Yogyakarta (ANTARA) - Kepala BPJS Kesehatan Cabang Yogyakarta Dwi Hesti Yuniarti menyatakan sertifikat akreditasi RS Jogja yang sudah berakhir pada 20 Desember 2018 menjadi salah satu kendala dalam pembayaran klaim layanan kesehatan periode Maret-April 2019 yang diajukan rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.

“Kami belum bisa membayarkan klaim untuk pelayanan kesehatan periode Maret dan April karena klaim tersebut diajukan saat sertifikat akreditasi yang baru belum terbit,” kata  Dwi Hesti Yuniarti di Yogyakarta, Jumat.

Menurut Hesti, sertifikat akreditasi rumah sakit menjadi syarat bagi fasilitas kesehatan untuk dapat bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Meskipun terjadi penundaan pembayaran klaim, namun Hesti memastikan bahwa BPJS Kesehatan Cabang Yogyakarta tetap berkonsultasi ke kantor pusat untuk mendapatkan kebijakan apakah klaim selama dua bulan tersebut dapat dibayarkan atau tidak. “Sekarang masih terus berproses,” katanya.

Akibat RS Jogja belum mampu memenuhi syarat terkait sertifikat akreditasi, BPJS Kesehatan Kota Yogyakarta sempat menghentikan kerja sama selama sekitar setengah bulan yaitu pada 1-15 Mei.

Namun, rumah sakit milik Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut dapat memenuhi syarat akreditasi dengan memperoleh sertifikat akreditasi pada 15 Mei sehingga kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan RS Jogja mulai dilanjutkan kembali per 16 Mei.

“Klaim dari RS Jogja yang sudah kami terima dan diakui sebagai utang adalah untuk klaim pelayanan Mei dan Juni dengan total Rp6,6 miliar. Tetapi, pembayaran masih menunggu jatuh tempo,” katanya.

Sementara itu, Direktur Utama RS Jogja Ariyudi Yunita mengatakan, tetap berharap BPJS Kesehatan dapat klaim pelayanan kesehatan untuk Maret dan April. “Saat ini, kami pun masih menunggu pembayaran klaim untuk Mei dan Juni. Sedangkan klaim untuk Juli baru akan kami ajukan pada 15 Agustus,” katanya.

Ia menyebut, akreditasi bukan menjadi satu-satunya syarat yang harus dipenuhi RS untuk pencairan klaim dari BPJS Kesehatan. “Jika akreditasi menjadi syarat utama, maka seharusnya klaim untuk Januari dan Februari juga tidak dibayarkan,” katanya.

Ia menambahkan, sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk menyatakan bahwa proses akreditasi rumah sakit mundur dan diberi batas waktu maksimal hingga Juni.

Setelah memperoleh sertifikat akreditasi yang baru, RS Jogja mengajukan klaim pelayanan kesehatan untuk Mei sebesar Rp3,3 miliar. Namun, yang sudah disetujui untuk dibayarkan oleh BPJS Kesehatan adalah Rp2,6 miliar. “Masih ada penundaan untuk klaim sebesar Rp700 juta dan klaim untuk Juni mencapai Rp4,5 miliar,” katanya.

Aryudi memastikan, meskipun masih ada tunggakan pembayaran klaim layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan, namun hal tersebut tidak mempengaruhi pelayanan rumah sakit kepada pasien. “Pelayanan tetap berjalan. Persediaan obat-obatan pun mencukupi. Tetapi, memang untuk jasa pelayanan medis belum bisa dibayarkan tetapi dokter memahami,” katanya.

Ia menyebut, RS Jogja tetap memperoleh dukungan dana dari Pemerintah Kota Yogyakarta untuk membantu operasional rumah sakit. Tahun ini, dukungan dana mencapai Rp11,7 miliar dan masih ditambah pendapatan dari sektor lain seperti dari pasien umum.

Dalam sebulan, kebutuhan biaya operasional RS Jogja mencapai sekitar Rp6 miliar hingga Rp7 miliar yang digunakan untuk pembelian obat, operasional rumah sakit hingga gaji pegawai.

Selama kerja sama dengan BPJS Kesehatan dihentikan pada 1-15 Mei, Aryudi menyebut, RS Jogja juga tetap memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan amanah Pemerintah Kota Yogyakarta di antaranya layanan hemodialisa, kemoterapi, kegawatdaruratan, pasien di ICU, dan pasian yang sudah dilayani sejak April.

Baca juga: RS Jogja keluhkan keterlambatan pencairan BPJS

Baca juga: RS Jogja tambah kapasitas "ICU"

 

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019