Antara Interaktif

Setahun
Kerja Bersama

Satu tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dilalui di tengah badai pandemi COVID-19 yang berkecamuk di Indonesia sejak Maret 2020. Seluruh daya dan upaya dilakukan tak hanya menjamin kesehatan rakyat Indonesia, pemerintah juga mengupayakan ekonomi nasional bisa segera pulih.

Image

Menjaga Kesehatan

Tiga bulan setelah dilantik, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menghadapi gelombang pandemi COVID-19. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan penyebaran virus dan tingkat kematian akibat tertular virus tersebut.

Pandemi COVID-19 sebagai sebuah tantangan

Setahun berlalu tanpa terasa. Tepat 20 Oktober 2020, duet kepemimpinan Presiden Joko Widodo-KH Maruf Amin memasuki tahun pertama. Semua berjalan begitu cepat, nyaris tak berhenti berita besar menyertai perjalanan pemerintahan yang bertajuk ‘Indonesia Maju’ ini.

Baca Artikel

Berharap segera terkendali

Meski jumlah orang yang terkonfirmasi positif terinfeksi "Coronavirus Disease 2019" atau COVID-19 di Indonesia bertambah setiap hari, namun seiring itu angka kesembuhan juga terus meningkat.

Baca Artikel

Kerja menghadapi pandemi

Setahun Jokowi-Ma'ruf penuh dengan tantangan mengingat sebagian besar kerja pemerintahan harus dihabiskan untuk berperang menghadapi virus corona (COVID-19).

Baca Artikel

Pandemi COVID-19 sebagai sebuah tantangan

Oleh Widodo Muktiyo
Setahun Jokowi-Ma'ruf: Pandemi COVID-19 sebagai sebuah tantangan

 

Jakarta (ANTARA) - Setahun berlalu tanpa terasa. Tepat 20 Oktober 2020, duet kepemimpinan Presiden Joko Widodo-KH Maruf Amin memasuki tahun pertama. Semua berjalan begitu cepat, nyaris tak berhenti berita besar menyertai perjalanan pemerintahan yang bertajuk ‘Indonesia Maju’ ini.

Di antara berbagai isu nan menyeruak itu: dari persiapan ibu kota baru, diluncurkannya program-program bantuan sosial dan ekonomi serta Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja sebagai perwujudan pidato Presiden Jokowi pada pelantikannya di Gedung MPR RI, 20 Oktober 2019.

Namun headline utama yang terjadi pada setahun pertama pemerintahan Presiden Jokowi – Maruf Amin tentu saja hadirnya COVID-19 sang ‘gamechanger’.

Pandemi ini turut mempengaruhi berbagai rencana dan program. Pelambatan aktivitas dan roda ekonomi terasa sejak pertengahan Maret hingga akhir tahun. Prioritas anggaran digeser, tertumpu pada penanganan penyebaran dan dampak COVID-19 serta ‘penyelamatan’ ekonomi nasional.

Namun Presiden Jokowi tidak pernah mengabaikan janjinya. Meski laju pertumbuhan ekonomi sempat tersendat, tapi Presiden Jokowi tetap memegang visi mewujudkan lima arahan strategis menuju masyarakat Indonesia mandiri, maju, adil dan makmur, yang terdiri dari:
1. Pembangunan Sumber Daya Manusia;
2. Pembangunan Infrastruktur;
3. Penyederhanaan Regulasi;
4. Penyederhanaan Birokrasi; dan
5. Transformasi Ekonomi.

Refocusing dan realokasi anggaran memprioritaskan program dan penanganan di bidang kesehatan, pemulihan sosial dan ekonomi - terutama untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Koperasi. Namun lima arahan pembangunan tetap menjadi pilar bagi Visi Indonesia 2045 demi memastikan Indonesia menjadi negara maju.

Kita tentu masih terkenang akan ucapan tegas Presiden Jokowi pada Pidato Kenegaraan 14 Agustus 2020, yang disampaikan dalam rangkaian peringatan HUT ke-75 Republik Indonesia.

Saat itu, Presiden Jokowi mengajak rakyat Indonesia tidak menyerah terhadap masalah besar yang juga dialami seluruh penghuni bumi ini, tapi sebaliknya, ‘membajak’ krisis, menjadikannya batu pijakan menuju langkah besar dan loncatan lebih tinggi lagi.

“Jangan biarkan krisis membuahkan kemunduran. Krisis ini harus kita manfaatkan sebagai momentum untuk melakukan lompatan besar,” tegasnya.

Pandemi menuntut pemerintah bekerja cepat juga berakrobat dalam situasi darurat. Aneka beleid diterbitkan sebagai payung hukum. Anggaran dihitung ulang menyesuaikan kondisi pandemi.

