Jakarta (ANTARA News) - "Saya dan Presiden Yudhoyono sudah seperti saudara. Kami akan bersama-sama menciptakan perdamaian dunia," kata Mahmud Ahmadinejad, Presiden Iran. Ahmadinejad tidak sedang berbasa-basi ketika mengucapkan kata-kata tersebut pada Selasa 11 Maret 2008 di Teheran. Iran menyambut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono layaknya saudara. Poster kedua pimpinan sedang bersalaman, terlihat di berbagai tempat strategis di kota Teheran. Setelah saling berangkulan, menyampaikan sambutan kenegaraan, dan melakukan pembicaraan bilateral di Istana Presiden, yang terletak di atas bukit yang tenang, Ahmadinejad menggandeng Yudhoyono keluar istana. Mereka berjalan kaki untuk santap siang. Kunjungan Yudhoyono sangat berarti bagi Iran, negara yang dituding sebagai axis of evil oleh Presiden Amerika Serikat, George W Bush. Sepekan sebelum ke Iran, Indonesia mengambil keputusan dramatis di Dewan Keamanan PBB (DK-PBB) mengenai sanksi tambahan bagi Iran. Dalam sidang DK-PBB untuk menggolkan Resolusi 1803, Indonesia menyatakan abstain --tidak mendukung resolusi tersebut. Praktis, dari 15 anggota DK-PBB, hanya Indonesia satu-satunya yang menolak, sedangkan 14 anggota lainnya mendukung memberikan sanksi tambahan. Vietnam, Afrika Selatan, dan Libya, yang sebelumnya menolak, akhirnya juga tunduk atas tekanan negara-negara besar di DK PBB. "Saya berterima kasih atas sikap Indonesia yang adil itu. Ini menjadi awal sebuah gerakan untuk memperbaiki struktur internasional," ujar Ahmadinejad dalam jumpa pers di istananya. Media-media Iran juga menyambut sikap Indonesia itu. Pertemuan kedua pemimpin itu menjadi berita utama media Iran. Surat kabar Iran News, menulis dengan judul "Tehran, Jakarta Strong Supporters of Global Peace"; surat kabar Tehran Times menulis "Islamic world can become a global power: Leader." Judul kedua surat kabar itu mengutip pernyataan Ahmadinejad dan pimpinan tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang juga bertemu Yudhoyono. Dua pemimpin Iran itu yakin bahwa Indonesia dan Iran "dua negara berpenduduk muslim terbesar" dapat membangun kekuatan untuk perdamaian. Presiden Yudhoyono dengan tegas pula menyatakan bahwa Indonesia mendukung nuklir Iran bagi perdamaian. "Saya tidak was-was atas kunjungan ke Iran ini. Kita menjalankan politik bebas aktif. Indonesia ingin berperan dengan kedaulatan yang dimiliki, peran yang tentunya konstruktif bagi hubungan antarbangsa. Saya meyakini, ini semestinya kita jalankan," ujar Presiden kepada pers mengenai kemungkinan kunjungan tersebut dapat dicurigai Barat sebagai pembentukan aliansi baru. Sebagai negara berdaulat dan menjalankan politik bebas aktif, menurut Presiden Yudhoyono, Indonesia dapat berkunjung ke mana saja. Ini harus dilihat secara jernih. "Jika saya berkunjung ke Iran, jangan dianggap memusuhi Irak. Membangun kerjasama dengan China tidak berarti kita meninggalkan Jepang dan Korea. Kunjungan ini harus dilihat secara jernih. Saya berprinsip, persahabatan, kerjasama tidak boleh putus oleh satu dua isu yang berbeda," ujar Presiden. Presiden Yudhoyono sedang meletakkan arah yang benar dalam politik luar negeri bebas dan aktif. Sejak menjadi anggota tidak tetap DK-PBB, Indonesia telah mengambil peran signifikan di badan dunia itu. Melalui Resolusi DK-PBB nomor 1747, Indonesia memajukan pasal perubahan, di antaranya dicantumkannya Timur Tengah sebagai zona bebas nuklir. Indonesia juga memberikan prioritas pada masalah perdamaian di Palestina, termasuk dalam membantu proses rekonsiliasi Hamas dan Fatah, dalam membangun pemerintah persatuan di Palestina. Cara pendekatan Presiden seperti itulah yang menjadikan pengaruh Indonesia di forum dunia semakin kuat. Indonesia memberi keseimbangan baru dalam benturan kepentingan internasional. Lebih strategis, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi jembatan bagi dunia Islam dan Barat. Posisi Indonesia sebagai negara muslim yang moderat, harmoni, dan negara demokrasi --bahkan menjadi model demokrasi di negara-negara Islam -memungkinkan Indonesia memimpin gerakan perdamaian global dan pembaruan. Ketika wajah Islam terganggu akibat kampanye antiterorisme, Indonesia tampil ke forum dunia menjelaskan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Dalam forum-forum internasional, Indonesia mengambil inisiatif mengadakan dialog lintas-agama dan lintas-budaya, di antaranya di forum APEC. Dialog itu juga telah masuk dalam agenda PBB. Dalam Sidang Majelis Umum PBB, September 2006, Indonesia yang diwakili Ketua Umum PBNU telah menjelaskan pentingnya mencapai keseimbangan antara toleransi dan keyakinan. Dalam forum dunia, pemerintah Indonesia terus mempromosikan Islam dengan melibatkan Nadhlatul Ulama, Muhammadiyah, dan