Kulon Progo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendorong perajin batik di Kecamatan Lendah membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah untuk pengelolaan limbah cair batik secara mandiri.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kulon Progo Arif Prastowo di Kulon Progo, Senin, mengatakan di Kulon Progo semua batik penghasil limbah cair batik dihasilkan di Kecamatan Lendah karena produksi batik paling banyak di sana.

Dibandingkan Industri batik di wilayah lain di Kulon Progo, seperti di Kecamatan Galur dan Samigaluh, limbah batik di Lendah memang cukup mengkhawatirkan mengingat banyaknya rumah industri di sana.

“Fokus kami adalah di Kecamatan Lendah, menjadi perhatian DLH karena pengelolaan limbah yang saat ini belum standar. Limbah cair batik memang belum banyak diperhatikan, tentang akibatnya sehingga berpotensi pencemaran lingkungan di situ dan harus dikelola dengan baik sebelum dibuang ke sungai,” kata Arif.

Ia mengatakan kadar baku mutu air di Kecamatan Lendah dengan adanya limbah batik telah melebihi ketentuan sesuai Peraturan Daerah DIY Nomor 7 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah. Dalam aturan tersebut, di jelaskan baku mutu air limbah untuk kegiatan industri batik di DIY maksimal 60 meter kubik per ton untuk proses basah dan 15 meter kubik per ton untuk proses kering. Sementara di Lendah sudah melebihi ambang batas tersebut.

Arif Prastowo menambahkan berharap ke depan semua pengusaha batik berinisiatif sendiri, sehingga mereka dapat mengelola limbah batik dengan benar, jadi alat ini tidak terlalu mahal bagi pengusaha batik yang sekarang ini dengan perkembangan yang luar biasa, ini sebagai stimulan agar mereka dapat membuat sendiri dan biaya sendiri.

“Intinya adalah pengelolaan yang benar tentang baku mutu, jika limbahnya itu sudah masuk media lingkungan sudah sesuai. Tidak lagi di atas baku mutu yang direkomendasikan,” kata Arif.

Ketua Paguyuban Batik Lendah, Umbuk Haryanto mengakui bahwa pengolahan limbah batik di Kecamatan Lendah masih belum optimal. Sejauh ini, dari total 25 industri batik yang tersebar di Desa Gulurejo, Ngentakrejo dan Sidorejo, seluruhnya masih melakukan pengolahan limbah secara tradisional, sehingga riskan menimbulkan pencemaran lingkungan.

"Kami berharap adanya bantuan pengolahan limbah supaya lebih tertata dan hasilnya bisa memenuhi baku mutu air di Kecamatan Lendah," katanya.

Baca juga: Instalasi pengolahan limbah tahu dan Batik Yogyakarta gagal lelang

Baca juga: Limbah batik diduga cemari Kali Bojongmenteng Bekasi

Pewarta: Sutarmi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019