Pontianak (ANTARA) - Kepala Perwakilan Ombudsman Kalimantan Barat Agus Priyadi menyoroti kurangnya  ketegasan hakim yang menjerat pemain layangan sehingga tidak ada efek jera.

"Mengapa saat ini layangan masih banyak beterbangan di Kota Pontianak dan beberapa daerah lainnya meskipun sudah ada peraturan daerahnya, karena kurang ketegasan hakim," ujarnya, di Pontianak, Selasa.

Ia mencontohkan rendahnya  ketegasan hakim itu, yakni menerapkan denda sebagian besar hanya Rp100 ribu. Padahal dalam aturan maksimal Rp50 juta atau kurungan maksimal 3 bulan.

"Kalau hanya Rp100 ribu itu kan kecil. Bagaimana mau ada efek jera kalau hanya sebesar itu. Kalau hanya sebesar itu, di mana hati nurani hakim. Dampak layangan banyak makan korban bahkan meninggal dunia," ujar dia lagi.

Agus yang juga pernah menjadi korban akibat tali layangan mengakibatkan luka di mukanya dengan 14 jahitan itu, mengaku geram dan menurutnya sudah saatnya layangan tidak ada.

"Sekali lagi, soal layangan berdampak luas baik terhadap keandalan listrik di Kalbar yang terganggu suplainya maupun korban luka dan nyawa," ujar dia.

Pihaknya dalam waktu dekat juga akan menggelar FGD (focus group discussion) terbatas yang mengundang pihak terkait termasuk hakim.
Baca juga: Permainan layangan picu 54 pemadaman listrik

"Kita juga mendorong penyempurnaan perda di Pontianak yang di dalamnya harus juga menjerat pembuat dan penjualan. Begitu juga di Kubu Raya harus ada perda. Intinya kita mendorong dalam perda menjerat bukan hanya pemain tapi yang membuat, menyimpan, menguasai dan menjual," kata dia.

Manager Unit Pelaksana Penyaluran dan Pengatur Beban (UP3B) Sistem Kalbar Ricky Faizal menyebutkan satu di antara permasalahan suplai listrik yang ada terkait layangan.

"Tali layangan sangat mengganggu dan masih mendominasi gangguan di jaringan kita selain akibat pohon," kata dia.

Ia menyebutkan saat ini gangguan layangan memang sudah mulai turun sekitar 30 persen dari tahun lalu, namun masih sangat mengganggu.

"Tahun 2018 lalu, ada 400 gangguan akibat layangan. Saat ini turun 30 persen," kata dia pula.

Pewarta: Dedi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019