Jakarta (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Utara menyerukan pada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk serius menutup tambang ilegal di Bakan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut, yang dilaporkan kembali menelan korban jiwa.

"Kita prihatin harus ada korban yang meninggal. Sejak awal kami konsisten menolak aktivitas penambangan ilegal di Bakan, karena telah menelan banyak korban jiwa. Bahkan pada Februari 2019 lalu, ada ratusan penambang ilegal yang meninggal tertimbun longsor," kata Direktur Eksekutif Walhi Sulut, Theo Runtuwene saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

Theo meminta pihak kepolisian untuk konsisten melakukan penertiban. "Kami minta agar pihak kepolisian memastikan bahwa lokasi tersebut harus benar-benar steril dari aktivitas penambang ilegal karena merusak lingkungan. Termasuk pemanfaatan sianida dan limbah B3 lainnya," lanjut Theo.

Walhi menduga aktivitas penambangan ilegal ini bertahan karena ada aktor-aktor yang berperan di belakang kegiatan tersebut.

"Aktivitas penambang ilegal di Bakan bukan hanya 'masalah perut', tetapi polisi harus bisa mengungkap aktor-aktor intelektual di balik maraknya kegiatan Pertambangan Tanpa Izin atau Peti tersebut," ujar Theo.


Baca juga: Walhi kecam keberadaan tambang ilegal di Sulut
Baca juga: Bantu korban tambang ilegal di Sulut, J Resources kirim alat berat


Pendapat serupa dikemukakan aktivis dari Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Firdaus Mokodompit, yang meminta tambang ilegal di Bolaang Mongondow harus ditertibkan. "Masih ada korban yang meninggal di lokasi tambang ilegal ini menunjukkan bahwa upaya penertiban yang dilakukan pihak kepolisian belum optimal," terang Firdaus.

Menurut Firdaus, banyaknya korban yang meninggal, sebenarnya menunjukkan aktivitas penambangan ilegal di Bakan sudah tidak aman. "Oleh karenanya, kami mendorong pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menertibkannya. Kita harus berupaya maksimal memutus rantai korban dari tambang ilegal tersebut,” tandas Firdaus.

Dua penambang diberitakan meninggal di lokasi tambang ilegal yang saat ini telah dinyatakan tutup. Disebutkan pada Minggu (29/7) malam, terjadi kecelakaan di lokasi tambang ilegal Bakan yang menyebabkan dua penambang yakni Candra Sabir alias Ang (33) dan Suhendri Anggol alias Su (41) dinyatakan meninggal dunia.

Ini menambah panjang deretan korban jiwa dari aktivitas penambangan ilegal di Desa Bakan. Pada 2017 silam, ada 6 orang penambang meninggal tertimpa longsor. Kemudian pada Februari 2019, terjadi longsor di salah satu lokasi tambang yang menewaskan puluhan penambang. Dari data kepolisian, terdapat 19 orang dinyatakan masih hidup sementara 21 orang dinyatakan meninggal. Tidak berhenti di situ, pada April 2019 juga terjadi kecelakaan yang menewaskan satu penambang atas nama Wawan Mokodompit.

Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow telah mengambil sikap tegas dengan melakukan penertiban atas aktivitas penambangan ilegal. Lokasi tambang ilegal tersebut saat ini dinyatakan ditutup. Aparat kepolisian pun ditempatkan disana untuk memastikan tidak ada lagi aktivitas penambangan.

Sejauh ini langkah tersebut terbilang cukup efektif. Lokasi tambang ilegal mulai sepi dari aktivitas penambangan ilegal. Meski masih dijumpai ada masyarakat yang coba masuk ke lokasi tersebut. Pihak Kepolisian yang rutin berjaga dan berpatroli di lokasi tersebut ketika bertemu penambang akan meminta mereka pulang.

Kapolres Kotamobagu AKBP Gani F Siahaan mengakui masalah tambang di Bolaang Mongondow adalah masalah lama yang belum ada solusinya.

Baca juga: Atasi tambang ilegal Sulut, Bupati usulkan wilayah tambang rakyat
Baca juga: Tim DVI masih identifikasi dua korban longsor tambang Bakan

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019