Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) ingin jika wacana aturan larangan mantan narapidana korupsi masuk ke peraturan KPU (PKPU) jadi dilaksanakan, harus didukung oleh revisi undang-undang agar efeknya lebih terasa.

"Akan lebih baik kemudian ada revisi terbatas undang-undang, atau apapun namanya, atau Perpu yang dikeluarkan oleh presiden. Agar kemudian isu ini, atau penolakan terhadap mantan napi koruptor yang maju menjadi calon kepala daerah, akan lebih bagus bila di undang-undang ada," ungkap Komisioner Ilham Saputra di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.

Sebelumnya, KPU mendukung wacana pelarangan mantan narapidana yang terbukti terlibat dalam kasus korupsi untuk ikut dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan diselenggarakan pada 2020.

Larangan tersebut rencananya akan dimasukkan dalam PKPU. Tapi, untuk memperkuat aturan itu perlu dilakukan revisi Undang-Undang No.10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang harus dilakukan oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menanggapi wacana itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengatakan bahwa komisi yang memiliki lingkup tugas di bidang dalam negeri dan pemilu itu akan menunggu sikap dari KPU.

Namun, dia memperingatkan isi PKPU tidak diperkenankan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Ia juga menegaskan bahwa jika memang aturan itu sesuai dengan aspirasi rakyat, maka KPU RI perlu mempertimbangkannya.

"Kalau memang di UU tidak disebutkan larangan itu namun sudah menjadi dorongan kuat masyarakat, maka dikembalikan kepada KPU RI. Silakan PKPU seperti apa sampai akhirnya nanti dikonsultasikan ke Komisi II DPR," tutur Herman.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019