KPU RI belum menetapkan sikap, sehingga kami menunggu KPU seperti apa terkait syarat bakal calon kepala daerah
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengatakan Komisi II DPR menunggu sikap KPU RI terkait wacana larangan narapidana maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Namun, dia mengingatkan bahwa Peraturan KPU (PKPU) tidak boleh bertentangan dengan dengan Undang-Undang.

"KPU RI belum menetapkan sikap, sehingga kami menunggu KPU seperti apa terkait syarat bakal calon kepala daerah," kata Herman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Hal itu dikatakan Herman terkait dukungan KPU RI terhadap keinginan KPK yang mengusulkan larangan agar mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi ikut Pilkada 2020.

Dia mengatakan, pendapat masyarakat terkait berbagai hal termasuk boleh atau tidak mantan napi korupsi mendaftar dalam proses Pilkada, diserahkan kepada KPU RI.

Menurut dia, KPU akan membuat peraturan dan kemungkinan dimasukan sebagai syarat bakal calon karena sifatnya individual yaitu kalau tidak diusulkan partai, bisa melalui jalur independen.

"Kalau memang di UU tidak disebutkan larangan itu namun sudah menjadi dorongan kuat masyarakat, maka dikembalikan kepada KPU RI. Silakan PKPU seperti apa sampai akhirnya nanti dikonsultasikan ke Komisi II DPR," tuturnya.

Karena itu menurut dia Komisi II DPR belum bisa mengatakan setuju atau tidak terkait wacana larangan tersebut karena perlu didiskusikan dahulu.

Namun Herman menilai, calon kepala daerah yang maju dalam Pilkada harus mendapatkan kepercayaan publik.

Usulan larangan mantan napi kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah disampaikan KPK setelah lembaga itu menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang terjerat suap jual beli jabatan.

Tamzil merupakan mantan napi korupsi saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008, lalu diajukan dalam Pilkada Kudus 2018.

KPU mempertimbangkan untuk melarang mantan narapidana tindak pidana korupsi menjadi calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2020, dan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) atau meminta DPR merevisi UU Pilkada.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019