Antara Interaktif

Masih suka makan tempe, kan? Ada yang menyebut lauk terbuat dari kedelai ini sudah ada pada zaman Kerajaan Tarumanegara, pada 400 Masehi. Kini, banyak hak paten inovasi tempe milik orang asing setelah mereka mengakui penganan berbahan dasar kedelai itu sebagai makanan ajaib. Tentu saja banyak juga langkah memodernkan tempe di dalam negeri, baik teknologi pembudidayaan kedelainya hingga pengalengan tempe biar lebih awet. Maka, kisah tempe bukan sekadar bagaimana cara membacem atau mejadikannya sebagai aneka lauk.

Tempe, dari presiden sampai rakyat

"Kami tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa atau rumah-rumah penduduk. Untuk urusan logistik, selain membawa beras dari Jakarta, Ibu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Benar-benar prihatin saat itu," kata Try Soetrisno, yang dikemudian hari menjadi Wakil Presiden.
Selengkapnya

Menjejak budaya Indonesia melalui tempe

Dalam sebuah kesempatan, Presiden Soekarno pernah membakar semangat rakyat Indonesia dengan sebuah pidato yang menyinggung pentingnya menjadi bangsa yang kuat dan tak mudah takut dengan kata-kata janganlah menjadi bangsa mental tempe.
Selengkapnya

Tempe, dari presiden sampai rakyat

Oleh: Panca Hari Prabowo
Tempe, dari presiden sampai rakyat

Saat itu pemerintahan Soeharto memasuki repelita II, tepatnya tahun 1974 ketika presiden Republik Indonesia kedua itu merencanakan "blusukan" rahasia selama dua pekan. Perintahnya sederhana,"siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja dan tidak perlu memberitahu siapa pun."

Cerita itu dipaparkan dalam buku Soeharto : The Untold Story. Adalah Try Sutrisno yang saat itu masih menjadi ajudan Presiden RI yang mendapatkan perintah tersebut dan perjalanan rahasia itu hanya diketahui oleh Komandan Paspampres Kolonel Munawar, dua orang ajudan termasuk Try Sutrisno, dokter kepresidenan, komandan pengawal dan mekanik kendaraan. Selain itu Mayjen TNI Benny Moerdani juga mengetahui rencana tersebut.

"Kami tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa atau rumah-rumah penduduk. Untuk urusan logistik, selain membawa beras dari Jakarta, Ibu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Benar-benar prihatin saat itu," kata Try Soetrisno, yang dikemudian hari menjadi Wakil Presiden.

Cerita tentang Pak Harto yang gandrung tempe juga disampaikan oleh juru masaknya Suyatinah atau yang akrab dipanggil Yati. Sebagaimana dikutip dari pemberitaan media nasional pada 2008, ia menjelaskan lauk berupa tempe dan tahu tidak pernah absen dari menu sehari-hari Pak Harto semasa hidupnya.

Bahkan, saat muhibah ke luar negeri sekali pun, kata Yati, "the smiling general" itu tetap menantikan menu tempe goreng berbumbu sederhana yaitu garam, ketumbar dan bawang putih terhidang saat makan. Biasanya tempe dan tahu akan ditemani oleh sayur lodeh atau sayur bening di meja makan orang nomor satu era Orde Baru tersebut.

Tempe, dari presiden sampai rakyat

Tempe sebagai teman makan pun juga terdengar dalam sejumlah cerita bagaimana Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno memilih lauk untuk makan sehari-hari. Dari sejumlah literatur yang ada, santapan Bung Karno selama di Istana Presiden tak jauh dari masakan tradisional Indonesia dari mulai sayur lodeh hingga tempe.

Dalam sebuah kesempatan, sebagaimana dituliskan oleh Historia, Bung Karno saat berpidato dalam peringatan Pantjawarsa Deperindra tanggal 13 Juli 1964 yang dimuat dalam "Industri Rakjat" menceritakan bagaimana saat melakukan muhibah ke luar negeri dengan menyewa pesawat dari maskapai penerbangan Amerika Serikat Pan Am, ia disuguhi tempe.

"Lho, lho, lho bukan main, wong di atas Amerika Latin kok disuguhi tempe. Saya tanya lagi kepada stewardess, ini dapat dari mana? stewardess pergi ke pantry, keluar dari pantry menunjukkan lagi kalengnya, ENTI, nama pabriknya, ENTI. Saya lihat betul ENTI, Eerste Nederlandse Tempe Industrie. Coba, coba, coba Eerste Nederlandse Tempe Industrie! Maka oleh karena itu, Saudara-saudara, saya mengharap agar supaya bangsa Indonesia itu dalam membangun sosialisme iu berdiri di atas hasil tanah air sendiri, ability tanah air sendiri, aktivitas bangsa Indonesia sendiri. Jangan terlalu kita minta-minta atau mengharap-harap dari luar," kata Bung Karno.

Kegemaran Soekarno akan tempe sempat disampaikan mantan ibu negara Fatmawati. Dalam buku Fatmawati Catatan Kecil Bersama Bung Karno yang diterbitkan pada 1983, Bu Fat mengatakan sang proklamator kerap meminta Fatmawati sendiri yang memasak makanan kesukaannya seperti lodeh rebung, rendang, balado ikan, pecel, tempe goreng, sambel lele, gadi-gado, ikan teri goreng, ikan kuning dan pepes daun singkong.