cendekiawan Muslim. Komitmen Indonesia itu semakin terlihat dalam KTT Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Dakar, Senegal -- dua hari setelah Presiden meninggalkan Iran. Dalam debat umum di OKI, Presiden Yudhoyono menyatakan OKI harus bisa mengubah persepsi keliru dunia Barat terhadap Islam. Negara-negara OKI yang memasok 70 persen energi dunia, lebih berperan aktif bagi perdamaian dunia, demokrasi, pemberantasan kemiskinan, menggalang dialog antaragama, antarbudaya, dan antarmasyarakat. "Saya mengajak anggota OKI untuk menggalang kerja sama yang efektif untuk menghadapi mispersepsi terhadap Islam, menolong umat dan negara-negara Islam dengan fund yang sedang kita kumpulkan, kerja sama ekonomi, dan kontribusi yang nyata," kata Presiden Yudhoyono. Presiden juga memaparkan pengalaman Indonesia sebagai negara demokrasi. Dari pengalaman itu diperoleh kesimpulan bahwa demokrasi dan Islam dapat berjalan bersama, tumbuh, dan berkembang. "Di antara pendorong kehidupan demokrasi kami, terdapat partai-partai politik dengan pijakan Islam yang kuat dan berkembang di Indonesia," ujar Presiden. Dalam Piagam baru OKI di Dakar, soal demokrasi -- suatu yang sebelumnya dianggap sensitif bagi sebagian besar anggota OKI- akhirnya masuk menjadi salah satu butir penting, selain menghapus Islamofobia, penghormatan atas hak asasi manusia, serta penghormatan hak-hak perempuan dan anak-anak. Indonesia telah menjadi kekuatan utama di tengah negara-negara Islam. Indonesia menjadi jembatan bagi hubungan harmonis dunia, terutama Islam dan Barat, yang dalam beberapa tahun ini diwarnai kecurigaan. Sebagai negara mayoritas berpenduduk muslim, Indonesia boleh jadi satu-satunya negara yang menempatkan Islam dan demokrasi berjalan harmonis, dan tumbuh baik. Di tengah KTT OKI, Presiden Yudhoyono juga menerima kunjungan kehormatan Sekjen PBB Bang Ki Moon, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Perdana Menteri Lebanon Fuad Seniora, Presiden Sudan Omer Al Bashir, dan Chief Caretaker Bangladesh Fahruddin Ahmaed. Pertemuan bilateral tersebut, memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang diharapkan memainkan peran besar dan strategis bagi perdamaian dunia. Afrika Selatan dan Dubai Setelah berdebat di KTT OKI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melanjutkan lawatan ke Afrika Selatan dan Dubai. Dalam setiap kunjungannya, Presiden senantiasa menekankan kepentingan dalam negeri Indonesia. Seperti di Iran, selain hubungan politik, Presiden juga menandatangani kerja sama energi, di antaranya membangun pabrik minyak di Banten dengan kapasitas 300 ribu barel per hari. PT Pertamina juga ikut melakukan eksplorasi minyak di Iran, dan PT Pusri dalam pengolahan petrokimia. Juga disepakati kerja sama pertanian dan penerbangan. Kesepakatan-kesepakatan itu, menurut Presiden, adalah untuk kepentingan dalam negeri Indonesia. Di Afrika Selatan, Presiden Yudhoyono diterima dengan hangat oleh Presiden Afsel Thabo Mbeki di ibukota Pretoria. Sebelumnya, Presiden ke Cape Town, berziarah ke makam pahlawan nasional Indonesia dan juga pahlawan nasional Afrika Selatan, Syekh Yusuf. Syekh Yusuf ulama besar yang dilahirkan pada 1626, adalah putra asli Makassar, anak Sultan Alauddin, Raja Gowa ke-14 yang memerintah pada 1593-1639. Dikisahkan, Syekh Yusuf melakukan perlawanan pada pemerintah Kolonial Belanda sehingga dibuang ke Srilangka dan kemudian ke Afrika Selatan. Di dua negara itu, Syehk Yusuf tetap melakukan perlawanan dan berdakwah. Di makam kampung Kramat Macassar, Cape Town, Afrika Selatan, Minggu (16/3) pagi, Presiden yang didampingi Gubernur Western Cape Ebrahim Rossul, juga seorang Melayu Muslim, terlihat berkali-kali menyeka air matanya. "Syekh Yusuf ulama besar," ujarnya dalam nada suara bergetar. Dalam pertemuan bilateral, Indonesia dan Afsel menandatangani kesepakatan bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, energi, dan pertahanan. Dari Afrika Selatan, Presiden melanjutkan kunjungan ke Dubai, Uni Emirat Arab. Di sini, Presiden melakukan pertemuan dengan pimpinan dari 45 pengusaha besar negara itu di antaranya putra mahkota UEA, perusahaan Emaar, Pasific Inter Link, Al Ghurair, dan Bin Ladin Group. Perusahaan-perusahaan besar UEA itu memberikan komitmen 3,4 milyar dolar AS dalam bidang pariwisata, pertambangan, infrastruktur, dan agrobisnis. Kunjungan Presiden Yudhoyono ke empat negara, tidak saja semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai jembatan bagi perdamaian dunia, tapi juga membuahkan hasil bagi kebangkitan ekonomi Indonesia. Yudhoyono telah membuka dan menapaki jalan untuk Indonesia yang lebih baik. (*)

Oleh Oleh Asro Kamal Rokan
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008