Jakarta (ANTARA) - Komisioner KPU RU Hasyim Asy'ari menilai larangan mantan koruptor untuk mengikuti ajang pemilihan kepala daerah semestinya diatur dalam undang-undang dengan revisi UU Pilkada, bukan hanya dituangkan dalam peraturan KPU (PKPU).

"Intinya harus ada perubahan undang-undang. Kalau menurut saya, untuk tujuan baik ngapain harus ditunda-tunda," ujar Hasyim di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.

Apabila revisi harus menunggu pergantian anggota DPR yang baru pada Oktober 2018 pun, menurut dia, masih cukup waktu untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. "Semuanya masih memungkinkan kalau ada niat baik," ujar Hasyim.

Baca juga: Pilkada serentak dinilai momentum lahirkan tokoh majukan daerah

Baca juga: Partai NasDem ingin untuk sapu bersih pilkada 2020


Jika mau lebih cepat, ia menuturkan masyarakat dapat mengajukan pengujian undang-undang terhadap Undang-undang Pilkada soal syarat calon ke Mahkamah Konstitusi.

Alternatif itu dapat dilakukan misalnya apabila terdapat pihak berkepentingan yang menginginkan pemimpin baik lalu mengajukan pemgujian Undang-undang Pilkada ke MK, walaupun dulu sudah pernah divonis.

"Tapi berdasarkan perkembangan siapa tahu pertimbangannya berubah, ada pertimbangan baru," kata Hasyim.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai usulan yang sebelumnya disebutkan KPK agar mantan narapidana koruptor tidak dapat mencalonkan diri kembali masih sangat terbuka untuk masukan dari semua pihak.

Mengenai rekam jejak, Tjahjo memberikan contoh kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang kembali terjerat korupsi dan menyayangkan masyarakat luput memilih calon yang sudah dua kali terlibat korupsi.

"Kayak kasus Kudus. Kan banyak orang yang nggak tahu. Di jabatan yang sama, ada masalah yang sama, tapi kok dia lolos dari verifikasi KPU, dari parpol yang mencalonkan," ujar Tjahjo.

Baca juga: PDIP Jatim bertekad ulangi kesuksesan di Pilkada serentak

Baca juga: KPU Jateng siapkan penyelenggaraan pilkada serentak 21 kabupaten/kota

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019