Jakarta (ANTARA) - Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan penurunan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia merupakan sinyal dari akhir kebijakan moneter ketat yang telah berlangsung sejak lama.

Dengan kondisi ini, menurut dia, penurunan kembali suku bunga acuan masih dapat dimungkinkan karena bank sentral masih memiliki ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter di 2019.

"Ini bukan 'pemotongan yang berhati-hati', mungkin ada lebih banyak pelonggaran moneter di sisa tahun 2019," kata Satria dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Satria mengatakan langkah dovish yang dilakukan Bank Indonesia dengan memotong suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen telah sejalan dengan kebijakan serupa berbagai bank sentral global, termasuk The Fed.

Selain itu, langkah yang dapat menekan tingginya ketidakpastian global ini juga merupakan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengantisipasi perlambatan kinerja investasi maupun ekspor yang terdampak oleh tingginya tensi perang dagang.

"BI juga telah memproyeksikan adanya neraca berjalan yang lebih positif seiring dengan surplus neraca perdagangan selama dua bulan berturut-turut, yang dapat menjadi sinyal penurunan kembali suku bunga acuan," kata Satria.

Satria memperkirakan penurunan suku bunga acuan, untuk pertama kalinya sejak September 2017, dapat terus dilakukan hingga total mencapai 100 basis poin, seiring dengan kebijakan Bank Indonesia yang mulai berubah dari "ketat" menjadi "netral".

"Perubahan kebijakan ini sejalan dengan pemulihan posisi neraca eksternal Indonesia dan rendahnya imbal hasil global. Penurunan suku bunga ini juga tidak akan mengakibatkan keluarnya arus modal dan mengganggu penguatan rupiah," jelasnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 0,25 persen menjadi 5,75 persen untuk menstimulus perekonomian domestik.

Penurunan suku bunga acuan ini disebabkan meredanya tekanan eksternal yang akan membuat defisit neraca transaksi berjalan pada 2019 diperkirakan lebih rendah dibandingkan 2018.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, berdasarkan kajian hingga Juli 2019, defisit transaksi berjalan tahun ini akan lebih rendah dibandingkan defisit pada 2018 sebesar 2,98 persen Produk Domestik Bruto. Namun Perry belum menyebutkan besaran spesifik perkiraan defisit transaksi berjalan tersebut.

"Defisit transaksi berjalan 2019 akan lebih rendah dibanding 2018 yang hampir menyentuh tiga persen PDB. Kira-kira di rentang 2,5-3,0 persen PDB," ujar dia.

Pemangkasan suku bunga acuan bank sentral ini adalah yang pertama kali sejak delapan bulan lalu atau November 2018 ketika suku bunga kebijakan dinaikkan ke level enam persen untuk membendung keluarnya aliran modal asing.

Baca juga: Pangkas bunga acuan, BI yakin modal asing tetap masuk dengan deras

Baca juga: Transaksi berjalan membaik, BI pangkas bunga acuan ke 5,75 persen

Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019