Brisbane (ANTARA News) - Rencana pertemuan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Menhan Australia, Joel Fitzgibbon, di Canberra, 27 Maret 2008, sangat penting bagi penguatan hubungan bilateral, menyusul berlakunya secara resmi Perjanjian Lombok (Lombok Treaty) sejak 7 Februari lalu. Bagi Indonesia, pertemuan kedua Menhan ini dipandang signifikan untuk melihat strategi pertahanan pemerintahan baru Australia di kawasan Asia Pasifik, kata Minister Counsellor Bidang Politik KBRI Canberra, Samsu Rizal, Senin. "Sebagai negara sahabat dan tetangga dekat Australia, cukup penting bagi Indonesia untuk melihat bagaimana strategi pertahanan Australia dalam pemerintahan baru. Tentu ada perubahan-perubahan, walaupun tidak sampai menjadi gangguan," katanya. Dalam konteks pemerintahan baru Australia, adanya pertemuan Menhan kedua negara juga penting karena Canberra pun bisa mendapatkan satu gambaran tentang strategi Indonesia di kawasan dalam kaitannya dengan pertahanan, kata Samsu Rizal. "Dalam hal ini, Indonesia tidak perlu diragukan karena kepentingan pertahanannya adalah untuk kepentingan dalam negeri dan bukan invasi," katanya. Diplomat senior lulusan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan ini tidak menampik fakta bahwa masih ada kelompok tertentu yang masih berprasangka buruk bahwa Indonesia memiliki ambisi teritorial, padahal sama sekali tidak. Dari segi besaran anggaran pertahanan, Indonesia pun sangat jauh di bawah Australia. "Yang pasti, pertemuan kedua Menhan akan memperkuat 'link' (hubungan) dan jaringan, serta membuka dialog kedua pihak," katanya. Terlebih lagi, agenda strategis bagi penguatan hubungan kedua negara tidak terlepas dari 10 butir kerjasama yang sudah termaktub dalam Perjanjian Keamanan Indonesia-Australia yang sudah resmi berlaku sejak Menlu Hassan Wirajuda dan Menlu Stephen Smith menandatangani proses verbal pertukaran nota diplomatik perjanjian itu di Perth, Australia Barat, 7 Februari lalu. Perjanjian yang ditandatangani di Lombok 13 November 2006 dan telah diratifikasi parlemen kedua negara itu dipandang Indonesia dan Australia sebagai landasan yang kuat untuk meningkatkan hubungan bilateral dalam suatu tantangan dan peluang yang baru. Perjanjian Lombok meliputi kerjasama bidang pertahanan, penegakan hukum, kontra terorisme, intelijen, keamanan maritim, keselamatan pembangunan dan keamanan pencegahan senjata pemusnah massal. Perjanjian ini juga mencakup kerjasama darurat, kerjasama dalam organisasi dunia tentang isu-isu keamanan dan kerjasama antarmasyarakat, katanya. "Lombok Treaty (Perjanjian Lombok-red) ini adalah `spirit` (semangat) baru dalam pengelolaan hubungan bilateral yang lebih maju ke depan," kata Samsu Rizal. Selama ini hubungan dan kerja sama kedua negara di bidang pertahanan sudah berjalan dengan baik, sebagaimana tercermin dari saling-kunjungan para pejabat Dephan dan dialog antar-perwira dari ketiga matra angkatan bersenjata kedua negara, katanya. Forum Asia Timur Sementara itu, terkait dengan kunjungan empat hari Menhan Juwono Sudarsono di Australia, Atase Pertahanan RI di KBRI Canberra, Marsekal Pertama TNI Kuswantoro, sebelumnya mengatakan Menhan Juwono dijadwalkan tiba di Sydney, Selasa pagi. Selain bertemu Menhan Australia Joel Fitzgibbon di Canberra, Menhan Juwono juga menghadiri forum dialog Asia Timur di Sydney pada 26 Maret sebelum bertolak ke Canberra. "Beliau turut didampingi Dirjen Strategi Pertahanan dan ajudan," katanya. Sehubungan dengan rencana kunjungannya ke Australia itu, Menhan Juwono Sudarsono pada 19 Maret lalu telah menerima kunjungan Atase Pertahanan Australia Ian R. Errington di kantornya di Jakarta untuk melakukan koordinasi. Kunjungan Menhan Juwono Sudarsono ke Australia ini adalah yang pertama sejak Perjanjian Lombok resmi berlaku. Australia di bawah pemerintahan baru Partai Buruh bertekad untuk menjaga kemampuan tempur udara dan lautnya di kawasan Asia Pasifik. Selain membeli 24 unit jet tempur canggih F/A-18F "Super Hornet", Australia juga berambisi untuk bisa membeli pesawat tempur siluman F-22 Raptor dari Amerika Serikat (AS). Australia yang merupakan kekuatan menengah dalam perpolitikan global terlihat mempertimbangkan partisipasinya dalam program sistem pertahanan misil AS. Seterusnya, Menhan Joel Fitzgibbon juga sudah memerintahkan pembuatan rencana pengembangan generasi baru kapal selam Angkatan Laut Australia untuk menggantikan armada kapal selam kelas "Collins" pada 2025. Proyek pengembangan armada kapal selam baru dengan biaya 25 miliar dolar yang perlu waktu 17 tahun itu disebut Suratkabar "The Australian" sebagai proyek pertahanan terbesar, terlama, dan termahal di negara itu. Rencana Australia di bawah pemerintahan Partai Buruh untuk memperbaharui armada kapal selam itu muncul di saat negara-negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Indonesia, China, dan India juga mulai mengembangkan kekuatan armada kapal selamnya. Sejauh ini, Australia memiliki sedikitnya enam kelompok kapal selam, yakni HMAS Collins, HMAS Dechaineux, HMAS Farncomb, HMAS Rankin, HMAS Sheean, dan HMAS Waller. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008