Jakarta (ANTARA) - Anda penggemar barang-barang antik? Maka, nama Jalan Surabaya di Jakarta Pusat pastilah sudah sangat familiar di telinga.

Identik dengan barang-barang antik, Jalan Surabaya adalah surga bagi para kolektor benda-benda seni yang memiliki nilai tersendiri bagi para pemujanya.

Sepatu kulit Italia, arloji unik Swiss, hiasan lampu racikan seniman Tiongkok, hingga kacamata ala bintang rock John Lennon, lazim ditemukan di pasar tersebut.

Seiring pergerakan zaman, pasar barang antik Jalan Surabaya mengalami dinamika pasang-surut. Meski kunjungan pelanggan tak seramai dua dekade lalu, para penjaja barang antik tetap setia bertahan hingga detik ini.

Pedagang di sini masih menerapkan sistem pasar tradisional, yakni menunggu pembeli datang ke lokasi, tawar-menawar, transaksi dan selesai.

"Omzet saya berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp2 juta dalam satu hari. Ada kalanya malah satu dua hari tidak mendapatkan untung sama sekali. Ya dinikmati sajalah," kata penjual lampu hias bernama Nanang.

Baca juga: Pedagang batu akik Mataram akan dilatih
Baca juga: BP3 Perketat Pengawasan Penjualan Barang Antik


Kualitas barang-barang antik di Pasar Jalan Surabaya sangat bervariasi. Mulai barang baru impor asli, barang bekas berkualitas, barang asli lokal, hingga barang-barang produksi China, semuanya komplet.

Umumnya barang-barang yang ada di pasar tersebut adalah barang impor asli berkualitas tangan kedua alias secondhand.

Lantas, bagaimana cara memilih barang terbaik saat berburu di Pasar Jalan Surabaya? Simak beberapa bocoran yang diberikan langsung dari para pedagang:

1. Momen
Hari Sabtu dan Minggu adalah hari terbaik untuk berburu barang incaran. Biasanya pada dua hari tersebut, para pedagang memberi penawaran harga sangat miring. Waktunya?

"Siang menuju sore biasanya banyak sekali yang datang ke sini. Makanya banyak pedagang yang saling berkompetisi memberikan harga terbaik. Pelanggan tentunya punya berbagai pilihan harga dari setiap kios," kata Nanang.

2. Hemat uang, hemat tenaga
Pedagang lampu antik, Edoy, mengungkapkan, salah satu keunggulan berburu barang antik di Jalan Surabaya adalah calon pembeli tidak perlu repot turun dari kendaraan untuk mengelilingi setiap kios. Hal ini memudahkan calon pembeli yang membawa kendaraan roda empat dan malas untuk memarkir mobilnya.

Tentu dengan pertimbangan calon pembeli sudah mengetahui barang apa yang hendak ia beli. Misalnya, ada yang mau cari kipas angin antik, tinggal request saja sama pedagang di depan toko.

"Nanti pedagang itu yang akan mencarikan barang yang diinginkan calon pembeli," kata Edoy.

3. Bergantung Suasana Hati

Kisaran harga barang antik di Jalan Surabaya amat variatif. Ada kualitas, ada harga; begitu aturan mainnya.

Pedagang sepatu impor, Fauzi yang akrab disapa Bang Oji menjelaskan, biasanya calon pembeli sudah mengetahui kisaran harga barang yang diinginkan.

Meski begitu, tawar-menawar sangat tidak diharamkan, bahkan menjadi salah satu seni dalam bertransaksi barang antik. Uniknya, tidak banyak pembeli yang menyadari bahwa suasana hati pedagang turut mempengaruhi hasil tawar-menawar.

Tidak jarang calon pembeli menawar dengan harga sangat rendah. Tidak masalah.

"Kalau memang pedagang sedang mencari untung dan tidak ingin melakukan proses tawar-menawar yang berbelit-belit, bukan tidak mungkin barang bagus dilepas dengan harga rendah," ungkap Bang Oji.

Pendeknya, menurut Oji, berburu barang antik bisa sangat bergantung suasana hati si pedagang saat itu.

Baca juga: Barang Antik Sitaan, Tiruan Benda Cagar Budaya
Baca juga: China Tegaskan Barang Antik Harus Dikembalikan


Legedaris
Aktivitas pasar antik di Jalan Surabaya bermula dari konsep berjualan secara sederhana berupa deretan pedagang yang menjajakan barang-barang bekas keperluan rumah tangga.

Pada era 1970-an, para pedagang mulai memanfaatkan tenda terpal untuk memajang barang dagangan mereka. Barulah pada pertengahan era 1980-an, berdiri deretan kios semi permanen dengan konsep yang tidak jauh berbeda dengan apa yang bisa dilihat kini.

“Dulu mungkin jumlah pedagang hanya puluhan. Sekarang ada sekitar 150-an pedagang di sini dan terorganisir dengan baik,” kata pedagang lampu hias, Omo.

Menurut dia, zaman kejayaan pasar tersebut terjadi pada era Presiden Soeharto hingga akhir tahun 2010. Para pejabat dan wisatawan mancanegara adalah dua jenis konsumen yang paling mendominasi pasar kala itu.

Ketika kemajuan teknologi makin memudahkan proses jual-beli secara daring. Popularitas Jalan Surabaya perlahan pun meredup dan dirasakan berkurang pengunjungnya.

Padahal sejak dulu, kualitas barang-barang di pasar tersebut tergolong jempolan. Di era jayanya, pasar di kawasan Menteng ini amat populer, baik di masyarakat umum, terlebih wisatawan asing. 

Omo mengatakan, hampir semua pedagang akan memoles atau memodifikasi terlebih dahulu setiap barang dagangan yang akan diperjualbelikan. Maka, tidak heran bila sebuah lampu hias berusia lima puluhan tahun tetapi masih tetap cerlang-cemerlang.

"Barang yang dijual nggak asal lepas begitu saja. Semua dicek dulu, seberapa besar kerusakan yang ada, masih bisa diperbaiki atau tidak. Kami pasti menjelaskan kepada konsumen kalau memang ada bagian-bagian dari suatu barang yang tidak berfungsi dengan baik," katanya.

Nah, mengacu pada tips yang diberikan para pedagang, segera buru barang incaran Anda di Jalan Surabaya pada hari Sabtu atau Minggu sore.

Setibanya di sana, tidak perlu turun dari kendaraan, jelaskan saja barang apa yang Anda cari, lakukan tawar-menawar, sambil berharap suasana hati para pedagang sedang baik tentunya!.

 

Pewarta: Adnan Nanda
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019