"Saya bilang, supaya tidak jadi fitnah, sebaiknya dilaporkan secara tertulis," ujarnya lagi.
Makassar (ANTARA) - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah mengatakan alasan pencopotan Kepala Biro Pembangunan Setda Pemprov Sulsel Jumras yang ia lakukan beberapa waktu lalu didasarkan pada rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang gratifikasi.

Hal itu dijelaskan secara terbuka pada saat Sidang Hak Angket yang digelar DPRD Sulsel, 1 Agustus 2019.

Mantan bupati dua periode yang meraih penghargaan dalam hal inovasi pemerintahan ini menyebutkan dalam laporan KPK, Jumras terbukti melakukan parktik gratifikasi dengan menetapkan fee sebesar 7,5 persen untuk setiap proyek yang dijalankan sejak ia menduduki jabatan Kepala Dinas PU.

"Saya buka saja. Sebenarnya rentetannya dari awal. Beliau sejak jadi Kadis PU terus membawa data-data kegiatan (peserta tender proyek) ke saya. Berkali-kali minta petunjuk (saya) siapa dikasih menang," ujar Gubernur Nurdin dalam keterangannya, di Makassar, Jumat.
Baca juga: PDIP: Hak angket gubernur Sulsel sarat muatan politik praktis

Atas fakta ini, Gubernur Nurdin pun menyebutkan dirinya telah berkali-kali mengingatkan Jumras agar berhenti mempermainkan tender proyek untuk mendapatkan fee yang belakangan diketahui nilainya 7,5 persen dari nilai proyek.

"Saya sudah sampaikan, jangan masuk ke wilayah itu. Dan itu berkali-kali. Setelah jadi Kabiro Pembangunan, dia bawa lagi (data peserta tender proyek)," ujar Nurdin Abdullah.

Puncak dari permasalahan gratifikasi yang dilakukan Jumras adalah pertemuan Gubernur dengan dua pengusaha Anggu Sucipto dan Ferry di pesawat saat pergi ke Jakarta.

"Mereka bilang, Pak Gubernur kok jadi berubah di provinsi. Kok berbeda ya dengan saat Bapak di Bantaeng. Di provinsi kami harus menyelesaikan sesuatu yang diberikan (fee 7,5 persen)," ujarnya lagi.

Untuk mendapat titik terang, Gubernur Nurdin Abdullah menyarankan kedua pengusaha tersebut melakukan laporan tertulis perihal fee yang dibebankan kepada mereka.

"Saya bilang, supaya tidak jadi fitnah, sebaiknya dilaporkan secara tertulis," ujarnya lagi.

SK pencopotan Jumras 18 April yang ditandatangani Gubernur Nurdin Abdullah menuai polemik di DPRD Sulsel.

Menurut Panitia Khusus Hak Angket, pencopotan atas Jumras melanggar UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 karena mengabaikan mekanisme pencopotan.

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019