Tempe dan makanan tradisional khas Indonesia memang akrab dengan lidah presiden RI dan juga juru masak di lingkungan Istana Presiden. Saat masa Presiden Yudhoyono, tempe goreng juga menjadi menu favortinya. Dalam sebuah unggahan di akun @IstanaRakyat pada tahun 2013 lalu, tampak foto SBY yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden tengah memeriksa sejumlah dokumen di Istana Negara dengan hidangan tempe goreng dan cabe rawit yang melengkapinya.

Dalam sejumlah kegiatan seperti rapat kabinet dan juga saat kunjungan ke sejumlah daerah, tempe goreng juga tampak hadir ditemani oleh beberapa makanan tradisional lainnya melengkapi hidangan yang disantap oleh SBY.

Tempe memang menjadi primadona bagi semua lapisan masyarakat dari tingkat bawah hingga presiden. Buat yang akrab makan di warung nasi yang bertebaran di berbagai pojok kota, menu tempe dipastikan selalu terhidang dengan berbagai jenis variasi cara memasaknya. Masyarakat dengan mudah juga mengolah tempe menjadi berbagai jenis produk makanan dari yang sederhana yang cukup digoreng sampai yang membutuhkan teknik memasak mumpuni, istilah saat ini "fusion" atau penggabungan dua unsur atau lebih yang berbeda.

Bagi banyak rumah tangga, tempe dan tahu, keduanya dari kedelai, menjadi makanan sederhana yang bisa segera dihidangkan saat sarapan maupun makan siang, dan dipastikan semua anggota keluarga menikmatinya.

Sadar atau tidak disadari, tempe menjadi salah satu makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dan dikonsumsi setiap harinya, namun ketersediaan kedelai sebagai bahan baku tempe masih belum mendapat perhatian penuh sebagaimana ketersediaan beras. Akibatnya seringkali harga kedelai berfluktuasi yang kemudian berpengaruh pada masyarakat.

Tutup

Menjejak budaya Indonesia melalui tempe

Oleh: Panca Hari Prabowo
Menjejak budaya Indonesia melalui tempe

Dalam sebuah kesempatan, Presiden Soekarno pernah membakar semangat rakyat Indonesia dengan sebuah pidato yang menyinggung pentingnya menjadi bangsa yang kuat dan tak mudah takut dengan kata-kata janganlah menjadi bangsa mental tempe.

Mungkin yang dimaksud oleh si Bung Besar adalah janganlah memiliki mental yang lemah, mental yang mudah diinjak-injak sebagaimana tekstur tempe goreng yang mudah dikunyah di mulut. Namun tak berarti proklamator kemerdekaan itu menganggap remeh makanan tempe. Dalam berbagai literatur yang ada, tempe merupakan salah satu makanan favorit Bung Karno.

Tempe sendiri memiliki sejarah panjang di Indonesia. Hampir semua daerah di tanah air mengenal olahan makanan yang berbahan tempe. Dari catatan yang ada sebagaimana dinukil dari buku History of Tempeh and Tempeh Products (1815-2011) yang diterbitkan oleh Soyinfo Centre pada 2011, tempe dikenal pertama kali pada manuskrip Serat Centhini yang menceritakan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Dari temuan manuskrip itu dipercaya, tempe sudah hadir di tanah Jawa pada 1600an.

Kata tempe pun dipercaya merupakan istilah yang muncul secara original di Indonesia, bukan berawal dari kata tau atau tao seperti pada tauco, tauge, tahu atau takua, menurut Mary Astuti dalam History of the Development of Tempe, 1999. Juga disebutkan kemungkinan tempe saat itu dibuat dari kedelai hitam oleh masyarakat yang tinggal di pedesaan di daerah Mataram yang berada di Jawa Tengah kini.

Sementara Denys Lombard dalam tulisannya Nusa Jawa Silang Budaya : Jaringan Asia mengatakan tempe berasal dari kata Nusantara tape yang merupakan fermentasi serta wadah tempat produk fermentasi itu disebut tempayan.

Sejarawan Ong Hok Ham sebagaimana dalam sebuah artikel di media menjelaskan, kemunculan tempe berhubungan erat dengan produksi tahu di Jawa. Tahu yang dibawa oleh orang Tiongkok ke Jawa sejak abad ke-17 kemudian dikenal dan juga mulai dikonsumsi oleh masyarakat. Ong sendiri mengaitkan perkembangan pola memasak pangan Tiongkok di Jawa mengalami adaptasi karena pengaruh lahan ladang rumput luas yang terbatas.

Bahan baku masakan tiongkok berkisar pada hewan peliharaan rumah seperti ayam, bebek, babi dan lainnya yang memerlukan lahan rumput yang luas, sementara di Jawa saat itu saja sudah dinilai padat penduduknya. Memasuki abad ke-19 menu hewani kemudian berubah menjadi tempe karena lahan untuk mengembangkan hewan peliharaan semakin menyusut.

Selain itu menurut Ong, kebijakan pengembangan perkebunan di masa kolonial juga mendesak jumlah hutan yang ada sehingga mempengaruhi kegiatan berburu dan beternak. Bahkan kemudian kebijakan tanam paksa yang diberlakukan membuat menu makanan penduduk menjadi semakin terbatas dan tempe menjadi salah satu yang diandalkan.

Seiring dengan penyebaran penduduk dari Jawa ke berbagai wilayah di Indonesia maka tempe pun ikut melanglangbuana ke berbagai wilyah di Indonesia. Namun di pusat perkembangan tempe itu sendiri, di Jawa, jenis makanan dari bahan kedelai itu mulai beragam.

