Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Darmadi Durianto menginginkan Kementerian Perdagangan dapat memperkuat kebijakan proteksi atau perlindungan terhadap produk domestik terutama dalam menghadapi berbagai produk impor yang harganya relatif lebih murah.

"Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan agar memberikan proteksi atau perlidungan kepada pelaku usaha dalam negeri," kata Darmadi Durianto di Jakarta, Rabu.

Menurut Darmadi, proteksi harus dilakukan karena daya saing produk serta insentif dan produktivitas pegawai masih kalah dengan berbagai negara lainnya.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah perlu meningkatkan produktivitas pegawai di Tanah Air melalui pelatihan vokasional yang merata di berbagai daerah.

Politisi PDIP itu juga menghendaki adanya pengawasan yang lebih maksimal terhadap produk yang masuk ke dalam Indonesia.

"Akibat perang dagang dengan Amerika Serikat, banyak produk-produk China yang kelebihan supply dan stok sehingga harus mereka buang agar pabrik bisa bekerja terus sehingga mereka terus mengekspor dengan harga murah. Tentu ini tidak bisa dilawan oleh produk dalam negeri," katanya.

Sebagaimana diwartakan, fenomena perang dagang antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat China dapat dimanfaatkan untuk kepentingan Indonesia bila produk nasional yang dihasilkan di dalam negeri berkualitas dan berdaya saing tinggi di tingkat mancanegara.

"Sepanjang Indonesia tidak mengalami kesulitan berarti dalam berdagang dengan AS dan China, peluangnya (memanfaatkan fenomena perang dagang) tetap terbuka," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim.

Abdul Halim mencontohkan untuk sektor kelautan dan perikanan, maka ia sepakat bahwa produk yang harus diekspor adalah produk olahan yang berkualitas, dan bukan hanya mengandalkan ekspor ikan mentah semata.

Sebelumnya, Staf Khusus Presiden bidang ekonomi, Ahmad Erani Yustika menyatakan bahwa perluasan ekspor harus dilakukan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dan jajarannya karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan peningkatan ekspor itu, utamanya dengan China.

"Presiden ingin kinerja perdagangan diperbaiki, baik dengan jalan meningkatkan ekspor ke negara tradisional maupun nontradisional dan mengendalikan impor, salah satunya dengan cara menginisiasi industri substitusi impor," kata Erani.

Erani melanjutkan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan sudah memacu ekspor dengan memperluas pasar.

Langkah tersebut sedikit banyak sudah membuahkan hasil, dimana tahun lalu, ekspor Indonesia naik ke negara-negara nontradisional, seperti Bangladesh (15,9 persen), Turki (10,4 persen), Myanmar (17,3 persen), Kanada (9,0 persen), dan Selandia Baru (16,8 persen).

"Tahun ini, pemerintah fokus ke pasar Afrika, dengan menandatangani 12 perjanjian. Tiga di antaranya merupakan target pasar baru (sejak 2018), yakni Mozambik, Tunisia, dan Maroko," katanya.

Selain dengan beberapa negara di Afrika, pemerintah juga memacu perdagangan dengan Iran dan Turki. Kemudian memacu kinerja sektor industri. Peranan produk industri terhadap nilai ekspor semakin meningkat dan mencapai di atas 70 persen pada 2018.

Baca juga: Produk mainan dalam negeri kalah saing dengan mainan impor

Baca juga: Menperin akan cek harga semen untuk lindungi produk lokal

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019