Memang perlu ada perubahan radikal dari cara kita berbenah
Manokwari (ANTARA) - Komitmen pemerintah pemerintah provinsi dan kabupaten /kota dalam pencegahan tindak pidana korupsi di Papua Barat dinilai masih cukup rendah.

Koordinator Supervisi Pencegahan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) Wilayah Papua dan Papua Barat, Maruli Tua di Manokwari, Kamis, mengungkapkan realisasi tindak lanjut atas rencana aksi pencegahan korupsi yang dilakukan Pemprov Papua Barat saat ini baru mencapai 16 persen.

"Mohon maaf pak Gubernur, yang kami sampaikan sederhana, apakah kita serius untuk mencegah korupsi di sini,’’ ujar Maruli Tua pada kegiatan Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi Pencegahan Korupsi di Manokwari, Kamis.

Tindaklanjut yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota di daerah ini pun masih jauh dari harapan. Bahkan tidak sedikit daerah yang belum sama sekali melakukan.

Baca juga: Tiga agenda utama KPK terkait evaluasi pencegahan korupsi di Papua

Tindak lanjut yang dilakukan Pemkab Manokwari baru mencapai 16 persen, Teluk Bintuni 20 persen, Teluk Wondama 10 persen dan Pegunungan Arfak 1 persen.

"Masih banyak daerah yang realisasinya kosong momplong. Di Kabupaten Nduga justru lebih bagus, meskipun di sana juga masih banyak mengalami keterbatasan," kata Maruli lagi.

Dalam pencegahan ini, lanjut Maruli Tua, KPK berupaya membantu pemerintah daerah membangun sistem yang tepat dalam menjalankan pemerintahan. Memberantas korupsi penuh tantangan sehingga dibutuhkan kemauan, terobosan besar serta komitmen dari kepala daerah dan jajaran.

Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi Pencegahan dihadiri Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, para sekda di Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni dan Teluk Wondama.

Baca juga: KPK: Kepatuhan LHKPN sejumlah daerah di Papua Barat rendah

Sebelum ke Manokwari, tim Deputi Bidang Pencegahan KPK telah melakukan pertemuan serupa di wilayah Sorong Raya, meliputi Kota Sorong, Kab Sorong, Raja Ampat, Maybrat, Sorong Selatan dan Tambrauw.

Temuan-temuan KPK di setiap daerah di Papua Barat, lanjut Maruli Tua, rata-rata sama yakni menyangkut pengelolaan kas daerah, aset, hibah dan bantuan sosial.

‘’Jadi Pak Gubernur, memang perlu ada perubahan radikal dari cara kita berbenah. Kalau masih seperti sekarang, di akhir tahun kita mungkin melihat tidak ada yang berubah,’’ tuturnya.

Tahun ini KPK fokus pada perbaikan pengelolan aset daerah, pendapatan asli daerah (PAD) dan pengelolaan sumber daya alam. KPK menemukan, PAD yang seharusnya masuk ke kas daerah tak diketahui.

Baca juga: Realisasi LHKPN Papua Barat capai 67 persen

‘’Pendapatan daerah yang harusnya masuk ke kas daerah itu tidak tahu masuk kemana. Kita mau berkomitmen yang seperti apa kalau masih seperti ini,’’ ujarnya.

Maruli mengakatan, saat di Sorong, pihaknya mengevaluasi secara total PAD Kota Sorong. Seperti halnya pajak perhotelan di Kota Sorong, dia pun melihat pendapatan pajak hotel di Manokwari kurang wajar.

"Tidak mungkin hanya Rp5-6 miliar per tahun, karena ada beberapa hotel besar di Manokwari, seperti Swiss-belhotel, Aston Niu dan lainnya," sebutnya.

Ia mengingatkan bahwa, penggelapan pajak daerah masuk dalam ranah pidana. Pemerintah daerah diminta serius memungut pajak hotel, restoran, rumah makan sehingga meningkatkan PAD.

Baca juga: KPK selenggarakan bimtek pengisian LHKPN di Papua dan Papua Barat

‘’Kalau PAD rendah maka dapat dipertanyakan,kemana uang-uang itu? Seharusnya Kota Sorong, Manokwari dan juga Bintuni pendapatan dari pajak hotel bisa lebih besar,’’ sebutnya lagi.

Pewarta: Toyiban
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019