Ambon (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon mulai mengadili Zulfikar Abdullah alias Fikar (29), terdakwa penganiaya istrinya Nur Nabila Nawali hingga tewas pada 7 Maret 2019 di tempat indekos kawasan STAIN, Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau (Kota Ambon).

Ketua majelis hakim PN setempat, Syamsudin La Hasan didampingi Ronny Felix Wuisan dan Jenny Tulak menggelar sidang perdana, di Ambon, Kamis, dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan JPU Kejari Ambon, Hendrik Sikteubun dan Siti Darniati.

Dalam dakwaannya, JPU menjerat terdakwa melanggar pasal 44 ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga serta pasal 351 ayat (3) KUHP.

Terdakwa Fikar adalah suami korban yang telah menikah sejak tahun 2015 dan menempati sebuah kamar indekos milik Ali Jodi di kawasan STAIN Wara, dan selama empat tahun menikah, terdakwa selalu melakukan kekerasan dan menganiaya korban.

Korban sebelum dianiaya hingga meninggal dunia pada tanggal 7 Maret 2019, dia pernah menceriterakan masalah rumah tangganya kepada paman korban di Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbat pada September 2018 kalau dirinya sering mengalami KDRT yang dilakukan suaminya.

"Korban saat itu sempat mengirimkan beberapa foto kondisi dirinya yang luka-luka kepada pamannya maupun kakak kandung korban yang berada di Jepang," kata jaksa pula.

Kakaknya kemudian meminta bantuan ayah dan saksi Leonora Latuheru untuk melihat keadaan korban, namun saat itu, ayah dan saksi Leonora tidak berada di Kota Ambon.

Kemudian pada tanggal 7 Maret 2019, korban yang bekerja di ACC Passo dijemput terdakwa dengan sepeda motor, lalu setiba di tempat indekos, terdakwa mengatakan beras mereka sudah habis.

Setelah itu, terdakwa mengatakan akan pergi ke Pondok Mama Dila untuk bermain game, namun saat tiba di sana tidak ada teman-temannya, sehingga dia menuju rumah Fadli untuk bermain game.

Korban kemudian menelepon terdakwa dan menanyakan dimana posisinya, lalu terdakwa menjawab sedang bermain game di Pondok Mama Dila, namun korban mengatakan terdakwa bohong.

Menurut JPU, terdakwa kemudian membalas korban dengan kata cacian dan makian, lalu pulang ke kamar indekosnya namun istrinya tidak ada dan sementara duduk di samping rumah Ridwan Odar.

Korban memarahi serta memaki terdakwa dan keduanya terlibat perang mulut, sehingga korban diajak suaminya kembali ke kamar indekos dan di situ lah terdakwa menendangi korban berulang kali.
Baca juga: Suami Aniaya Istri Hingga Tewas

Terdakwa juga menendang dan menginjak-injak belakang kepala korban yang dalam posisi tidur menyamping menghadap tembok, sehingga korban bangun tetapi ditampar dari arah pipi kiri sehingga kepala kanan korban membentur dinding serta juga dicekik lehernya.

Selang tiga menit kemudian, terdakwa keluar dari kamar indekos dan melihat istrinya dalam posisi tengkurap di lantai dan tidak sadarkan diri serta muntah dan mengeluarkan busa dari hidung.

"Melihat kondisi korban, terdakwa memanggil Ridwan Odar bersama Musdadi Banyal, lalu mereka membawa korban ke RS Bhayangkara Tantui, namun korban sudah meninggal dunia," kata JPU.

Kasus KDRT dan penganiayaan istri hingga tewas ini awalnya beredar cerita korban mengalami overdosis obat yang diminum sebelumnya, namun polisi berhasil mengungkap peristiwa pidana tersebut.

Pihak keluarga korban juga menyetujui dilakukan autopsi luar dan dalam, sehinga dari hasil visum et repertum dokter RS Bhayangkara Ambon diiketahui korban tewas akibat benturan keras.

Atas dakwaan JPU, terdakwa melalui penasihat hukumnya Frangky Tutupary tidak menyampaikan eksepsi, sehingga majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi.

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019