMN-BUMN beraset besar untuk bergabung tentu menyebabkan dilema.

Telkomsel menjadi pemegang saham terbesar yaitu 25 persen di dompet digital milik PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) itu. Bank Mandiri, BRI dan BNI masing-masing memiliki 20 persen saham. Sedangkan BTN dan Pertamina masing-masing 7 persen dan Jiwasraya 1 persen.

"Menyatukannya yang berat bukan (membuat) aplikasinya, tapi bagaimana membuat mereka rela. Alhamdulillah mereka rela," imbuhnya.

Setelah berhasil menyatukan perusahaan-perusahaan pelat merah itu, masalah lain kembali muncul. Pasalnya, nama aplikasi yang sedianya akan digunakan, yaitu LinkPay, ternyata telah digunakan pihak lain.

"Begitu semua setuju, kita masukkan ke Kemenkum HAM ternyata LinkPay sudah dimasukkan (digunakan) orang. Ya sudahlah LinkAja saja, yang penting kita membangun ekosistemnya," kisah Fajar.

Ia berharap LinkAja bisa lebih banyak digunakan masyarakat. Langkah BUMN membuat LinkAja, juga disebutnya harus dilakukan di tengah tuntutan perkembangan dunia digital.

"Kalau kita tidak lakukan ini, kita tidak akan 'survive' (selamat) lima tahun lagi. Negara ini sudah tanpa pagar lho (terhadap asing)," pungkasnya.


Baca juga: Upaya pemerintah majukan ekonomi digital melalui LinkAja
Baca juga: LinkAja miliki 25 juta pengguna hingga pertengahan 2019
Baca juga: Peneliti: kerja sama LinkAja dengan berbagai negara untungkan UMKM

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019