Jakarta (ANTARA News) - Distribusi kompor dan tabung gas untuk konversi minyak tanah ke elpiji diharapkan selesai akhir Maret, sehingga pencabutan subsidi minyak tanah dapat berjalan lancar. "Menurut perhitungan, akhir Maret ini harusnya sudah terdistribusikan semua, tapi saya dengar belum semuanya lancar," kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, di Balaikota Jakarta, Selasa. Pemerintah berencana menarik subsidi untuk minyak tanah bagi DKI Jakarta bulan Mei, sehingga Fauzi menyebut proses pendistribusian kompor dan tabung gas harus selesai sebelum itu. "Saya sudah minta agar (pendistribusian) kompornya dipercepat supaya penghapusan subsidi bisa lancar," kata Foke, nama panggilan Fauzi Bowo. Jika subsidi minyak tanah dihapus, masyarakat harus membeli menggunakan harga non-distribusi sebesar Rp7.000 perliter. Saat ini, masyarakat membeli minyak tanah dengan harga Rp3.000 perl iter, meskipun harga di pangkalan ditetapkan Rp2.500 perliter. Sementara itu, Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Peni Susanti, menyebutkan bahwa masih terdapat beberapa kendala terkait konversi minyak tanah ke gas. "Seharusnya di Jakarta, April minyak tanah mulai ditarik dari pasaran. (Karena belum lancar) Makanya diundur. Paling tidak sampai Mei," katanya. Menurut Peni, masih terdapat lima kelurahan yang pendistribusian kompor dan tabung gas gratis belum merata, antara lain Kalideres dan Cengkareng. "Akhir Maret ini, kita usahakan akan tuntas." Jumlah SPBE belum ideal Di Jakarta, ditargetkan sebanyak 1,7 juta Kepala Keluarga yang mendapatkan tabung dan kompor. Permasalahan juga muncul mengenai belum idealnya jumlah Stasiun Pengisian Bahan bakar Elpiji (SPBE). Saat ini di Jakarta hanya terdapat 200 agen elpiji dan tujuh SPBE. "Itu masih kurang dari sisi distribusi. Jika konversi sudah dilakukan seluruhnya, maka 90 persen warga Jakarta akan menggunakan gas," paparnya. Jumlah ideal SPBE adalah lima buah di setiap wilayah kotamadya. Upaya menambahkan SPBE, sementara itu disebut Peni akan membutuhkan dana investasi yang besar dan lahan yang luas. Konversi minyak tanah dinilai terburu-buru karena masyarakat masih belum siap menggunakan kompor gas. "Kalau turun ke konstituen, kayaknya belum siap. Masih banyak keluhan kompor meledak, mudah terbakar, belum bisa pakainya," kata Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta, Nurmansjah Lubis. Sosialisasi penggunaan kompor gas disebut Nurmansjah masih kurang. "Kami mendukung program 'Langit Biru', tapi kita tidak bisa memaksakan 'policy' begitu saja jika masyarakat belum siap," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008