Menjejak budaya Indonesia melalui tempe

Seperti menu jadah tempe yang dikenal dengan makanan khas Yogyakarta yang konon merupakan makanan kesukaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Menu ini memadukan jadah yang terbuat dari beras yang biasanya dikombinasikan dengan parutan kelapa yang diberi bumbu pedas, namun kini disandingkan dengan tempe yang direbus dalam kuah yang diberi gula merah dan dikenal dengan tempe bacem.

Menurut Syafarudin Murbawono dalam Monggo Mampir : Mengudap Rasa Secara Jogya, jadah tempe ini digagas oleh Sastrodinomo, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang juga carik desa. Sastrodinimo yang pada kurun waktu 1927 secara rutin mengirimkan persembahan makanan bagi anggota keluarga kerajaan.

Sampai pada suatu waktu ia diminta untuk mengirimkan kreasi makanan lain ke Keraton, ia pun kemudian bersama istrinya mengolah beras menjadi jadah dan menambah cita rasa dengan tempe bacem. "Fusion" yang dilakukan Sastrodinomo itu mendapat sambutan yang baik dari keluarga Keraton.

Ia kemudian membuka usaha makanan itu pada 1950 di kawasan Telaga Putri Kaliurang. Sekitar 15 tahun kemudian saat Sri Sultan Hamengkubuwono IX berkunjungan ke kawasan itu, singgah di warung milik Sastrodinomo dan mencicipi jadah tempe tersebut. Sejak itulah kemudian secara rutin Sultan HB IX membeli penganan itu dengan mengutus orang untuk membelinya.

Cerita tentang tempe yang lainnya adalah tempe bongkrek. Tempe ini, mengutip dari Historia berasal dari Banyumas, Jawa Tengah. Tempe ini terbuat dari campuran kedelai dan ampas kelapa yang kemudian difermentasi. Hal itu yang kemudian membuat harganya lebih murah.

Namun dalam catatan yang ada, tempe jenis ini dapat saja membuat orang yang mengkonsumsinya mengalami keracunan.Dalam kurun waktu tahun abad ke-19 sampai awal-awal kemerdekaan cukup banyak catatan mengenai kasus keracunan tempe bongkrek hingga menyebabkan kematian dengan korban yang cukup banyak. Pemerintah orde lama mengeluarkan aturan melarang produksi tempe jenis itu, namun karena memang proses pembuatan yang mudah dan harga yang murah maka kasus-kasus keracunan massal yang berujung kepada kematian masih terus terjadi hingga 1980an.

Penelitian tentang pengembangan tempe sebagai pangan tak hanya dilakukan oleh peneliti asal Indonesia. Sejak lama peneliti dari Eropa dan berbagai belahan dunia lainnya sudah menelisik kandungan tempe. Banyak kalangan peneliti yang memiliki kesimpulan tempe dianjurkan bagi mereka yang vegetarian karena kandungan di dalamnya yang memenuhi kebutuhan tubuh.

Ragam olahan tempe pun tumbuh subur di berbagai wilayah Indonesia khususnya pulau Jawa. Campuran bumbu dan rasa tentunya kemudian dipengaruhi oleh kearifan lokal di masing-masing daerah. Namun bagi masyarakat Indonesia, tempe bisa mewakili rasa keindonesiaan, terlebih ketika tengah merantau di negeri orang perasaan itu semakin menguat.

Tutup
Image
Image

Tempe, Makanan Khas Indonesia

Tempe sebagai makanan asli nusantara diajukan oleh Indonesia ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada 2021. Makanan yang memiliki varian berbahan dasar kacang-kacangan itu dapat diolah menjadi beragam masakan bercita rasa.

Asal nama tempe Jenis Tempe Indonesia
Makanan Tempe
Manfaat Tempe
Sumber: youtube

Tempe krispi, camilan lezat di akhir pekan

Salah satu pilihan camilan sehat yang pasti disukai seluruh keluarga adalah tempe goreng.
Selengkapnya

Kedelai Indonesiaku unggul

Salah satu pilihan camilan sehat yang pasti disukai seluruh keluarga adalah tempe goreng.
Selengkapnya

Tempe krispi, camilan lezat di akhir pekan

Oleh: Ida Nurcahyani
Tempe krispi, camilan lezat di akhir pekan

Menghabiskan akhir pekan bersama keluarga lebih nikmat ditemani dengan camilan yang lezat namun sehat.

Salah satu pilihan camilan sehat yang pasti disukai seluruh keluarga adalah tempe goreng.

Menurut laman Fat Secret, satu keping tempe goreng memiliki 34 kilo kalori dengan kandungan lemak 2,28 gram, 1,79 gram karbohidrat dan 2 gram protein.

Berikut resep tempe renyah alias krispi:

Bahan Bahan:
- 100 gr tempe
- Sajiku Bumbu Tahu & Tempe Goreng secukupnya
- 1 bungkus Sajiku Tepung Bumbu 80 gram
- 700 mili liter minyak goreng
- 8 sendok makan air es

Cara:
-Iris tempe menjadi 5 bagian, sisihkan.
-Buat adonan basah dengan melarutkan Sajiku Bumbu Tahu Tempe Goreng secukupnya dengan air es, aduk rata.
-Buat adonan kering: Masukkan 1 bungkus Sajiku Tepung Bumbu.
-Masukkan tempe ke adonan basah, kemudian masukkan ke adonan kering, gulingkan dan ketukan.
-Panaskan minyak goreng, masukkan tempe, goreng hingga kuning keemasan.

Ajinomoto baru-baru ini mengeluarkan produk Sajiku bumbu praktis Tahu & Tempe Goreng yang terdiri dari perpaduan bumbu, bawang putih, dan ketumbar untuk membuat aneka gorengan tahu dan tempe favorit keluarga yang lezat dan ekonomis.

