Jakarta (ANTARA) - Hijau, hijau, dan hijau! Itulah impresi pertama bagi siapa pun yang menginjakkan kaki di sebuah jalan dengan lebar dua buah kendaraan bermotor yang saling berpapasan.

Bukan saja karena jalan mungil itu bernama Gang Hijau, melainkan semburat warna hijau memang menjadi warna dominan yang menghiasi sepanjang gang.

Nyaris seluruh dinding pembatas halaman rumah di gang tersebut dicat dengan warna hijau. Satu hal lagi yang menambah semarak nuansa hijau dari tempat tersebut adalah beraneka jenis tanaman yang memenuhi setiap pagar rumah, sisi-sisi jendela, dan pekarangan. Bahkan, dinding di sepanjang gang pun tak luput dari instalasi pipa air yang dimodifikasi sebagai medium tumbuh tanaman. Aneka tanaman tersebut dapat tumbuh subur berkat sistem menanam minim lahan atau lebih dikenal dengan nama hidroponik.

Baca juga: Menyemai kebaikan di pinggiran ibu kota

Skema hidroponik menjadi begitu identik dengan Gang Hijau yang berlokasi di RT 015/RW 02 Kelurahan Petukangan Selatan, Kecamatan Pesanggrahan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Sejak 2017, warga di wilayah itu bersepakat membentuk komunitas yang peduli akan gerakan penghijauan sehingga melahirkan para petani kota yang aktif melakukan penanaman secara hidroponik. Lahirnya komunitas petani kota di Gang Hijau dipelopori oleh seorang perempuan bernama Latifah.

Warga di Gang Hijau, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Pusat, memanfaatkan setiap sudut rumah mereka untuk menanam sayuran dengan metode hidroponik. (HO)

 

"Saya senang menanam tanaman hias untuk menghijaukan halaman rumah saya. Pada tahun 2017, saya kali pertama melakukan urban farming setelah mengetahui cara menanam dengan hidroponik. Sejak itu, saya makin mendalami hidroponik," kata perempuan kelahiran Jakarta, 25 Juli 1968 itu.

Latifah memulai hobi bercocok tanam dengan metode hidroponik yang menghasilkan berbagai macam sayuran, seperti kangkung, pakcoy, dan selada. Tanaman sayur, menurut dia, sangat mudah untuk ditanam, memiliki banyak manfaat, dan dapat dikonsumsi sendiri. Alih-alih menekuni hidroponik sebagai hobi, rupanya sayuran yang ditanam Latifah diminati oleh masyarakat sehingga memiliki nilai ekonomi.

"Awalnya cuma hobi karena ingin lingkungan terlihat asri dan tidak gersang. Namun, lama-kelamaan mendatangkan keuntungan finansial. Saat ini saya dan rekan-rekan belajar untuk profesional dengan mulai berhitung dalam arti mulai menjual hasil tanam," ungkap ibu empat anak dan tiga cucu tersebut.

Saat ini komunitas petani perkotaan yang digagas Latifah memiliki 30 orang anggota dengan lebih dari setengahnya berasal dari Gang Hijau. Sistem keanggotaan komunitas hidroponik Gang Hijau mewajibkan para anggota untuk piket setiap hari secara berkelompok. Selain itu, Latifah dan rekan-rekan petani kotanya juga aktif memberikan pelatihan cara menanam hidroponik kepada masyarakat dari berbagai wilayah.

"Kalau ada yang ingin menanam atau membantu memindahkan bibit setelah semai, kami akan memberikan bayaran. Strategi ini juga dapat meningkatkan minat orang-orang terhadap sistem pertanian hidroponik," jelasnya.

Baca juga: Hidroponik solusi di tengah semakin sempitnya lahan

Mendunia

Ketekunan Latifah dalam menyemai dan menumbuhkembangkan semangat menanam ala hidroponik kepada warga, berbuah manis. Pada tahun ini, pemerintah melalui Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta mengusulkan agar Latifah mengikuti seleksi program Urban Agriculture World Summit (UAWS). Ajang tersebut menjadi kumpul kepala yang menaungi para petani perkotaan dari seluruh dunia. Pada tahun 2019, pertemuan antarpetani kota tersebut akan dihelat di Tokyo, Jepang.

Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Darjamuni menjelaskan terpilihnya Latifah dalam ajang berskala internasional tersebut akan berdampak baik bagi perkembangan urban farming di Indonesia.

"Ibu Latifah akan berangkat ke Jepang pada tanggal 28 November hingga 4 Desember 2019. Semua biaya ditanggung oleh pihak penyelenggara. Mudah-mudahan ini jadi momen bagus buat masa depan petani perkotaan ke depannya," kata Darjamuni.

Latifah mengaku sangat bangga menjadi perwakilan dari petani kota Jakarta dalam acara mendatang. Dia berhasil menyisihkan enam peserta lain yang mengajukan diri kepada Dinas KPKP DKI Jakarta lewat presentasinya mengenai Gang Hijau. Menurut dia, konsep hidroponik di Gang Hijau amat realistis untuk diterapkan di kota-kota besar yang membutuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam penghijauan sekaligus peluang pemanfaatan lahan pekarangan.

Tak mau menyia-nyiakan peluang yang diperoleh, Latifah sudah mempersiapkan materi yang akan ia tampilkan saat berada di Tokyo kelak.

"Kalau yang saya tahu, acara di Jepang nanti berupa seminar mengenai sistem pertanian dari masing-masing negara, khususnya kota dengan penduduk yang padat, seperti Jakarta," ucap Latifah.

Selain persiapan fisik, dia juga akan menceritakan apa yang sudah dilakukan selama ini di Gang Hijau. Intinya, tidak ada alasan tidak bisa bertani walaupun terbatasnya lahan. Hidroponik merupakan salah satu solusi kota-kota besar.

Baca juga: DKI Jakarta tambah 500 kader pertanian kota

Selain mempresentasikan kesehariannya bercocoktanam di Gang Hijau, Latifah juga berniat memanfaatkan momen pertemuan UAWS untuk menggali ilmu mengenai sistem bertani di perkotaan. Berdasarkan informasi yang dia peroleh, Jepang merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki perhatian tinggi terhadap perkembangan teknologi sekaligus acuh pada kondisi lingkungan.

"Mungkin di Jepang sudah ada sistem yang lebih canggih. Saya akan berusaha menggali berbagai ilmu selama berada di sana," katanya.

Harapan mulia Latifah akan diamini oleh semua orang yang menanti dirinya pulang dengan segudang pemahaman mendalam dan melahirkan lebih banyak Gang Hijau di Ibu Kota.

Komunitas petani kota di Gang Hijau, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Pusat, memanfaatkan pipa air bekas sebagai medium sistem menanam secara hidroponik. (HO)

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019