Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Uni Emirat Arab (UEA) memperkuat kerja sama dalam upaya pengembangan sektor industri, yang diharapkan dapat menguntungkan kedua belah pihak guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kesepakatan bilateral itu tertuang pada penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bersama Menteri Energi dan Industri UEA Suhail Mohamed Faraj Al Mazrouei di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

“MoU ini akan menjadi payung kerja sama dalam kegiatan pengembangan sektor industri potensial bagi kedua negara,” kata Menperin lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Kamis.

Momen penting tersebut disaksikan langsung Presiden RI Joko Widodo dan Putra Mahkota Abu Dhabi sekaligus Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata UEA, Sheikh Mohamed Bin Zayed Al Nahyan.

Sektor-sektor manufaktur yang akan dikembangkan, antara lain industri berbasis agro, industri logam dan permesinan, industri kimia, serta industri kecil dan menengah (IKM).

“Komoditas CPO, makanan dan minuman, serta pulp dan kertas, menduduki peringkat 10 besar komoditas ekspor dari Indonesia ke UEA,” ujarnya Airlangga.

Potensi kerja sama di sektor industri agro, khususnya terkait pulp dan kertas, terbuka dengan beroperasinya Al-Nakheel selaku industri baru yang memproduksi tisu di Abu Dhabi.

Sedangkan, di sektor industri logam dan permesinan, peluang kolaborasi dengan Indonesia ditopang adanya Ashok Leyland dan Ras Al Khaimah yang telah membangun industri kendaraan pertama dan terbesar di UEA.

“Bahkan, mereka punya sektor jasa industri khususnya pemeliharaan pesawat, yakni Advanced Military Maintenance Repair and Overhaul Center (AMMRROC),” sebutnya.

Di sektor industri kimia, UEA menduduki posisi ketiga terbesar setelah Saudi Arabia dan Qatar untuk pengembangan industri petrokimia di kawasan Timur Tengah.

Potensi ini sejalan dengan program pemerintah Indonesia yang sedang fokus menggenjot daya saing industri kimia, seiring implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, yang menyiapkan sektor manufaktur mampu memasuki era industri 4.0.

“Di samping itu, sektor IKM merupakan kegiatan bisnis yang menguasai hingga 95 persen dari total sektor industri yang berpusat di Kota Dubai. Sektor IKM juga menciptakan sekitar 43 persen lapangan pekerjaan di kota tersebut,” katanya.

Menperin menambahkan, kerja sama lainnya yang akan melibatkan lintas sektor bagi RI-UEA, antara lain pengembangan mengenai teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) sebagai pelaksanaan industri 4.0, pembiayaan ekspor untuk industri, sertifikasi dan standarisasi halal, serta pendidikan dan pelatihan vokasi.

Pada kurun waktu tiga tahun terakhir, total investasi UEA di Indonesia mencapai 172 juta dolar AS dalam 234 proyek.

Dari keseluruhan nilai investasi tersebut, sektor manufaktur yang ikut menyuntik dananya antara lain industri kimia dan farmasi serta industri makanan.

“Apabila melihat performa investasi UEA di Indonesia per tahunnya, tren pada tahun 2018 menunjukkan peningkatan investasi yang tajam dalam sektor manufaktur, khususnya industri kimia dan farmasi,” tandasnya.

Dalam kunjungan Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohamed Bin Zayed Al Nahyan kali ini, ada beberapa komitmen peningkatan investasi UEA di Indonesia.

Ini tertuang dalam penandatanganan tiga kerja sama investasi dengan total nilai 9 miliar dolar AS.

Kerja sama itu terkait Refinery Development Master Plan (RMDP) di Balikpapan, Kalimantan Timur, kemudian pengembangan industri petrokimia melalui proyek Chandra Asri Perkasa 2 (CAP 2), serta perluasan Pelabuhan Kontainer Internasional yang berlokasi di Kawasan Industri Maspion 5 di Manyar-Gresik, Jawa Timur.


Baca juga: UEA Ingin Perkuat Hubungan Dagang Dengan Indonesia
Baca juga: Konjen RI Dubai bawa 30 investor perbankan syariah UAE ke Indonesia
Baca juga: Nilai Perdagangan RI-UEA Meningkat 15 Persen

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019