Tokyo (ANTARA) - Harga minyak naik sekitar satu persen di perdagangan Asia pada Jumat pagi, stabil setelah anjlok semalam menyusul langkah Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan lebih banyak tarif pada impor barang-barang dari China, mengintensifkan perang dagang yang telah memukul pertumbuhan global.

Minyak mentah berjangka Brent merosot lebih dari tujuh persen pada Kamis (1/8/2019), penurunan tertajam dalam lebih dari tiga tahun. Minyak mentah AS turun hampir delapan persen, membukukan hari terburuk dalam lebih dari empat tahun,

Kejatuhan berakhir, dengan reli rapuh yang dibangun di atas penarikan stabil dalam persediaan AS, bahkan ketika permintaan global tampak goyah karena perselisihan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia.

Brent naik 67 sen atau 1,1 persen menjadi diperdagangkan di 61,17 dolar AS per barel pada pukul 00.49 GMT (07.49 WIB), sementara minyak mentah AS naik 50 sen atau 0,9 persen menjadi diperdagangkan pada 54,45 dolar AS per barel.

Trump mengatakan pada Kamis (1/8/2019) ia akan mengenakan tarif 10 persen pada 300 miliar dolar AS impor dari China mulai 1 September dan dapat menaikkan tarif lebih lanjut jika Presiden Cina Xi Jinping gagal bergerak lebih cepat untuk mencapai kesepakatan perdagangan.

Pengumuman memperluas tarif Trump ke hampir semua impor China ke Amerika Serikat (AS) dan menandai berakhirnya gencatan senjata sementara dalam perang dagang yang telah mengganggu rantai pasokan global dan mengguncang pasar keuangan.

Harga "telah berada di bawah tekanan sebelum pengumuman tarif, dengan data manufaktur AS yang lemah meningkatkan kekhawatiran tentang lemahnya permintaan untuk minyak," kata ANZ Research dalam catatan pagi.

Aktivitas manufaktur AS melambat ke level terendah tiga tahun pada Juli dan belanja konstruksi turun pada Juni, karena investasi dalam proyek konstruksi swasta jatuh ke level terendah dalam 1,5 tahun.

Total permintaan minyak AS pada Mei turun 98.000 barel per hari menjadi 20,26 juta barel per hari, data menunjukkan awal pekan ini.

OPEC dan mitra termasuk Rusia, aliansi yang dikenal sebagai OPEC+, telah membatasi produksi tahun ini untuk mendukung pasar. Pada Juli, produksi OPEC kembali ke level terendah 2011, dibantu oleh pemotongan lebih lanjut oleh Arab Saudi, sebuah survei Reuters menunjukkan.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019