Mekkah (ANTARA) - Anggota Amirul Hajj Ali Machfudon Abdillah mengingatkan bahayanya penyakit hati seperti riya, ujub, takabur, hasut, riya, dan ghibah saat menjalankan ibadah di Tanah Suci karena bisa menyebabkan haji menjadi tidak mabrur.

“Kami menjelaskan soal penyakit hati yang yang bisa menyebabkan haji tidak menjadi mabrur. Nah penyakit-penyakit batin yang ada di dalam diri kita harus dipahami oleh jamaah haji seperti riya, ujub, takabur, ada hasut, ada ghibah,” kata Ali Machfudon Abdullah setelah melakukan kunjungan ke pondokan jamaah Embarkasi Lombok di Sektor 5 di wilayah Mahbas Jin, Mekkah, Senin.

Ia mengatakan penyakit hati kerap kali sudah menjadi bawaan masing-masing orang tapi perlu untuk disadarkan agar meningkatkan kualitas haji.

Ali mencontohkan bahwa perbuatan maksiat tidak hanya lahir saja tapi juga ada maksiat batin karena ini yang menyebabkan tidak mabrurnya haji.

“Maka harus kita ingatkan lagi kalau dia ibadah itu harus karena Allah, bukan karena riya, ujub. Kedua, di lapangan, ujian terberat kalau ada situasi tak sesuai kehendak kita, kita harus sabar, karena panitia sudah semaksimal mungkin. Kalau kita bisa menahan diri gejolak emosi inilah barulah kita menurut Nabi jihadul akbar melawan musuh melawan diri kita sendiri,” katanya.

Ia mengapresiasi antusiasme jamaah terhadap materi tasawuf yang ia berikan sebagai motivasi sekaligus penguatan manasik yang telah diberikan konsultan ibadan sebelumnya.

Ali Machfudon pada kesempatan itu menyampaikan materi terkait ibadah haji yang bukan hanya soal fikih, karena menurut dia bisa dipelajari langsung dan sudah ada dalam buku-buku manasik.

Namun kata dia, aspek tasawuf meliputi sabar, ridho, ikhlas, ridho, qonaah, merupakan hal yang penting dalam ibadah haji karena itulah ia menekankan bahaya penyakit hati.

“Edukasi ini harus kita sampaikan kepada jamaah agar di Tanah Haram ini kita jaga perkataan kita, dan senantiasa memperbanyak amal-amal ibadah supaya kita sampai pada kualitas ibadah mabrur,” katanya.

Sebab mabrur itu kata dia, merupakan anugerah dari Allah tapi proses menjadi mabrur secara keilmuwan harus dipelajari dan dibekali kepada jamaah.

Ia berpendapat, jika jamaah penting untuk dibekali aspek fikih dalam berhaji, namun aspek tasawuf tak kalah pentingnya misalnya agar jamaah dapat mengendalikan diri ketika mendapatkan aspek pelayanan yang tak sesuai.

“Tadi kita sudah sampaikan, rangkaian menuju proses menuju Arafah banyak sekali perubahan situasi mulai dari bus yang awalnya 21 kemudian jadi 7 terus jadi 5, ini menurut keinginan nafsu kita tak nyaman, kalau diedukasi kita harus sabar, harus nurut aturan panitia. Insya Allah kalau nurut aturan panitia insya Allah proses haji lancar dan proses ghibah bisa dikendalikan. Maka harapan kita pembekalan aspek tasawuf ini mudah-mudahan jamaah haji kita jadi mabrur,” katanya.

Baca juga: Jamaah Indonesia akan lontar jumrah 10 Zulhijah tengah malam

Baca juga: Kesiapan tenda-tenda untuk jamaah di Arafah-Mina sudah 70 persen

 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019