Jakarta (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Muhammad Nuh, mengatakan bahwa sesuai pasal 11 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disahkan DPR, maka tanda tangan elektronik mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah sama dengan tanda tangan konvensional yang menggunakan tinta basah dan bermaterai. Dalam jumpa pers usai pengesahan UU ITE oleh DPR di Jakarta, Selasa, Menkominfo menjelaskan bahwa tanda tangan elektronik yang berkekuatan hukum tersebut merupakan salah satu terobosan penting dalam UU ITE tersebut. "Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia," kata Nuh. Dengan disahkannya UU ITE oleh DPR, Nuh menjelaskan Indonesia sekarang sudah sejajar dengan negara-negara maju yang mempunyai undang-undang terkait pemanfaatan teknologi seperti Amerika Serikat (AS), negara-negara Uni Eropa, Singapura, Malaysia dan India. "Setelah menanti sekitar lima tahun, akhirnya kita punya payung hukum berkait dengan berbagai hal tentang informasi dan transaksi elektronik. Ini maknanya sebagai bangsa kita telah sejajar dengan masyarakat dunia di dalam mengakomodasi kebutuhan masyarakat modern dalam melakukan transaksi elektronik," kata Nuh. Dia melanjutkan UU ITE memberikan kepastian hukum tentang bentuk-bentuk transaksi elektronik yang dapat dijadikan alat bukti sah. "Selama ini bentuk-bentuk transaksi elektronik yang hanya dibuktikan sebagai selembar kertas bukti transfer misalnya tidak bisa dijadikan alat bukti karena memang belum ada payung hukumnya untuk itu," kata Nuh. Dalam sosialisasi RUU ITE di beberapa kota, Nuh menjelaskan masyarakat menantikan dan meminta agar RUU ITE segera disahkan menjadi undang-undang. "Beberapa alasan masyarakat karena UU ini akan memberikan manfaat banyak di antaranya menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik, mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi, melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi," kata Nuh. Dalam jumpa pers tersebut, Kepala Unit IT dan Cyber Crime Direktorat II Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Kombes Polisi Petrus R Golose mengatakan UU ITE ini menjadi payung hukum pertama bagi aparat hukum untuk menindak kejahatan transaksi elektronik di dunia maya. Sedangkan Kepala Bagian Penyusunan Program Pelaporan Pemantauan dan Penilaian (Sunprolabnil) Jampidum Kejaksaan Agung, Arif Mulyawan mengatakan disahkannya UU ITE ini merupakan prestasi luar biasa bagi penegakkan hukum Indonesia karena dokumen elektronik sekarang bisa menjadi bukti hukum. Arif mengatakan selama ini memang pihaknya mengalami kendala payung hukum apabila menangani kejahatan yang terkait pemanfaatan teknologi informasi. Sementara itu Dosen Hukum Telematika Universitas Indonesia Edmon Makarim mengatakan RUU ITE ini merangkum tiga payung hukum mengenai transaksi elektronik internasional yaitu Uncitral Model Law for e-commerce, Uncitral Model Law for e-signature dan UN Convention on Cybercrime. Sedangkan Pengamat Telematika Roy Suryo mengatakan meski belum sempurna dan aplikatif, pengesahan UU ITE ini perlu disambut gembira oleh semua pihak. "UU ITE ini akan disempurnakan oleh peraturan pemerintah di bawahnya," kata Roy. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008