"Tempe goreng adalah makanan dengan frekuensi masaknya paling tinggi di Indonesia, sehingga kami berharap Sajiku bumbu praktis terbaru ini bisa membantu masyarakat Indonesia dalam memasak tempe maupun tahu yang lezat dan praktis, tanpa tambahan bumbu lainnya," kata Endang Pamularsih, Brand Manager Sajiku Ajinomoto Sales Indonesia dalam keterangan pers, Sabtu.

Selama masa pandemi, gaya hidup konsumen di Indonesia berubah menjadi lebih sehat, kata Endang.

"Namun di sisi lain, pendapatan masyarakat mayoritas juga terganggu sebagai impact dari hal ini. Sehingga diharapkan harga yang sangat terjangkau dari menu tahu dan tempe goreng ini sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (protein) konsumen selama pandemi," kata dia.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup

Kedelai Indonesiaku unggul

Oleh: Martha
Kedelai Indonesiaku unggul

Kedelai merupakan bahan baku utama dalam pembuatan tempe dan tahu, yang menjadi salah satu bahan makanan yang disukai masyarakat Indonesia.

Kedelai yang segar dengan kandungan protein tinggi akan menjadikan tempe yang gurih, enak dan bergizi.

Indonesia melalui Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menghasilkan banyak varietas unggul kedelai dengan melakukan pemuliaan tanaman menggunakan teknik mutasi radiasi.

Pemuliaan tanaman salah satunya adalah menciptakan varietas unggul kedelai yang berproduksi tinggi, tahan hama penyakit dan dapat dijadikan bahan baku seperti tempe, tahu dan kecap.

Hingga 2021, Batan telah menghasilkan 14 varietas unggul kedelai dengan bermacam keunggulan, yang mana hampir semua varietas tersebut dapat digunakan untuk membuat tempe dan tahu.

Varietas-varietas kedelai unggul tersebut adalah Muria yang dilepas oleh Kementerian Pertanian pada 1987, Tengger pada 1991, Meratus pada 1998, Rajabasa pada 2004, Mitani pada 2008, Mutiara 1 pada 2010, Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 pada 2013, Mutiara 2 dan Mutiara 3 pada 2014, Kemuning 1 dan Kemuning 2 pada 2019, dan yang terbaru adalah dua varietas unggul Sugentan 1 dan Sugentan 2 pada 2021.

Mutiara 2 dan Mutiara 3 merupakan kedelai hitam yang bisa menjadi bahan baku kecap. Mutiara 1 memiliki ukuran biji besar seperti kedelai impor. Rajabasa tahan terhadap lahan masam. Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 memiliki umur tanam super genjah yakni kurang dari 70 hari.

Kemuning 1 dan Kemuning 2 memiliki biji berukuran besar dan toleran terhadap kekeringan, sedangkan Sugentan 1 dan Sugentan 2 memiliki keunggulan spesifik yakni super genjah dan potensi hasil tinggi.

Varietas kedelai unggul itu merupakan hasil perbaikan varietas lokal sehingga memiliki keunggulan spesifik seperti umur tanam yang pendek atau super genjah, produksi tinggi, tahan hama penyakit dan biji berukuran besar.

Peneliti Batan Ir. Arwin mengatakan perlu 6-7 tahun dalam menghasilkan varietas kedelai unggul khususnya untuk Sugentan 1 dan Sugentan 2.

Kenapa cukup lama? Karena harus melalui beragam proses penelitian dan pengembangan serta pengujian baik di laboratorium dan terutama banyak tahapan di lapangan atau lahan pertanian kedelai untuk membuktikan dan memastikan stabilitas keunggulan varietas tersebut.

Tanaman kedelai unggul diperoleh setelah tujuh generasi atau tujuh kali musim tanam kedelai, yang mana musim tanam juga tidak berlangsung sepanjang tahun sehingga membutuhkan lebih banyak waktu.

Belum lagi, berbagai tantangan dihadapi selama masa tanam dan uji kedelai. Kadang-kadang dalam waktu melakukan pengujian terhadap kedelai yang ditanam, iklim tidak mendukung dan terjadi kekeringan, sehingga penyiraman terus dilakukan. Perlu perawatan lebih juga saat proses pengembangan tanaman kedelai ketika hujan terus menerus turun lebat atau banyak hama menyerang.

Terhadap bibit dari tanaman kedelai generasi ketujuh, dilakukan berbagai pengujian antara lain uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, uji adaptasi, uji kandungan nutrisi, dan uji ketahanan hama penyakit.

Uji adaptasi diadakan dengan penanaman varietas kedelai di multilokasi yang berkisar 8-10 area di Indonesia yang mewakili pulau-pulau besar di Tanah Air seperti Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, dan Pulau Kalimantan.

Banyak pengujian dan tahapan dilalui semata-mata untuk menghasilkan varietas kedelai yang benar-benar bagus dan unggul sehingga bisa dilepas sebagai varietas unggul nasional.

"Biasanya untuk mendapatkan satu varietas baru tersebut kita membutuhkan 6 tahunan, sekitar 6-7 tahun untuk mendapatkan varietas baru khususnya untuk Sugentan 1 dan Sugentan 2 ini," kata Arwin yang lahir di Padang kepada ANTARA.

Arwin yang menerima penghargaan dari Menteri Riset dan Teknologi RI atas penemuan varietas unggul kedelai Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 pada tahun 2013, mengatakan Sugentan 1 dan Sugentan 2 merupakan pemuliaan dari varietas induk lokalnya, yakni Agromulyo yang memiliki umur tanam 86-87 hari.

