Oleh Iskandar Zulkarnaen Samarinda (ANTARA News) - Seekor rusa sambar (cervus Unicolor) betina tampak menjilati kepala anaknya yang terluka karena menanduk pagar ketika anaknya kaget mendengar salak anjing milik penduduk di Pusat Penangkaran Desa Api-Api, Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim). Rusa adalah satwa yang mudah kaget dan stres bila mendengar suara keras atau kejadian-kejadian yang tidak biasa. Ketika terkejut, hewan mamalia itu biasanya akan meloncat tinggi. Perlu perlakuan khusus menghadapi satwa tersebut, yaitu harus sangat hati-hati dan penuh kesabaran untuk memelihara rusa, ketimbang perlakukan bagi hewan ternak yang lain. Kawanan rusa sambar penghuni kawasan penangkaran di Desa Api-api yang jumlahnya mencapai sekitar 200 itu akan segera melarikan diri bersama-sama apabila mendengar suara yang mengagetkan mereka. Sementara sebagian rusa yang sudah jinak, tanpa takut justru akan mendekati pengunjung yang berada di sisi pagar dan memberi mereka makanan misalnya daun pisang muda. Mengamati perilaku rusa Sambar di tempat penangkaran tersebut bisa menjadi pilihan untuk mengisi waktu liburan. Kawasan penangkaran ini mudah dijangkau dari Balikpapan, yakni dengan menyeberang selat Balikpapan menggunakan kapal feri sekitar satu jam atau menggunakan perahu cepat sekitar 15 menit, kemudian dilanjutkan dengan kendaraan umum dari pelabuhan ke Desa Api-Api sekitar 25 menit. Rusa sambar yang mempunyai habitat di Indonesia, India dan sejumlah negara di Asia Tenggara ini populasi di habitat aslinya kian menipis. Jenis sambar diketahui sebagai jenis rusa terberat di Indonesia, yakni bobot yang dewasa bisa mencapai dua kuintal dengan panjang badan (kepala sampai ujung badan) 1,7 sampai 2,7 meter. Indonesia memiliki tiga jenis rusa endemik, yaitu Rusa Sambar (Cervus unicolor) yang banyak ditemui di Kalimantan Timur, rusa Timor (Cervus timorensis) dan rusa Bawean (Axis kuhlii). Rusa Sambar berwarna coklat kehitaman dengan bulu yang panjang serta dua tanduk bercabang kiri kanan bisa mencapai satu meter pada yang jantan. Rusa sambar jantan biasanya hidup sendiri kecuali di musim kawin. Tidak jarang Rusa Sambar Jantan akan melakukan "duel" dengan menghunus tanduk bercabang di kepalanya untuk mempertahankan kawanan betina dari penjantan yang lain. Satwa itu termasuk golongan ruminansia yang mempunyai tingkah laku berbeda dengan ruminansia lain, yaitu ketajaman indera pendengaran, penciuman, serta kecepatan melompat dan berlari yang cukup tinggi. Pada saat akan melahirkan rusa Sambar selalu mencari tempat yang aman misalnya terlindung semak-semak. Bayinya akan bersembunyi selama 1 hingga 2 minggu, kemudian bergabung dengan kawanannya. Rusa betina yang sedang bunting tua kadang-kadang bersifat agresif dan bisa membahayakan, demikian juga rusa jantan akan agresif pada saat tanduk mulai mengeras dan pada musim kawin. Penangkaran Rusa Sambar dibuat berawal dari keprihatinan H.M. Ardans SH ketika menjadi Gubernur Kaltim, yang mendapat laporan bahwa sedikit-dikitnya sekira 5.000 hingga 7.000 rusa sambar dibantai oleh pemburu liar setiap tahunnya. Rusa sambar diburu manusia untuk mendapat dagingnya dan tanduknya yang dipercaya dalam pengobatan kuno China, yang berkhasiat sebagai obat kuat. Belum lagi ancaman akibat kerusakan hutan habitat satwa langka itu yang tidak terkendali. Padahal, kelangsungan hidup Rusa Sambar di hutan semata-mata tergantung dari "kebaikan alam" (On Forest Potensial). Diperkirakan, satwa itu akan punah jika tanpa upaya serius untuk melestarikannya baik melalui penangkaran maupun menjaga habitatnya. Berdasarkan instruksi Gubernur Kaltim kala itu, maka Dinas Peternakan Kalimantan Timur pada 1990 mengembangkan Pusat Penangkaran Rusa Sambar di Desa Api-Api. Dinas Peternakan Kaltim kemudian membuat program dengan tiga tahapan, pertama Tahapan introduksi (1990-1995), yakni metode pemelihara rusa dengan pengetahuan yang terbatas dan diperoleh secara otodidak melalui coba-coba dan belajar dari kesalahan atau "trial and error" serta "learning by doing". Selama kurun waktu ini dilakukan pengadaan rusa sebanyak 112 ekor, dengan penambahan dari kelahiran 25 ekor, tetapi juga terjadi kematian sebanyak 101 ekor sehingga populasi akhir pada 1995 sebanyak 46 ekor terdiri dari 19 ekor jantan, dan 27 ekor betina. Tahapan pengembangan (1996-2000), yaitu dengan hanya mengembangkan rusa yang ada di penangkaran dan tidak ada penambahan dari luar. Langkah berikutnya adalah tahapan komersial (2001-2008), yakni tercapai keputusan final tentang usaha budidaya (sebagai sentra bibit atau perpaduan antara usaha murni peternakan komersial dan kemitraan) serta keputusan "pengenalan" pada dunia usaha peternakan. Populasi Rusa Sambar di kawasan penangkaran itu sampai 2007 sebanyak 202 ekor dengan struktur populasinya terdiri atas satwa dewasa betina 54 ekor, dewasa jantan 48 ekor, dara betina 22 ekor, jantan 33 ekor, anak betina 21 ekor dan anak jantan 24 ekor. Secara teoritis, satu hektare kawasan pemeliharaan (paddock) hanya dapat menampung 10 ekor rusa sehingga dibutuhkan paddock seluas lebih kurang 20 sampai 25 Ha. Artinya, dengan populasi rusa saat ini, maka butuh kandang lebih luas karena melebihi kapasitas terutama untuk betina bunting dan yang melahirkan. Dinas Peternakan Kaltim berharap agar Direktorat Jenderal Peternakan, khususnya Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia bisa membantu memfasilitasi dana APBN untuk pengembangan paddock-paddock tersebut. Dading Rusa Sambar juga dikonsumsi karena renyah, lunak dan gurih dengan kadar kolesterol yang sangat rendah ketimbang daging sapi atau kambing. Khasiat tanduk rusa muda sudah dikenal oleh masyarakat China kuno yang diramu dari tanduk muda (velvet) rusa itu disebut tonik kaisar. Di Korea, bahan tersebut sudah digunakan sejak 1800 untuk simbol panjang umur serta vitalitas (obat kuat). Di Rusia pada abad XV bahan ini dikenal luas sebagai "tanduk emas" karena memiliki nilai yang tinggi untuk kesehatan dan vitalitas pria. Terkait dengan hal itu, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pembibitan dan Inseminasi Buatan Api-Api kini terus mengembangkan penelitian dan produksi pil tanduk rusa untuk kesehatan. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008