Palangka Raya (ANTARA) - Puluhan tokoh perwakilan Masyarakat Dayak se-Kalimantan membacakan ikrar hasil dari seminar dan napak tilas Tumbang Anoi 2019 di Tugu Soekarno Kota Palangka Raya, Kamis, terkait kesiapan Kalteng sebagai lokasi pemindahan Ibu Kota Negara RI.

Masyarakat Suku Dayak mendukung secara penuh rencana Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk Pemindahan Ibukota Pemerintahan ke Pulau Kalimantan atau Borneo, kata Ketua Penyelenggara seminar dan napak tilas Tumbang Anoi 2019, Dagut di Palangka Raya, Kamis, usai membacakan ikrar.

"Ikrar yang kami bacakan ini salah satu dari beberapa poin yang dihasilkan dalam seminar dan napak tilas Tumbang Anoi 2019 di Desa Tumbang Anoi, Kabupaten Gunung Mas, dari tanggal 23-24 Juli," tambahnya.

Dikatakan, adapun ikrar lainnya yakni, menyepakati penyebutan Pulau Kalimantan/Borneo dengan sebutan Pulau Dayak, menetapkan tanggal 24 Juli sebagai hari persatuan Dayak dan dijadikan agenda tahunan serta menerbitkan kalender Dayak Internasional mulai 2020 mendatang.
Baca juga: Pemindahan ibu kota Negara ke Kalteng wujudkan visi Indonesiasentris

Menuntut penetapan khusus hutan dan lahan seluas 10.000 hektar Hutan Adat Damang Batu di Desa Tumbang Anoi kepada Pemerintah Republik Indonesia, agar dijadikan pelestarian Kawasan Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, sekaligus pusat kebudayaan masyarakat Adat Suku Dayak se Dunia, serta meminta pemerintah provinsi/kabupaten mengalokasikan anggaran dalam APBN dan APBD.

"Mengingat pentingnya hutan bagi masyarakat Dayak, maka menuntut pemerintah untuk memoratorium pemberian izin perkebunan kelapa sawit di Pulau Kalimantan/Borneo," kata Dagut.

Menuntut kepada pemerintah Indonesia agar perubahan status kawasan hutan, baik hutan lindung, taman nasional dan hutan produksi, harus mendapat persetujuan tertulis dari Majelis Adat Dayak Nasional (MADN). Membentuk organisasi Dayak dan membentuk tim negosiator dalam Organisasi Dayak Dunia, terkait dengan upaya untuk memperjuangkan hak Dayak di masing-masing negara menyangkut sosial, ekonomi, politik dan spiritual Dayak.

Menuntut pemerintah RI (Presiden Joko Widodo) mengakomodir putera/puteri terbaik Suku Dayak untuk duduk di jajaran Kabinet Kerja jilid II dan beberapa staf kepresidenan serta memprioritaskan dari sisi pendidikan kedinasan baik pemerintah pusat maupun daerah.

Menyusun panduan pengesahan perkawinan campur di kalangan Suku Dayak dengan etnis lain yang menikah dengan masyarakat Adat Suku Dayak melalui sistem religi masyarakat Adat Suku Dayak, maka secara otomatis menjadi masyarakat Adat Suku Dayak.

"Menuntut pemerintah untuk membina dan mengembangkan pertanian tradisional berupa komoditi lokal, seperti karet, rotan dan produk-produk hutan lainnya agar dijadikan kekuatan pembangunan ekonomi Dayak," kata Dagut.

Selain itu, peranan Hakim Adat masyarakat Suku Dayak dalam menyelesaikan permasalahan perdata dan pidana, mestilah terlebih dahulu mengutamakan aspek kearifan lokal berbasiskan hukum adat, penggunaan hukum negara dilihat sebagai upaya ultimum remidium atau upaya hukum terakhir.

Membentuk kepengurusan Yayasan Budaya Damang Batu Kalimantan Tengah, dengan personel pengurus berasal perwakilan Suku Dayak disemua provinsi sebagai mitra strategis Pemerintah Republik Indonesia, dalam penataan dan pengelolaan cagar budaya rumah betang damang batu di Desa Tumbang Anoi, dengan masa bhakti selama lima tahun, untuk kemudian personil pengurusan disusun kembali, untuk masa kepengurusan lima tahun selanjutnya.

"Mengakui agama Kaharingan sebagai sistem religi asal dalam masyarakat Adat Suku Dayak. Itu sejumlah poin yang dihasilkan dan telah dibaca di Desa Tumbang Anoi," demikian Dagut.
Baca juga: Dubes Brasil: Banyak manfaat dari pemindahan ibu kota negara
Baca juga: Kepala Bappenas: Memindahkan ibu kota bisa belajar dari Brasil

Pewarta: Kasriadi/Jaya W Manurung
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019