Sekarang harus dibuat aturan, setelah dibersihkan, Satpol PP harus bertanggung jawab. Jika setelah dibersihkan lalu muncul lagi, lalu ada laporan, maka kepala Satpol PP kelurahan atau kecamatan diganti. Jadi masing-masing diberi tanggung jawab begitu
Jakarta (ANTARA) - Lambatnya penanganan siklus kemunculan pemukiman dan gubuk liar bisa membuat masyarakat menjadi apatis untuk melaporkan kepada pihak berwenang jika lokasi itu disalahgunakan untuk perbuatan ilegal seperti prostitusi.

"Masyarakat tidak setuju itu, bila ada PSK (pekerja seks komersial). Mereka sudah lapor ke semua pihak, lalu dibersihkan, terus muncul lagi, akhirnya masyarakat jadi bosan dan apatis untuk melakukan pelaporan," kata Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Ramly HI Muhammad, saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Baca juga: DPRD DKI minta pemprov tertibkan gubuk liar karena rawan prostitusi

Baca juga: Pedagang sanggah gubuk liar digusur karena dipakai asusila

Baca juga: DPRD DKI ingin masalah gubuk prostitusi ditangani serius


Permasalahan pemukiman liar, menurut Ramly, adalah masalah menahun yang siklusnya susah diputus karena kurangnya pengawasan dari pihak pemerintah daerah, terutama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Baiknya, lokasi yang sudah dibersihkan dari gubuk liar terus diawasi agar tidak kembali dibangun apalagi digunakan untuk aktivitas ilegal seperti prostitusi.

Menurut politisi Golkar itu, harus dilakukan tindakan serius dari pemerintah daerah agar siklus pemukiman dan gubuk liar bisa terputus.

"Sekarang harus dibuat aturan, setelah dibersihkan, Satpol PP harus bertanggung jawab. Jika setelah dibersihkan lalu muncul lagi, lalu ada laporan, maka kepala Satpol PP kelurahan atau kecamatan diganti. Jadi masing-masing diberi tanggung jawab begitu," ungkap wakil komisi yang mengurus pemberdayaan masyarakat itu.

Sebelumnya, pekan ini Satpol PP membongkar gubuk-gubuk liar yang berada di sepanjang Jalan Letnan Jenderal Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Tidak hanya di Cempaka Putih, penampakan gubuk liar juga ditemukan di bantaran Banjir Kanal Barat pada awal Juli meski sempat dibubarkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2017. Menurut warga setempat lokasi itu terindikasi digunakan menjadi tempat prostitusi.

Hal yang sama juga dilaporkan di daerah Jembatan Lima, Jakarta Barat dan kawasan Boker, Ciracas, Jakarta Timur meski daerah itu sudah dijadikan gelanggang olahraga oleh pemerintah daerah.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019