Singaraja (ANTARA) - "Roadshow Bus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)" untuk mendekatkan lembaga itu pada masyarakat Provinsi Bali berawal dari Kabupaten Buleleng sebagai kabupaten pertama di Pulau Dewata guna memberikan edukasi antikorupsi kepada masyarakat setempat pada 26-28 Juli.

Penasehat KPK RI yang ikut dalam rombongan "Roadshow Bus KPK", Tsanni Annafari, di Taman Kota Singaraja, Sabtu menjelaskan Buleleng merupakan kabupaten pertama di Provinsi Bali yang dikunjungi KPK untuk mengedukasi masyarakat tentang antikorupsi.

"Roadshow Bus KPK Keliling Bali" dilaksanakan mulai 26 Juli hingga 28 Agustus dengan rute pertama di Buleleng pada 26-28 Juli, lalu ke kabupaten lain dan singgah di Kota Denpasar pada 16-18 Agustus hingga titik terakhir di Jembrana pada 26-28 Agustus.

"Pada roadshow kali ini juga digunakan memantau kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik di Kabupaten Buleleng. Jika ada yang kurang memuaskan bisa didiskusikan bersama-sama. Jika sudah baik ya dilanjutkan walaupun bus KPK tidak lagi di Buleleng," kata Tsanni Annafari.

Berdasarkan amanat undang-undang, edukasi akan diberikan kepada semua elemen masyarakat, mulai dari anak-anak, remaja sampai dengan dewasa. Untuk anak-anak sendiri akan dibuatkan interaktif-interaktif yang menarik untuk memberikan pelajaran mengenai anti korupsi.

"Untuk dewasa nanti ada kuliah umum dan pemutaran film antikorupsi di Universitas Pendidikan Ganesha," kata Tsanni, didampingi Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, ST.

Dalam kesempatan itu, Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, mendukung roadshow bus KPK untuk mengubah citra KPK di mata masyarakat yang hanya terkesan melakukan penindakan saja, padahal ada tiga fungsi lain dari KPK yaitu edukasi, pencegahan, dan juga koordinasi.

"Yang paling penting kan pencegahan sehingga tidak terjadi korupsi di masa yang akan datang," ujarnya.

Dalam roadshow tersebut, ratusan anak-anak PAUD di Kabupaten Buleleng juga turut memeriahkan acara melalui sosialisasi antikorupsi, playday boardgames, mendongeng tentang kejujuran, dan nonton bareng film pendek serta games interaktif yang diberikan kepada mereka.

Roadshow ini diikuti juga oleh pameran pelayanan publik yang diikuti beberapa jenis pelayanan seperti, pembuatan KTP dan KK dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Buleleng, Samsat keliling, Perpustakaan keliling, BNNK Buleleng, dan Layanan Buleleng Emergency Service (BES) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.

KPK juga menyelenggarakan Sosialisasi Gratifikasi sebagai upaya peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang gratifikasi sekaligus upaya preventif terhadap kemungkinan pelaku tindak pidana korupsi. Sosialisasi ini juga bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sosialisasi Gratifikasi ini diikuti oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), Para Camat, Kepala Desa/Lurah se-Kabupaten Buleleng. Kegiatan yang diselenggarakan di Gedung Wanita Laksmi Graha ini dihadiri oleh Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra,Sp.OG, Kepala Biro Umum KPK RI Yonathan Demme Tangdilitin, dan Narasumber dari Tim Gratifikasi KPK RI.

"Ada dua kategori gratifikasi yakni gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan dan yang wajib dilaporkan. Yang tidak wajib lapor itu seperti kompensasi atau honor yang tidak melebihi standar yang sumber anggaran berasal dari internal. Untuk yang wajib lapor itu seperti penerimaan hadiah yang terkait kedinasan atau kompensasi atau honor yang melebihi standar instansi penerima," kata narasumber gratifikasi KPK, Erwin Noorman.

Selain itu, Erwin menjelaskan, batasan dibolehkan pemberian hadiah kepada rekan kerja PNS dan penyelenggara negara. Seperti contoh, melakukan pemberian untuk rekan kerja batasan maksimal itu Rp200 ribu. Sementara jika untuk memberi cenderamata pada pisah sambut pejabat daerah atau kepala dinas boleh saja dengan catatan maksimal per orang itu batasan pemberiannya Rp300 ribu.

Selain itu, jika menerima hadiah (gratifikasi) maka segera laporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi atau KPK. Waktu maksimal lapor diri adalah 30 hari sejak menerima gratifikasi. Kalau lebih dari 30 hari tidak melapor, maka diduga si penerima memiliki niat menerima (gratifikasi). Ini akan dikenakan Ancaman pidana maksimal 20 tahun dan minimal 4 tahun sesuai Pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra,Sp.OG menegaskan, sosialisasi gratifikasi ini sangat penting untuk diikuti. Menurutnya, peserta harus mengetahui apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan dalam menerima gratifikasi. Wabup Sutjidra juga menambahkan, pemahaman tentang gratifikasi harus satu persepsi agar tidak ada penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

"Penekanan-penekanan itu sangat penting sekali untuk kita sebagai pejabat baik itu di Desa, Kecamatan, maupun di Kabupaten agar berhati-hati, apalagi ada keterkaitan dengan bidang ekonomi agar dihindari sehingga kita betul-betul bisa melaksanakan kegiatan yang transparan," katanya.

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf/Made Adnyana
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019