Dipindahkannya Ibu Kota Pemerintahan RI ke Provinsi Kalteng, bukan hanya menghentikan ladang berpindah-pindah, tapi mengangkat perekonomian masyarakat, khususnya yang di pedesaan
Palangka Raya (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran meyakini pola ladang berpindah-pindah yang masih terjadi di provinsi ini, bukan sekedar budaya, melainkan kemiskinan dan kurangnya kemampuan secara ekonomi maupun wawasan dalam mengelola lahan untuk bertani.

Keyakinan tersebut disampaikan Sugianto saat menjadi pembicara di dialog pemindahan Ibu Kota Negara di Kalimantan Tengah yang diselenggarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) di Palangka Raya, Jumat (19/7).

"Saya ini lahir dan dibesarkan dari keluarga sangat miskin. Saya pun pernah merasakan bagaimana melakukan ladang berpindah-pindah. Jadi, saya tahu betul kenapa ladang berpindah-pindah. Itu demi memenuhi kebutuhan hidup," tegas dia.

Menurut dia, dengan dipilih dan dipindahkannya Ibu Kota Pemerintahan RI ke Provinsi Kalteng, bukan hanya menghentikan ladang berpindah-pindah, tapi mengangkat perekonomian masyarakat, khususnya yang di pedesaan. Sebab, anggaran untuk membantu masyarakat tidak melakukan ladang berpindah-pindah semakin tersedia.

Baca juga: Pemindahan ibu kota ke Kalimantan diyakini tingkatkan arus perdagangan

Sugianto mengatakan pengusaha dan orang-orang pintar dari berbagai bidang, khususnya pertanian pun akan semakin banyak datang ke lokasi Ibu Kota Pemerintah RI yang baru. Masyarakat suku Dayak di Kalteng yang dahulunya melakukan ladang berpindah-pindah pun akan sangat diuntungkan.

"Masyarakat suku Dayak yang tinggal di pedalaman itu banyak lahannya. Ada satu keluarga yang memiliki lahan 100 hektare. Tidak akan jadi masalah lah ladang berpindah-pindah itu kalau ibu kota negara pindah ke Kalteng," tegas dia.

Sementara untuk memperkuat Indonesia dari segi udara, laut dan udara pun, posisi Kalteng sangat strategis. Sebab, laut Kalteng mengarah ke Pulau Jawa, dan dekat dengan Provinsi Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia.

Ia mengatakan, apabila negara lain ingin menyerang pusat pemerintahan Indonesia, maka membutuhkan waktu yang relatif panjang dan harus melewati Pulau Jawa, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Untuk itulah, posisi Kalteng sangat strategis mendukung kekuatan Indonesia dari sektor laut.

"Kalau untuk udara, saya ada dapat cerita bahwa mantan Presiden Soekarno pernah datang ke Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat. Itu menandakan bahwa beliau berkeliling ke berbagai wilayah Indonesia, termasuk sejumlah wilayah di Kalteng. Itu tanda bahwa Soekarno sudah melihat potensi Kalteng dalam mendukung kekuatan Indonesia dari segi udara," demikian Sugianto.

Baca juga: Bappeda : Kalsel tawarkan konsep ibu kota negara terhebat di dunia
Baca juga: Bappenas: Pemindahan ibu kota pasti di Kalimantan

Pewarta: Kasriadi/Jaya W Manurung
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019