Jakarta (ANTARA) - Produsen perangkat telekomunikasi Huawei memprediksi adopsi jaringan 5G untuk segmen retail dan korporat akan berjalan bersama-sama di Indonesia meskipun dari aspek bisnis segmen korporat akan lebih mudah menyesuaikan harga perangkat.

"Kalau kita bahas model bisnisnya, terutama terkait Internet untuk segala (Internet of Things), semakin banyak perangkat yang dibeli akan semakin murah harga perangkat itu. Maka, (adopsi) itu lebih mengarah ke korporasi," kata Direktur Strategi Teknologi Komunikasi dan Informatika Huawei Indonesia Mohamad Rosidi dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Namun seiring perangkat komunikasi yang mendukung jaringan 5G semakin marak di Tanah Air, segmen retail akan mengikuti segmen korporat, terutama jika didukung perangkat-perangkat Smart Home yang berbasis IoT.

Selain segmen retail dan korporat, Rosidi mengatakan adopsi jaringan telekomunikasi generasi kelima di kawasan perkotaan dengan pedesaan di Indonesia juga tidak terlalu berbeda waktunya.

"Kami melihat perkembangan sebuah daerah atau disebut desa itu cepat sekali dalam adopsi teknologi seluler. Urbanisasi serta orang-orang desa yang kembali ke daerah asal mereka akan membangkitkan ekonomi digital serta konektivitas secara mulus (seamless connectivity). Apalagi saat didukung dengan harga perangkat yang semakin terjangkau," katanya.

Huawei Indonesia, lanjut Rosidi, menilai tidak akan ada keterkejutan implementasi teknologi 5G di wilayah pedesaan menyusul para pengguna seluler di desa telah akrab dengan layanan berbasis teknologi komunikasi, termasuk teknologi keuangan (fintech) ataupun multimedia seperti realitas virtual (virtual reality) ataupun realitas tambahan (augmented reality).

Rosidi memperkirakan penerapan 5G di Indonesia secara komersial baru akan terwujud pada 2022. Namun, penerapannya dapat terjadi lebih cepat seiring dengan kesiapan perangkat-perangkat berteknologi 5G yang diperkirakan dua tahun lebih cepat dibanding penerapan teknologi 3G ataupun 4G.

Implementasi komersial 5G Huawei memiliki anjuran untuk pendekatan spektrum berlapis demi skenario penggunaan teknologi 5G secara ideal.

“Rentang C-Band (3300-4200 dan 4400-5000 MHz) muncul sebagai kandidat frekuensi utama untuk 5G di beberapa negara, karena keseimbangan optimal antara jangkauan dan kapasitas dalam hal biaya implementasi,” kata Rosidi.

Selanjutnya untuk skenario khusus yang membutuhkan kecepatan tinggi, spektrum Band 30 (24,25 GHz-29,5 GHz dan 37 GHz-43,5 GHz) adalah yg paling tepat. Namun, ada juga spektrum di bawah 2Ghz (misalnya 700 MHz) yang menguntungkan dalam hal jangkauan yang luas serta penggunaan dalam ruangan.

Strategi selanjutnya adalah sinergi jaringan nirkabel (wireless) dan fixed untuk mendorong peningkatan jumlah pelanggan.

“Indonesia juga memiliki tantangan rendahnya penetrasi jaringan berbasis serat optik (fixed broadband), hal tersebut dilengkapi dengan adopsi solusi WTTx yang penetrasinya akan lebih cepat daripada fixed broadband tadi,” katanya.


Baca juga: Huawei Indonesia rekomendasikan spektrum 3,5 GHz untuk 5G

Baca juga: Qualcomm-Tencent berkolaborasi buat ponsel gaming 5G

Baca juga: Inggris tunda keputusan libatkan Huawei dalam jaringan 5G

Pewarta: Imam Santoso
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019