pengusaha truk justru lebih setuju jika harga BBM jenis solar subsidi dihapuskan saja
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengusulkan pencabutan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar ketimbang dilakukan pembatasan penggunaan volume BBM jenis tersebut untuk angkutan barang, khususnya truk.

Ketua DPP Aptrindo Gemilang Tarigan dalam diskusi terkait pembatasan BBM di Jakarta, Jumat, mengatakan pihaknya sudah menyampaikan langsung usulan tersebut pada rapat dengan pemangku kepentingan terkait di kantor Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang diikuti oleh PT Pertamina (Persero), PT AKR Corporindo Tbk dan DPP Hiswana Migas pada 15 Juli lalu.

Dalam pertemuan tersebut, BPH Migas menyampaikan perlunya pembatasan volume penggunaan BBM Solar bersubsidi terhadap truk barang yang memiliki roda di atas empat roda, mengingat potensi adanya kelebihan kuota penggunaan Jenis BBM Tertentu/JBT (Solar subsidi).

BPH Migas menyampaikan bahwa kuota tahun ini hanya cukup untuk pemakaian sampai dengan Oktober mendatang atau hanya cukup untuk sekitar tiga bulan saja, karena itu dinilai perlu adanya pembatasan penggunaan JBT solar subsidi.

“Merespon hal itu, pengusaha truk justru lebih setuju jika harga BBM jenis solar subsidi dihapuskan saja dan truk logistik sebaiknya menggunakan harga BBM industri, ketimbang menggunakan BBM solar subsidi, namun dibatasi jumlahnya,” kata Gemilang Tarigan.

Gemilang berpendapat subsidi BBM terhadap truk logistik selama ini cenderung tidak tepat sasaran lantaran yang menikmati subsidi tersebut bukan pengusaha angkutan/truk logistik, tetapi justru dinikmati pengguna truk/pemilik barang karena tarif angkutannya murah.

“Karenanya, sebaiknya industri logistik tidak perlu lagi disubsidi, diserahkan saja pada mekanisme pasar,” katanya.

Dalam rapat itu, BPH Migas menyurati PT Pertamina untuk memberikan batasan pendistribusian kepada pengguna BBM subsidi, maksimum 200 liter per transaksi per hari.

Gemilang mengatakan kuota tersebut tidak cukup, terutama untuk melayani rute dari dan ke luar kota.

Berdasarkan data BPH Migas, kuota JBT Solar 2019 secara nasional 14,6 juta kiloliter (dicadangkan 500.000 kiloliter).

Adapun realisasi Januari sampai 31 Mei 2019 mencapai 6,4 juta kiloliter atau sebanyak 45,73 persen dari kuota penetapan.

Berdasarkan realisasi tersebut, di mana realisasi seharusnya sebesar 41 persen dari kuota penetapan, apabila tidak dilakukan dilakukan pengendalian JBT Solar, maka berpotensi kelebihan kuota pada 2019.

Berdasarkan realisasi harian, maka diprognosakan bahwa kuota JBT sebesar 14,5 juta kiloliter akan habis tersalurkan pada 8 Desember 2019. Dengan kata lain 23 hari menjelang akhir 2019 tidak tersedia lagi JBT Solar, sehingga perlu pengendalian komoditas itu.

Baca juga: Jonan ungkap kemungkinan kenaikan harga solar pada 2020
 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019