Kedelai Indonesiaku unggul

Selain memiliki umur tanam lebih pendek dibandingkan indukannya, Sugentan 1 dan 2 juga juga tahan terhadap hama penyakit dan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dengan rata-rata 2,7 ton per hektare, sedangkan produktivitas varietas induknya sekitar 2,2-2,4 ton per hektare.

Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang itu menuturkan jika dibandingkan dengan kedelai impor, varietas kedelai unggul yang dihasilkan Batan mempunyai kandungan protein lebih tinggi dan rasanya lebih gurih karena kedelainya masih baru panen dan segar.

Sementara, diketahui bahwa kedelai impor telah lama disimpan di dalam gudang penyimpanan, bahkan bisa berbulan-bulan di kapal untuk didistribusikan. Lalu masih butuh waktu beberapa lama lagi hingga akhirnya kedelai bisa sampai ke tangan konsumen termasuk perajin tahu dan tempe.

Varietas unggul ciptaan Batan diharapkan dapat menjadi pilihan para petani untuk menanamnya di masa peralihan musim tanam padi karena sifat Sugentan yang super genjah.

Selain potensi hasil yang tinggi dari varietas kedelai unggul itu, produktivitas lahan pertanian juga akan jadi lebih tinggi karena petani bisa menggunakan pola tanam padi - kedelai - padi dalam setahun.

Biasanya petani membiarkan lahan tak ditanami di masa peralihan tanam padi. Sekarang dengan adanya varietas kedelai yang umur tanamnya sangat pendek, maka petani bisa menanam dan memanennya sebelum masa tanam padi berikutnya.

Lagipula lahan yang sudah ditanami padi tersebut tidak perlu diolah karena tanah masih bersifat lunak. Jadi, lahan sudah siap untuk langsung ditanami kedelai, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya produksi untuk pengolahan tanah.

Tanah tersebut juga masih kaya dengan sisa-sisa pupuk dari proses penanaman padi sebelumnya sehingga petani dapat menghemat biaya pemupukan pada masa tanam kedelai.

Keuntungan lain jika langsung menanam kedelai setelah musim tanam padi pertama adalah tanah akan menjadi lebih subur untuk ditanami padi pada musim tanam berikutnya karena kedelai mampu memfiksasi nitrogen dari udara ke dalam tanah yang menjadikan lahan lebih subur.

Dengan sistem pola tanam tersebut, petani dapat meningkatkan pendapatannya yang akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan mereka.

Diharapkan dengan makin tingginya minat petani menanam varietas kedelai unggul yang diciptakan Batan dan makin luasnya pertanian kedelai di Tanah Air, maka produktivitas pertanian kedelai akan makin meningkat sehingga mendorong peningkatan produksi kedelai dalam negeri.

Hal itu sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi masalah pangan impor, yang salah satunya kedelai. Presiden Joko Widodo menginginkan adanya lahan skala luas untuk pertanian komoditas impor itu sehingga para petani bisa bergelora menanam kedelai.

Varietas kedelai unggul itu dapat ditanam tidak hanya di lahan sawah, tapi juga di lahan tegalan sehingga lahan pertanian yang dimanfaatkan bisa semakin luas. Kedelai juga bisa ditumbuhkembangkan di sela-sela tanaman pada masa awal penanaman karet dan sawit di lahan perkebunan. Sebelum sawit mencapai umur tiga tahun, musim tanam kedelai bisa dilakukan berkali-kali.

Jika produksi kedelai lokal semakin meningkat, tentunya itu akan mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk swasembada kedelai sehingga tidak bergantung lagi pada impor.

Tutup
Image

Mengenal Proses Pembuatan Tempe

Tempe, makanan yang kerap dikonsumsi sehari-hari ternyata membutuhkan proses yang tidak sederhana. Pembuatan tempe setidaknya memerlukan waktu selama tiga hari mulai kedelai mentah hingga penumbuhan jamur dan siap dipasarkan.

Proses Pembuatan Tempe 1

Langkah 1

Biji kedelai direbus 30 menit.

Proses Pembuatan Tempe 2

Langkah 2

Kedelai direndam selama satu malam.

Proses Pembuatan Tempe 3

Langkah 3

Kulit ari kedelai dikupas hingga menjadi keping kedelai.

Proses Pembuatan Tempe 4

Langkah 4

Keping kedelai ditanak hingga matang.

Proses Pembuatan Tempe
Proses Pembuatan Tempe 65

Langkah 5

Kedelai ditiriskan hingga dingin dan mengering.

Proses Pembuatan Tempe 6

Langkah 6

Tambahkan ragi (1 kg kedelai = 1 gram ragi).

Proses Pembuatan Tempe 7

Langkah 7

Bungkus kedelai menggunakan daun pisang atau plastik lalu diperam.

Proses Pembuatan Tempe 8

Langkah 8

Tempe jadi dalam 2 hari dan siap dikonsumsi.

Manfaat Tempe
Image
Image
Sumber: youtube

Saatnya mengembalikan swasembada kedelai

Awal tahun ini, tepatnya pada 1-3 Januari 2021, masyarakat terutama di kawasan Jabodetebak (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) kesulitan mencari tempe dan tahu, baik di warung-warung maupun di pasar. Komoditas pangan berbahan dasar kedelai tersebut tiba-tiba menjadi barang "mewah" yang sangat dibutuhkan warga namun keberadaannya yang langka.
Selengkapnya

Saatnya mengembalikan swasembada kedelai

Oleh: Subagyo
Saatnya mengembalikan swasembada kedelai
Varietas kedelai unggul Sugentan 1 dan Sugentan 2, yang dikembangkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Sumber: ANTARA/HO-Humas Batan/aa.

