Jakarta (ANTARA News) - Partai Golkar dan PDI Perjuangan tidak mempersoalkan usia dan tingkat pendidikan calon presiden dan wakil presiden yang akan diajukan pada pemilu tahun 2009. Hal itu diungkapkan Ketua Fraksi Partai Golkar/Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso dan Ketua DPP PDI Perjuangan Sutradara Gintings dalam dialektika demokrasi di Press Room DPR/MPR Jakarta, Jumat. Hadir pula Ketua Fraksi PPP/Ketua DPP PPP Lukman Hakim Syaifuddin, Ketua DPP partai Demokrat Anas Urbaningrum dan pengamat politik Fachry Ali. Bahkan untuk syarat minimal perolehan suara Parpol yang berhak mengajukan calon pun kedua partai masih membuka peluang untuk dikompromikan. Bagi Golkar, isu tingkat pendidikan dalam RUU tentang Pilpres merupakan isu cukup sensitif. Golkar berpandangan bahwa munculnya perdebatan mengenai tingkat pendidikan adalah bagian dari proses demokrasi. Golkar cukup mensyaratkan bahwa Capres/Cawapres berpendidikan minimal SLTA. Begitu juga mengenai perdebatan usia Capres/Cawapres merupakan bagian wacana demokrasi yang wajar. "Kalau soal umur, biarlah itu bagian dari wacana demokrasi, walaupun kami juga `disikat` juga soal itu ini," kata Priyo. Mengenai wacana yang dilontarkan Golkar bahwa Parpol yang berhak mengajukan calon sebaiknya mendapat perolehan suara 30 persen pada pemilu legislatif, Priyo mengemukakan, wacana tersebut masih bisa dibicarakan lagi. Pihaknya membuka peluang untuk mendiskusikan wacana itu. PDIP merasa tenang dengan sikap Golkar. Bagi PDIP persyaratan tingkat pendidikan tak perlu dipersoalkan karena yang diajukan sebagai Capres/Cawapres tentu tokoh nasional yang memiliki jenjang pendidikan dan pengalaman dalam bidang politik. Dalam kaitan ini, kata Sutradara, Megawati--yang dipersoalkan tingkat pendidikannya--telah mendapat gelar doktor honoris causa (HC). Terkait pelaksanaan pemilu legislatif dan eksekutif, Sutradara bernpendapat, sebaiknya pemilu legislatif dan pilpres diselenggarakan bersamaan guna menghemat anggaran. Kalaupun tidak diselenggarakan bersamaan, sebaiknya pemilihan presiden dilaksanakan terlebih dahulu, baru kemudian pemilu untuk anggota legilatif. Dengan demikian, kata Sutradara, terdapat paralelitas antara pemilihan ada pilpres dengan pemilihan pada saat pemilu legislatif. Menurut Sutradara, jika pada Pemilu 2009 akan diterapkan ketentuan persyaratan mengajukan Capres/Cawapres bagi Parpol yang meraih 15 persen kursi parlemen atau 20 persen suara hasil pemilu, maka akan terjadi koalisi-koalisi antar Parpol atau mencapai persyaratan tersebut. Koalisi akan sangat dibutuhkan mengingat pemenang pemilu legilatif tahun 2009 diperkirakan hanya akan memperoleh 20-25 persen suara. Dengan persyaratan itu pula, maka partai pemenang pemilu legislatif mungkin tidak dapat mengajukan capres, kecuali berkoalisi dengan partai lain. PPP justru tidak mempersoalkan usia dan tingkat pendidikan. Bagi PPP, persoalan kesehatan, pendidikan dan usia tidak relevan diperdebatkan. Itu tidak mendidik dan tidak mencerdaskan masyarakat. "Itu tidak perlu diatur dalam UU, biarlah publik yang memilih," katanya. PPP menyatakan gembira dengan sikap Golkar yang membuka peluang untuk mendiskusikan tawaran angka 30 persen itu. "Tawaran angka 30 persen dari Golkar itu berlebihan. Jika angka itu disetujui, nanti hanya akan dua pasangan Capres/Cawapres. Itu tidak membuka peluang kepada publik atas pilihan-pilihan politiknya," katanya. Mengenai penyatuan pemilu legislatif dengan pilpres, Lukman menganggap hal itu gagasan bagus tetapi masih sulit dilaksanakan. Penyatuan penyelenggaraan kedua pemilu akan mengaburkan isu-isu kampanye yang disampaikan para kandidat mengingat padatnya agenda politik dan jadwal kampanye. Bahkan untuk pemilu legislatif saja, banyak isu yang tidak dipahami publik, apalagi bila ketua pemilu diselenggarakan secara bersamaan. "Penggabungan pelaksanaan pemilu mengakibatkan ketidakjelasan siapa yang berhak mengajukan Capres/Cawapres karena belum ada hasil pemilu untuk legislatif," katanya. Menurut Lukman, dari segi teknis juga sulit dilakukan untuk pemilu 2009. Jangankan untuk menggabungkan pelaksanaan kedua pemilu, untuk persiapan pemilu legislatif saja saat ini KPU sudah sangat sibuk. Fachry Ali juga berpendapat bahwa pendidikan dan usia Capres/Cawapres tak perlu diperdebatkan. "Pendidikan dan usia Capres/Cawapres tidak relevan dibicarakan. Saya justru menyesalkan mengapa dulu Gus Dur tidak diloloskan saja," katanya. Anas Urbaningrum lebih banyak menyoroti persyaratan Parpol yang berhak mengajukan Capres/Cawapres. Menurut dia, pada Pemilu 2004, Parpol yang berhak mengajukan Capres/Cawapres adalah tiga persen kursi parlemen dan lima persen perolehan suara dalam pemilu legislatif. Namun ketentuan itu merupakan aturan peralihan dalam UU tentang Pilpres. Ketentuan yang sebenarnya diatur dalam UU tentang Pilpres adalah Parpol memperoleh suara 15 persen kursi parlemen dan 20 persen perolehan suara dalam pemilu legislatif berhak mengajukan calon. "Angka itu terdapat dalam UU tentang Pilpres yang belum pernah diterapkan. Angka itu moderat, tidak ringan tetapi juga tidak terlalu berat," katanya. Tetapi diakuinya tidak mudah menembus angka tersebut, bahkan oleh Partai Demokrat sekalipun. Karena itu, koalisi merupakan kebutuhan mendasar pada Pemilu 2009.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008