Jakarta (ANTARA) - Fenomena meningkatnya harga cabai membuat sejumlah pengusaha di bidang makanan di berbagai daerah menjadi waswas karena hal tersebut dinilai juga dapat berdampak kepada beban biaya operasional produk makanan yang menggunakan cabai.

Wakil Ketua GAPMMI (Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia) Rachmat Hidayat dalam rilis di Jakarta, Rabu, mengatakan dengan harga cabai tinggi, tentu saja pengeluaran modal bagi pengusaha yang menggunakan cabai juga akan semakin besar.

Menurut dia, jika kondisinya terus seperti ini, tidak menutup kemungkinan ada industri makanan yang bisa merugi atau tergulung usahanya.

"Kita berharap tidak lama dan tinggi karena bisa membahayakan secara keseluruhan. Masyarakat akan terpukul duluan berikutnya industri," ujarnya.

Ia mengungkapkan, pengusaha umumnya tidak membeli langsung dari kebun tetapi menyetok untuk proses pengeringan dan sebagainya sehingga perlu diwaspadai bila stok habis.

Di kesempatan terpisah, anggota Komisi IV Andi Akmal Pasludin mengatakan, harusnya pemerintah menugaskan Bulog untuk melakukan manajemen komoditi agar harga cabai tidak meroket.

"Misalnya teknologi penyimpanan cabai. Cabai ini tidak bisa lama. Tetapi harusnya Bulog bisa berfungsi membina petani ketika menjelang hari raya. Bisa kerjasama dengan petani dengan harga yang disepakati di awak. Kalau tidak ada kesepatakan di awal, petani juga malas menanam cabai," katanya.

Andi juga meminta pemerintah bertanggungjawab melindungi petani dan konsumen. Menurut dia, saat ini pihak yang dirugikan adalah konsumen karena harganya melonjak.

Sementara itu, Pakar Pertanian dari IPB, Dwi Andreas Santosa menilai tahun 2019 ini memang terjadi anomali terhadap produksi cabai dalam negeri karena lazimnya pada tahun-tahun lalu mulai bulan Mei, justru harga cabai melandai turun dan kemudian akan naik pada September dan Oktober.

"Ada faktor kesalahan kebijakan terkait tata kelola cabai, jaringan tani kami menerima bantuan untuk penanaman cabe di Januari, saat itu ditanam cabai ya hancur-hancuran, karena masih musim hujan, dan sampai Maret dan April masih sisa hujan," ujarnya.

Ia juga memprediksi total produksi cabai 2019 akan menurun dibandingkan tahun lalu.

Sebelumnya, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah juga mengamati minimnya produksi cabai membuat melonjaknya harga, baik di tingkat petani maupun pasar.

Trubus Rahadiansyah berpendapat bahwa kasus minimnya produksi sektor pertanian yang kerap berulang seharusnya dapat diatasi melalui pembinaan kepada petani, serta penciptaan inovasi bibit-bibit unggul yang disesuaikan dengan kondisi alam di Indonesia, baik geografis maupun cuaca.

Menurut dia, lemahnya pembinaan dan dorongan kepada petani untuk terus meningkatkan produksi, menyebabkan kasus-kasus tersebut selalu berulang.

Sedangkan Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto berpendapat bahwa hambatan produksi terjadi antara lain karena ada pengaruh sempat jatuhnya harga cabai beberapa waktu lalu sehingga membuat petani tidak memanen tanaman tersebut yang berdampak produksinya menjadi berkurang.

Baca juga: Legislator ingin data cabai diperbaiki untuk kestabilan harga

Baca juga: Begini siasat industri bumbu masak hadapi tingginya harga cabai

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019