Persoalan kekurangan pasokan kedelai di dalam negeri hanya bisa diatasi dengan peningkatan produksi nasional sehingga ke depan tidak lagi menggantungkan dari impor. Pemenuhan kedelai secara mandiri diperlukan mengingat kebutuhan kedelai sebagai bahan

Awal tahun ini, tepatnya pada 1-3 Januari 2021, masyarakat terutama di kawasan Jabodetebak (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) kesulitan mencari tempe dan tahu, baik di warung-warung maupun di pasar. Komoditas pangan berbahan dasar kedelai tersebut tiba-tiba menjadi barang "mewah" yang sangat dibutuhkan warga namun keberadaannya yang langka.

Menghilangnya tempe dan tahu di pasaran tersebut ternyata disebabkan mogok produksi oleh kalangan produsen makanan berbahan baku kedelai tersebut.

Mogok itu dipicu kenaikan harga kedelai impor yang merupakan bahan baku utama kedua jenis bahan pangan tersebut yakni dari sekitar Rp7.000/kg menjadi Rp9.000/kg yang dinilai sangat memberatkan pelaku usaha industri tempe dan tahu.

Berdasarkan data Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai melonjak hingga Rp9.300-Rp9.800 per kg, dari kisaran harga normal Rp6.000-Rp7.000 per kg.

Tempe dan tahu selama ini selalu diidentikkan sebagai makanan rakyat, artinya kedua jenis pangan ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat bawah terutama, yang diakui jumlahnya dominan dalam populasi penduduk Indonesia.

Namun demikian, meskipun sebagai makanan rakyat, ternyata bahan baku tempe dan tahu tersebut lebih banyak mengandalkan dari kedelai impor tepatnya di datangkan dari Amerika Serikat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor kedelai sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton atau sekitar Rp7,52 triliun. Dari total impor tersebut, sebanyak 1,14 juta ton atau 95 persen di antaranya berasal dari AS.

Oleh karena itu ketika di negara produsen mengalami gangguan, baik produksi maupun harga maka Indonesia sebagai importir produk tersebut akan sangat terpengaruh.

Sebagaimana yang terjadi saat ini, tingginya permintaan kedelai di pasar global, serta produksi yang menurun di negara-negara produsen menjadi penyebab utama melambungnya harga kedelai.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bahkan menyebutkan harga kedelai yang mencapai 13 dolar AS per bushel di pasar global menjadi yang tertinggi dalam enam tahun terakhir.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk tidak terlalu tergantung pada Amerika Serikat sebagai satu-satunya pemasok kedelai untuk kebutuhan dalam negeri.

Pemerintah perlu mencari sumber pasokan kedelai dari sejumlah negara nontradisional sehingga ke depannya tidak tergantung lagi dengan pasokan dari negara tersebut.

Sejumlah negara produsen kedelai yang perlu dijajaki antara lain Brasil, Argentina, Paraguay, India, Kanada, Rusia, Ukraina, maupun sejumlah negara Afrika.

Selain pembelian langsung, seperti diusulkan Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak, Indonesia bisa pula menawarkan produk dari Indonesia sebagai komoditas barter seperti minyak sawit, kopi, dan produk unggulan lainnya.

Produksi nasional

Mencari negara-negara produsen lain untuk mengurangi ketergantungan pasokan kedelai dari AS bisa jadi merupakan solusi untuk mengatasi persoalan kenaikan harga komoditas tersebut.

Namun demikian sepertinya hal itu hanyalah penyelesaian sesaat dan bukan merupakan solusi permanen terhadap persoalan kekurangan pasokan kedelai yang hampir setiap tahun selalu terjadi di dalam negeri.

Persoalan kekurangan pasokan kedelai di dalam negeri hanya bisa diatasi dengan peningkatan produksi nasional sehingga ke depan tidak lagi menggantungkan dari impor. Pemenuhan kedelai secara mandiri diperlukan mengingat kebutuhan kedelai sebagai bahan baku untuk produksi tempe dan tahu setiap tahun semakin bertambah.

Menurut BPS kebutuhan kedelai secara nasional saat ini mencapai 2,8 juta ton per tahun sementara produksi dalam negeri kurang dari 1 juta ton atau hanya 800 ribu ton per tahun.

Sekitar 70 persen kedelai dialokasikan untuk produksi tempe, 25 persen untuk produksi tahu, dan sisanya untuk produk lain,

Pada tahun ini, produksi diperkirakan berkisar 320.000 ton atau lebih rendah dibandingkan produksi tahun 2019 yang mencapai 420.000 ton. Dengan kata lain impor kedelai Indonesia di atas hampir mendekati 2 juta ton per tahun.

Dalam nota keuangan tahun anggaran 2021, pemerintah menargetkan produksi kedelai 420.000 ton pada tahun 2021.

Indonesia sebenarnya pernah mengalami swasembada kedelai pada tahun 1992 yang mana saat itu produksi kedelai dalam negeri mencapai 1,8 juta ton. Jika Indonesia mampu kembali ke produksi 1,8 juta ton per tahun, maka impor kedelai bisa ditekan hanya sekitar 1 juta ton.

Rendahnya produksi kedelai nasional tersebut disebabkan produktivitas kedelai lokal saat ini hanya 1,5 ton – 2 ton per hektare, sedangkan produktivitas kedelai impor mencapai 4 ton per hektare.

