Jakarta (ANTARA News) - Dua anggota DPR RI dari fraksi berbeda, mendesak pemerintah untuk menuntaskan kasus bernuansa KKN di Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif Barelang, Batam, yang diduga melibatkan pengusaha Tommy Winata. Desakan yang disampaikan Gayus Lumbuun dari Fraksi PDI Perjuangan dan Ade Daud Nasution dari Fraksi Partai Bintang Reformasi pada Jumat itu, disampaikan menyusul permintaan sejumlah komunitas rakyat Batam agar berbagai kasus korupsi di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Kota Batam khususnya, ditindak oleh aparat Penegak Hukum. Salah satu kasus yang begitu disorot dan di mata publik Batam semakin tak jelas penuntasannya selang lima tahun terakhir, ialah masalah pengalihan status lahan di Kawasan Wisata Terpadu Ekslusif (KWTE). Kasus ini melibatkan para pejabat Otorita Batam (OB) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dengan pihak swasta (di antaranya PT Makmur Elok Grahaswasta, yang ditengarai berhubungan erat dengan Tommy Winata. "Kasus ini semakin kabur. Padahal nilai kerugian akibat kasus yang kental bernuansa KKN dan melibatkan beberapa pejabat maupun pengusaha nasional tersebut, sekitar Rp50 Miliar," kata Jeffrey Kawulur, salah satu aktivis dan pegiata LSM anti korupsi di Batam. "Permintaan masyarakat demi adanya dukungan dari kami itu wajar untuk dapat diberikan, terutama pula oleh Penegak Hukum guna dilakukan penuntasan, mengingat proses reformasi hukum menentukan peran serta masyarakat pada tindakan-tindakan hukum," tegas Gayus Lumbuun kepada ANTARA. Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR RI ini, menambahkan, sejalan dengan reformasi hukum itu, yang kemudian banyak diaplikasi di dalam beberapa undang-undang (UU), telah menentukan Peran Serta Masyarakat. "Peran Serta Masyarakat inilah yang harus dihormati dan diadopsi pada tindakan-tindakan hukum yang harus dilakukan (Penegak Hukum) untuk kepentingan masyarakat banyak," tegasnya. Secara terpisah, Ade Nasution meminta pihak Penegak Hukum, agar jangan lagi menunda-nunda penuntasan kasus tersebut, agar warga tidak terus menerus menyatakan ekspresi ketidakpuasan akibat merasa tak memperoleh rasa keadilan. "Kami konsern dengan ini. `Majuin` saja kasusnya terus," tandasnya. Rakyat Tuntut Keadilan Sementara itu, Jeffrey Kawulur dan sejumlah aktivis di Batam dalam pernyataannya kepada pers, mengatakan, puluhan ribu rakyat kota perbatasan dengan Singapura itu sangat sulit mendapatkan lahan untuk tempat tinggal, sementara lahan beribu hektar dengan begitu saja dialihkan untuk hal tidak jelas. "Sudah jelas, kami mohon kepada para wakil rakyat di pusat, agar dapat menekan pemerintah, sehingga korupsi di Provinsi Kepri dan Batam khususnya, terutama soal kasus KWTE ini ditindak, demi keadilan bagi rakyat banyak," tandasnya. Sembari menunjukkan seberkas kertas berisi kasus-kasus di Batam dan Kepri pada umumnya, ia amat mengharapkan agar DPR RI dapat mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung), Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus proyek KWTE di Kawasan Barelang, Batam, yang menurutnya kental bernuansa KKN, terutama dalam hal pembebasan lahannya dengan kerugian diperkirakan Rp50 Miliar. Proyek ini ditengarai melibatkan pengusaha asal Jakarta, Tommy Winata, yang memang berminat membangun KWTE sebagai sebuah lokasi aneka hiburan modern, termasuk arena ketangkasan kaliber dunia, mengimbangi sebuah pusat judi di `Sentosa Island` dan Kawasan `Marina Bay` Singapura. Kasus KWTE ini, menurutnya, kejadiannya berawal dari era Ketua Badan Otorita Batam (OB) dijabat Ismeth Abdullah (kini Gubernur Provinsi Kepri), dan semasa Walikota Batam di tangan Nyat Kadir. Kedua pejabat ini diduga memberi surat izin KWTE, lalu disahkan oleh kalangan DPRD setempat, di bawah kepemimpinan Suryo Respationo, sedangkan mediatornya dipercayakan kepada Syamsul Bahrum (seorang pejabat Pemkot Batam). Beberapa pejabat Pemkota Batam, seperti Kepala Dinas Pendapatan Daerah juga diduga terlibat dalam proses perizinan KWTE tersebut yang pada tahun 2007 lalu sempat mendapat sorotan media di Jakarta. Sementara itu, Mabes Polri sendiri di awal tahun 2008 ini telah menyatakan tetap akan memproses kasus korupsi KWTE di Pulau Rempang, Batam tersebut. Ketika itu, Irjen Pol Sisno Adiwinoto selaku Kadiv Humas Mabes Polri, menyatakan kepada pers, "keterlibatan TW selaku boss Artha Graha (dalam kasus KWTE oleh PT Makmur Elok Graha), masih dalam penyelidikan". Tetapi, atas pertanyaan wartawan, dengan tegas Sisno Adiwinoto menandaskan, "siapa pun orangnya yang terlibat, tetapi kita proses". Dari pihak Tommy Winata sendiri ANTARA mendapatkan informasi, `boss` Artha Graha ini sempat sakit karena merasa dibohongi soal KWTE ini oleh pihak Pemkot Batam maupun OB, terutama menyangkut proses pembebasan lahan di Pulau Rempang tersebut.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008