Serang (ANTARA) - Sebagian besar dari sekitar 2,1 juta pekerja sektor informal atau pekerja bukan penerima upah belum terlindungi program BPJS Ketenagakerjaan, jika pekerja sektor informal tersebut mengalami kecelakaan kerja atau meninggal dunia, kata Deputi Direktur Wilayah Banten BPJS Ketenagakerjaan Eko Nugriyanto.

Eko Nugriyanto di Serang, Selasa mengatakan jika mengacu pada data statistik angkatan kerja yang ada di Banten mencapai 5,6 juta yang terbagi dalam dua kategori yang penerima upah dan bukan penerima upah atau pekerja pada sektor formal dan pekerja informal. Dari jumlah tersebut ada sekitar 2,1 juta pekerja sektor formal dan sekitar 2,1 juta juga pekerja sektor informal dan lainnya pegawai negeri sipil (PNS).

"Dari sekitar 2,1 juta pekerja sektor informal di Banten itu, baru sekitar 200 ribuan yang tercover BPJS Ketenagakerjaan. Jadi hampir 90 persen pekerja sektor informal itu belum masuk BPJS Ketenagakerjaan," kata Eko Nugriyanto.

Sedangkan untuk pekerja sektor informal atau pekerja penerima upah, kata dia, dari sekitar 2,1 juta orang itu baru sekitar 1,6 juta yang sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan dan 300 ribuan pekerja terlindungi BPJS di luar Banten. Sebab ada pekerja yang domisilinya di Banten tapi kerja di Jakarta atau daerah lainnya dan juga bekerja di Banten, namun kantor perusahaannya di Jakarta.

"Jadi masih ada sekitar hampir 30 persen pekerja sektor formal itu belum tercover BPJS Ketenagakerjaan. Ini tersebar, ada di mana masih kita cari," kata Eko.

Ia mengatakan, dari sekitar 2,1 juta pekerja sektor informal yang sebagian besar belum tercover BPJS Ketenagakerjaan tersebut tersebar di banyak tempat dan berbagai profesi diantaranya nelayan, petani, pedagang kaki lima yang bekerja secara mandiri dan belum terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan.

"Ini masih perlu edukasi mengenai pentingnya jaminan BPJS Ketenagakerjaan itu. Sebab kalau dari premi atau istilah di BPJS Ketenagakerjaan itu iuran, sangat terjangkau untuk yang bukan penerima upah. Sebab untuk dua program itu yakni kecelakaan kerja dan jaminan kematian iurannya hanya sekitar Rp16.800 setiap bulan," kata Eko.

Padahal, kata dia, manfaat yang diterima oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan sangat luar biasa, dengan hanya Rp16.800 untuk 2 program-program yakni disetarakan dengan pekerja penerima upah Rp3 juta perbulan, BPJS akan menanggung biaya perawatan berapapun besarnya jika peserta BPJS tersebut mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

"Sebenarnya manfaatnya itu luar biasa, seperti nelayan rentan terhadap kecelakaan, begitu juga pedagang kaki lima rawan kecelakaan di jalan raya atau berangkat dari rumah. Kalau kecelakaan berobat di rumah sakit di manapun yang kerjasama dengan kita, berapapun biayanya akan kita tanggung semua. Berbeda dengan BPJS Kesehatan kan ada plafon, kita nggak ada. Kemudian kalau selama dirawat, gaji selama 6 bulan pertama dibayar penuh 100 persen oleh BPJS Ketenagakerjaan dan 6 bulan berikutnya kalau masih dirawat kita bayar gajinya 75 persen," kata Eko.

Eko mengatakan, kendala masih minimnya pekerja sektor informal yang ikut program BPJS Ketenagakerjaan diantaranya masih kurangnya kesadaran pekerja sektor informal berpikir tentang perlindungan. Sehingga ini menjadi tanggungjawab semua pihak, termasuk media tidak hanya BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan edukasi kepada mereka yang bekerja di sektor informal tersebut karena ada risiko.

Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan sasar pekerja informal

Baca juga: BPJS TK manfaatkan May Day promosikan perlindungan pekerja informal

 

Pewarta: Mulyana
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019