Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengaku ingin agar garam bisa mempunyai harga eceran terendah agar petambak garam tidak dirugikan dengan harga jual rendah.

Garam tidak masuk dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting seperti halnya gula, beras, hingga hasil peternakan seperti daging.

“Kita akan memasukkan kembali garam ke Perpres itu agar garam menjadi barang penting sehingga harga ecerannya bisa dibuat. Jadi tidak bisa lagi harga itu di bawah dari harga yang kita tentukan nanti,” kata Luhut di Jakarta, Kamis.

Mantan Menko Polhukam itu meyakini adanya harga eceran terendah atau semacam harga pokok penjualan garam akan dapat mengurangi gejolak yang terjadi setiap kali harga garam rakyat anjlok di pasaran.

Garam dikeluarkan dari kategori kebutuhan pokok dan barang penting karena konsumsi per kapitanya yang hanya 3,5 kg per tahun dan tidak mempengaruhi inflasi.

Padahal, garam merupakan salah satu bahan baku bagi sekitar 400 industri. Belum lagi garam juga menjadi salah satu penopang hidup bagi para petambak garam.

Luhut menjelaskan, dalam rapat koordinasi tentang garam yang dihadiri Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa itu, pemerintah memutuskan untuk mendorong peningkatan kualitas garam.

Pemerintah juga mendorong adanya perbaikan penilaian standar garam agar bisa lebih optimal diserap industri.

“Sekarang garam itu ada K1, K2, K3. Nah garam K1 itu juga ada masalah di mana standarnya itu masih ada beda pendapat antara ‘buyer’ (pembeli) dengan produsen. Sekarang kita akan perbaiki itu,” tuturnya.

Pemerintah, lanjut Luhut, juga akan mendorong diversifikasi produk agar garam busa memiliki nilai tambah. Menurut dia, garam bisa diolah menjadi produk bernilai tambah misalnya dengan dijadikan garam spa.

Sementara itu, Menperin Airlangga mengatakan salah satu langkah yang dilakukan untuk mendorong peningkatan kualitas garam rakyat adalah dengan memperbaiki infrastruktur bagi petambak garam.

Perbaikan infrastruktur meliputi perbaikan jalur air, akses transportasi hingga fasilitas pendukung seperti luasan lahan dan geomembran untuk mendukung peningkatan produktivitas.

Geomembran merupakan produk HDPE (high density polyethylene) atau LDPE (low density polyethylene) untuk geoisolator pembuatan garam, pelapis tambak/kolam yang dimanfaatkan sebagai pengontrol aliran air.

Menurut Airlangga, saat ini geomembran yang disediakan hanya sekitar 15 hektare sementara kebutuhannya untuk bisa mendapatkan produksi optimal adalah sekitar 100 hektare.

“Persoalannya antara keterbatasan lahan san geomembran. Bisa tidak, misalnya, dibikin semacam koperasi hingga 100 hektare karena 100 hektare ini nilai yang ‘visible’. Dengan demikian kualitas akan lebih baik mendekati kualitas pertama (K1),” tuturnya.

 

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019