Untuk itulah diperlukan upaya-upaya guna mendongkrak produktivitas kedelai lokal agar bisa meningkatkan produksi secara nasional bahkan mampu berswasembada.

Kendala

Budi daya kedelai di Tanah Air sebenarnya bukanlah hal yang baru, bahkan sudah lama dilakukan oleh petani namun nyatanya produksi tanaman pangan ini tak pernah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sejumlah kendala nampaknya menjadikan kedelai tak "seberuntung" nasibnya dengan komoditas pangan lain terutama padi. Selain problem produktivitas, faktor harga jual di tingkat petani dinilai berpengaruh besar terhadap pengembangan kedelai lokal.

Pengembangan produksi kedelai oleh petani lokal sulit dilakukan mengingat komoditas tersebut tidak memiliki kepastian pasar dibandingkan komoditas pangan lainnya.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahkan mengakui peningkatan produksi kedelai memang tidak mudah untuk dilakukan, mengingat kedelai masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan bagi tanaman utama seperti padi, jagung, tebu, tembakau, dan bawang merah.

Kondisi ini menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan, dimana petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar.

Oleh karena itulah diperlukan kebijakan-kebijakan ataupun insentif yang mampu menarik petani untuk menanam kedelai karena mereka memperoleh keuntungan dan kesejahteraannya meningkat.

Kementerian Pertanian telah mengambil langkah untuk mendongkrak produksi kedelai dalam negeri. Pada 2021, Kementan mengalokasikan bantuan pengembangan kedelai di Provinsi Sulawesi Utara seluas 9.000 ha, Sulawesi Barat 30.000 ha, dan Sulawesi Selatan 9.000 ha.

Selain itu juga membangun kemitraan hilirisasi dan pasar industri tahu tempe dengan petani di Jateng 15.000 ha, Jabar 15.000 ha, Jatim 15.000 ha, NTB 4.000 ha dengan dukungan KUR dan akses kepada offtaker.

Badan Litbang Pertanian juga turut meningkatkan produktivitas kedelai. Ada pun rata rata produktivitas kedelai saat ini 1,5 ton/ha dan harus ditingkatkan menjadi 2 ton/ha melalui riset benih unggul dan teknologi budi daya.

Selain Kementerian Pertanian, perlu lembaga lain bahkan akademisi hadir dengan melibatkan hasil riset pertanian dengan bibit unggul dan pola tanam, sehingga dengan lahan pertanian yang cenderung susut namun produktivitas meningkat.

Pada akhirnya produksi kedelai dapat meningkat sementara harga produksi menurun, yang lambat laun memungkinkan tanpa impor. Dengan kata lain produksi kedelai dalam negeri harus bisa bersaing, baik dari kualitas maupun harganya.

Pemerintah nampaknya perlu untuk betul-betul memberdayakan berbagai langkah kebijakan serta mengoptimalkan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia untuk menggapai swasembada kedelai seperti yang pernah terjadi pada tahun 1992.

Dengan demikian Indonesia bisa memenuhi kebutuhan tak hanya kedelai, bahkan komoditas pangan lainnya seperti padi, jagung, bawang putih secara swasembada tanpa menggantungkan impor sehingga tentunya bisa menghemat devisa. Dalam jangka panjang Indonesia harus dapat memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri sehingga saat negara lain mengalami kendala tidak berimbas di dalam negeri.
 

Oleh Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Image
Image

Ketika diversifikasi tempe menjadi keniscayaan

Tempe terus diupayakan menjadi ragam olahan pangan yang dapat dikalengkan pengemasannya sehingga tak hanya diterima oleh pasar lokal namun juga internasional. Dengan upaya itu maka tempe bisa semakin dikenal sebagai produk dari Indonesia.
Selengkapnya

Shanghai punya pabrik tempe Indonesia

Kota Shanghai memiliki pabrik tempe yang didirikan oleh pengusaha asal Indonesia Venny Hariyanti dengan bendera perusahaannya Seastar Food Co Ltd.
Selengkapnya

Ketika diversifikasi tempe menjadi keniscayaan

Oleh: Luqman Hakim
LIPI ajak masyarakat dukung diversifikasi olahan tempe kemasan kaleng
Sampel produk tempe kaleng yang didukung teknologi LIPI (ANTARA/HO/LIPI)

Kami melakukan proses sterilisasi secara fisik dengan mengombinasikan suhu, tekanan, dan waktu, sehingga bakteri yang merusak bisa mati

Tempe terus diupayakan menjadi ragam olahan pangan yang dapat dikalengkan pengemasannya sehingga tak hanya diterima oleh pasar lokal namun juga internasional. Dengan upaya itu maka tempe bisa semakin dikenal sebagai produk dari Indonesia.

"Karena kita tahu tempe ini adalah makanan khas Indonesia yang memiliki nilai gizi tertentu yang sulit ditemukan di makanan lain," kata Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI Yogyakarta Satriyo Krido Wahono saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat.

Satriyo mengatakan saat ini baru ada tujuh olahan tempe yang telah dikalengkan yakni tempe kari, tempe bacem, tempe gurih, tempe sambel, tempe sayur lombok ijo, tempe air garam, dan sari tempe kental manis.

Adapun yang telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru tempe bacem kaleng.

"Tempe kari kaleng pada 2007 sudah dapat izin edar saat produk awal setelah penelitian. Tapi gagal menembus pasar sehingga izin edarnya sudah kedaluwarsa," kata dia.

Ia yakin masih banyak ragam olahan tempe berbagai pelosok Nusantara yang potensial untuk dikalengkan.

