Jika masyarakat mampu melakukan pemenuhan kebutuhan pangan secara mandiri melalui hasil panen di Kampung Sayur, penyebab kenaikan harga sayur mayur di pasar tradisional bisa ditekan dan inflasi akan terkendali.
Yogyakarta (ANTARA) - Persebaran kampung sayur di berbagai wilayah di Kota Yogyakarta yang cukup banyak diharapkan mampu menjadi bagian dan memiliki andil dalam upaya pengendalian inflasi di kota tersebut selain pemenuhan kebutuhan pangan.

“Beberapa faktor yang bisa menyebabkan inflasi di antaranya adalah harga sayur mayur yang mengalami kenaikan signifikan. Misalnya saja kenaikan harga cabai,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi di sela panen raya sayur di Kampung Sayur RW 11 Badran Jetis Yogyakarta, Kamis.

Menurut Heroe, jika masyarakat mampu melakukan pemenuhan kebutuhan pangan secara mandiri melalui hasil panen di Kampung Sayur, penyebab kenaikan harga sayur mayur di pasar tradisional bisa ditekan dan inflasi akan terkendali.

Heroe menyebut, masyarakat perkotaan khususnya di Kota Yogyakarta tidak perlu khawatir tidak bisa melakukan budi daya sayur mayur dengan hasil maksimal karena keterbatasan lahan.

“Sekarang ini, menanam aneka sayur tidak lagi harus dilakukan di lahan yang luas. Ada banyak media tanam yang bisa digunakan dan hasilnya pun maksimal. Menanam sayur bisa dilakukan di lorong-lorong jalan seperti ini,” kata Heroe.

Ia menambahkan, seluruh jenis tanaman sayur yang kerap dikonsumsi sehari-hari seperti cabai, selada, tomat, sawi, kangkung, bayam, seledri hingga terung bisa dibudidayakan di kampung sayur.

“Yang perlu diupayakan adalah keberlanjutan dari budi daya sayur di pekarangan dan harapannya, kegiatan seperti ini bisa diperluas lagi sehingga masyarakat benar-benar memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri,” katanya.

Ia menyarankan penggunaan pupuk organik agar produk sayur yang dihasilkan warga di kampung sayur memiliki kualitas yang baik. “Dengan demikian, jika sayur ini dipasarkan, maka akan bisa memiliki daya saing yang baik karena menjadi produk organik,” kata Heroe.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto mengatakan, upaya pemenuhan kebutuhan pangan dari pekarangan sendiri merupakan ide yang perlu terus dikembangkan.

“Kegiatan seperti ini sudah dikembangkan di Kota Balikpapan. Setiap satu rumah memiliki 10 pot tanaman cabai. Harapannya, produk cabai bisa menekan inflasi karena kenaikan harga yang signifikan. Di Yogyakarta pun bisa dikembangkan,” katanya.

Ketua Kelompok Tani “Tani Makmur” yang mengelola kampung sayur di RW 11 Badran Edi Mugiyarto mengatakan, potensi di wilayah tersebut tidak hanya pada kampung sayur yang pernah meraih juara pada lomba tingkat Kota Yogyakarta.

“Selain sayur, ada berbagai potensi yang dimiliki Kampung Badran di antaranya pengembangan lele cendol, produk batik tulis dan cap, jamu, bank sampah dan kelompok pemanfaat air,” katanya.

Edi berkeinginan mengembangkan berbagai potensi di kampung tersebut sehingga tumbuh sebagai kampung wisata edukasi namun perlu dukungan perbaikan infrastruktur yaitu talud Sungai Winongo yang rusak beberapa tahun lalu agar segera diperbaiki.

“Bagi warga, tidak ada alasan untuk tidak menanam sayur karena lahan yang sempit,” kata Edi yang sudah mengembangkan Kampung Sayur sejak 2007 namun sempat vakum dan mulai diintensifkan kembali mulai Juli 2018 hingga sekarang.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019