Jakarta (ANTARA) - Rais 'Aam Nahdlatul Ulama (NU) KH Miftahul Akhyar mempromosikan nilai Islam, pluralisme, dan demokrasi dalam diskusi bertema "Mempertahankan Demokrasi  dalam masyarakat yang beragam: catatan pasca-pemilu oleh Nahdlatul Ulama (Sustaining Democracy in A Plural Society: A Post-Election Notes from Nahdlatul Ulama) di Institute of Strategic Thinking (SDE) di Ankara, Turki, Jumat (26/7).

“Sepanjang sejarah Indonesia, NU sudah membuktikan bahwa Islam bukan hanya sejalan tetapi juga menjadi penjaga demokrasi," kata KH Miftahul Akhyar saat menyampaikan paparannya, seperti dikutip dari keterangan tertulis KBRI Ankara, Minggu.

Rais ‘Aam juga menjelaskan bahwa dalam pemikiran politik NU, mencintai agama dan mencintai negara adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Selain Rais ‘Aam, ikut menyampaikan pandangan pada kesempatan tersebut Sekretaris Dewan Syuriah NU KH Zulfa Mustofa.

Dalam paparannya Kyai Zulfa menjelaskan bahwa hubungan Islam dan negara di Indonesia pernah mengalami periode naik dan turun.

“Meskipun demikian, umat Islam, khususnya NU, selalu menemukan dan menjaga nilai-nilai demokratis dalam menyelesaikannya”, kata Kyai Zulfa dalam diskusi yang dimoderatori bersama oleh Duta Besar RI untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal dan Presiden SDE Muhammet Savas Kafkasyali.

Sebagai tuan rumah, Presiden SDE menyampaikan apresiasi kepada Ketua NU Indonesia bersama jajarannya yang telah hadir untuk berdialog mengenai isu Islam dan bernegara.

Menurut dia, banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar.

Diskusi tersebut dihadiri oleh sejumlah peneliti SDE, kalangan media serta pengamat politik di Turki, termasuk beberapa orang mantan petinggi angkatan bersenjata Turki.

“Indonesia adalah gambaran demokrasi paling berkesinambungan di dunia Islam," kata salah seorang peserta diskusi menanggapi paparan Rais ‘Aam.

“Turki dan dunia Islam bisa belajar banyak dari eksperimen demokrasi yang begitu kaya di Indonesia," peserta itu menambahkan.

Di akhir pertemuan, diskusi tersebut juga membahas berbagai tantangan yang dihadapi oleh dunia Islam saat ini seperti masalah konflik, munculnya kelompok-kelompok minoritas muslim ekstrem, dan keterbelakangan sosial.

Untuk mencari solusi dari berbagai persoalan tersebut, diperlukan adanya dialog yang berkesinambungan.

Kunjungan NU untuk ke Kantor SDE di Ankara juga dipandang sebagai langkah awal dari rangkaian kerja sama dan dialog yang dapat dikembangkan di kemudian hari antara Indonesia dan Turki.

Institute of Strategic Thinking (SDE) merupakan lembaga think tank di Turki yang didirikan pada 3 Maret 2009.

Lembaga ini berfokus dalam melakukan kajian mengenai kebijakan dalam negeri maupun luar negeri Turki, serta mengenai berbagai isu regional dan global yang tengah mengemuka.

Sebelumnya, Rais 'Aam dan delegasi NU telah berkunjung ke lembaga pengelola pendidikan Yayasan Maarif di Istanbul, Kamis (25/7).

Di Ankara, delegasi NU juga telah bertemu dengan Presiden YTB (lembaga pemberi beasiswa) dan Wakil Menteri Agama Turki (DIANET). Berbagai area kerja sama telah dijajagi selama kunjungan di Turki antara lain di bidang pendidikan dan pemberian beasiswa.
Baca juga: NU sepakati kerja sama pendidikan dengan Yayasan Maarif, Turki
Baca juga: NU benteng terdepan bangsa hadapi radikalisme
Baca juga: Muhammadiyah-NU promosikan demokrasi Nusantara di Jerman


 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019