Inisiatif awal pengalengan tempe, kata dia, bermula pada saat digalakkan Program Makan Tempe pada masa Orde Baru sekitar tahun 1970-an. LIPI yang berada di Bandung kemudian mengembangkan teknologi pengalengannya.

Makanan berbahan dasar kedelai yang merupakan temuan Bangsa Indonesia ini memiliki segudang nilai gizi yang baik sehingga menjadi andalan untuk mengatasi kekurangan gizi pada era 70-an.

"Kandungan proteinnya setara dengan daging sapi, vitamin tinggi terutama B12, serta mengandung mineral baik besi, fosfor, dan kalsium," kata dia.

Dengan dikalengkan, Satriyo menegaskan perubahan kandungan gizi pada tempe dapat diminimalisasi. Melalui serangkaian riset yang dilakukan oleh LIPI, teknologi pengalengan yang dikembangkan dapat mematikan bakteri yang menyebabkan pembusukan.

"Kami melakukan proses sterilisasi secara fisik dengan mengombinasikan suhu, tekanan, dan waktu, sehingga bakteri yang merusak bisa mati," kata dia.

Menurut dia, seiring dengan perkembangan zaman, tempe yang disajikan dengan kemasan kaleng amat dibutuhkan, khususnya bagi masyarakat perkotaan yang cenderung membutuhkan penyajian makanan ekstra cepat. "Kalau warga di perdesaan tentu relatif masih mudah memperoleh tempe," kata dia.

Selain itu tempe kaleng yang bisa tahan hingga lebih dari satu tahun dapat menjadi komoditas ekspor masakan Nusantara yang potensial.

"Kalau bisa ekspor tentu bisa jadi kebanggaan. Hasil kearifan lokal ini bisa menjadi produk unggulan di pasar internasional," kata Satriyo.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup

Shanghai punya pabrik tempe Indonesia

Oleh: M. Irfan Ilmie
Shanghai punya pabrik tempe Indonesia
Dubes RI untuk China Djauhari Oratmangun (lima kanan) meresmikan pabrik tempe Indonesia di Shanghai bersama beberapa pejabat perwakilan RI dan pengusaha Indonesia di Shanghai, Rabu (20/1/2021) (ANTARA/KJRI-Shanghai)

Kota Shanghai memiliki pabrik tempe yang didirikan oleh pengusaha asal Indonesia Venny Hariyanti dengan bendera perusahaannya Seastar Food Co Ltd.

Perusahaan itu menjadi penghasil tempe Indonesia pertama di kota terkaya di China tersebut seiring dengan meningkatnya permintaan dari masyarakat setempat akan makanan khas Nusantara itu.

"Kami sangat mengapresiasi dan merasa bangga kepada pihak pimpinan perusahaan dan timnya yang sudah berhasil membuka jalan dalam mempromosikan tempe sebagai makanan khas Indonesia di pasar China melalui Shanghai," kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun, Rabu.

Tempe yang diproduksi di kawasan industri Distik Songjiang itu dijual di pasaran China dengan merek "Rusto Tempeh".

Selama ini makanan yang terbuat dari kedelai itu dipasarkan melalui platform belanja daring Taobao milik raksasa e-dagang Alibaba.

Namun jumlahnya masih sangat terbatas karena hanya dikenal di kalangan diaspora Indonesia dan warga setempat yang pernah tinggal atau mengunjungi Indonesia.

Menurut Dubes, perusahaan tempe itu bukan hanya wujud dari kecintaan masyarakat Indonesia di China, melainkan juga akan menjadi salah satu alat diplomasi kuliner Nusantara di China.

"Oleh karena itu kami berharap dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia di Shanghai, baik dari KJRI, para pengusaha dan perwakilan perusahaan Indonesia di Shanghai, para pelajar dan mahasiswa Indonesia, maupun kalangan diaspora," ujar Dubes seperti dalam keterangan tertulis Konsulat Jenderal RI di Shanghai yang dikirimkan kepada ANTARA di Beijing. 

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Sumber: youtube

Tempe bukan sekadar makanan, namun telah menjadi duta Indonesia. Kehadirannya di seluruh belahan dunia memberikan manfaat nutrisi dan juga keanekaragaman kuliner yang menjadikannya salah satu keajaiban yang didapat oleh kita dari kearifan alam.

Credit

PENGARAH
Akhmad Munir, Saptono, Teguh Priyanto

PRODUSER EKSEKUTIF
Sapto HP

PRODUSER
Panca Hari Prabowo

PENULIS
Martha, Luqman Hakim, Ida Nurcahyani, Subagyo, Irfan Ilmie

REDAKTUR
Alviansyah Pasaribu, Risbiani Fardaniah, Atman Ahdiat

FOTOGRAFER
Widodo S. Jusuf, Aji Styawan,Aloysius Jarot Nugroho, Prasetia Fauzani,Regina Safri, Ari Bowo Sucipto, Puspa Perwitasari, Hadiyanto, Syifa Yulinnas, Fikri Yusuf,Iggoy el Fitra

EDITOR FOTO
Prasetyo Utomo

REPORTER/KAMERAMAN VIDEO
Evan Ervani, Mulfi Muhammad Noor, Imam Prasetyo, Mardiansyah

EDITOR VIDEO
Satrio Giri Marwanto

PRODUSER VIDEO
Farah Khadija

INFOGRAFIS
Ilham, Noropujadi

EDITOR INFOGRAFIS
Bayu Prasetyo

WEB DEVELOPER
Y. Rinaldi