Ibarat kendaraan melaju kencang dalam situasi darurat maka gas dan rem harus berjalan proporsional. Keselamatan dan kesehatan menjadi prioritas utama, berbarengan dengan pemulihan ekonomi.

COVID-19 masuk agak lambat di Indonesia. Baru Maret penyakit ini mewabah. Dari Depok, hingga ke seluruh provinsi. Maka pemerintah pun bergerak sigap, termasuk mencanangkan berbagai aturan sebagai payung hukum untuk mempermudah berbagai gerakan di masa ‘extraordinary’ alias luar biasa ini.

The Extraordinary Leader is a remarkable combination of expert insight and extensive research. Seorang pemimpin yang extraordinary merupakan kombinasi dari wawasan keahlian serta penelitian ekstensif. Demikian dikatakan John H. Zenger dan Joseph R. Folkman, dua pakar kepemimpinan yang bersama-sama menulis buku ‘The New Extraordinary Leader: Turning Good Managers Into Great Leaders

Presiden Jokowi memahami dengan pasti terkait filosofi menjadi pemimpin yang luar biasa di masa nan luar biasa.

“Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara,” kata Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna 18 Juni 2020 lalu.

Langkah extraordinary di masa pandemi dilakukan pemerintah dengan gerak super cepat melahirkan beberapa peraturan perundangan dengan perlakuan khusus. Ini semua tak lepas dari visi presiden, ditunjang dengan konsolidasi parlemen yang sangat kuat.

Maka, lahirlah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Demikian juga beleid atau perundangan lain di setiap level. Semua dikeluarkan sigap demi satu tujuan: mempercepat penanganan COVID-19 dan dampak ekonominya.

Mulai dari Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2020 tentang Penetapan PSBB, Keputusan Presiden (Keppres) No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 2020 tentang Refocusing APBN 2020 untuk Penanganan Pandemi, Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2020 tentang Pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN, serta Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Hukum Disiplin Protokol Kesehatan.

Dampak besar COVID-19 dan perlambatan aktivitas bisnis membuat perekonomian Indonesia mengalami kontraksi jadi minus 5,32 persen pada kuartal kedua 2020. Sebelumnya, pada triwulan pertama 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 2,97 persen. Meski angka kontraksi pada periode kuartal kedua lebih dalam dari perkiraan semula, namun pemerintah masih menyiratkan optimisme, terutama terkait tidak diambilnya kebijakan ‘lockdown total’ pada awal-awal pandemi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara di kawasan Asean dan negara G20.

Negara lain di dunia juga menghadapi situasi yang luar biasa. Perekonomian menurun sangat signifikan sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan penutupan sekolah, tempat kerja, hingga tempat hiburan.

“Negara-negara di dunia juga masih mengalami struggle untuk menghadapi Covid-19 dan mereka menggunakan instrumen fiskalnya secara luar biasa, kalau kita lihat dari sisi magnitude-nya, seluruh dunia terjadi pelebaran defisit fiskal yang luar biasa besar,” kata Menkeu.

Dicontohkan, negara-negara di Eropa hampir seluruhnya mengalami kontraksi di atas 20 persen pada kuartal kedua. Kontraksi paling kecil dialami Italia yaitu pada level -17,9 persen, Jerman -11,7 persen. Sementara itu, Spanyol dan Inggris terkontraksi 21,1 persen dan 21,7 persen.

Di luar Eropa, India yang pada kuartal kedua mengalami kontraksi lebih dari 23 persen, diperkirakan pada kuartal ketiga akan minus 6,6 persen.

Negara berkembang lainnya, seperti Meksiko yang mengalami kontraksi 18 persen pada kuartal kedua, diproyeksi masih akan minus sebesar 11,5 persen pada kuartal III/2020.

Brutalnya COVID-19 mempengaruhi seluruh perekonomian di dunia, tidak memandang bulu, negara maju, negara barat, negara timur, negara berkembang, negara yang low income, atau high income, semuanya terkena.

Sementara itu, ekonomi negara-negara di kawasan Asean pun masih akan terkontraksi dalam pada kuartal III/2020. Misalnya Malaysia dari kontraksi 17,1 persen pada kuartal kedua, diproyeksikan masih minus 4,5 persen pada kuartal III/2020.

Ekonomi Filipina dan Thailand pada kuartal III/2020 juga diperkirakan masih terkontraksi masing-masingnya -6,3 persen dan -9,3 persen. Sedangkan ekonomi Singapura, yang sangat tergantung pada perdagangan dan pariwisata, diperkirakan terkontraksi -6 persen pada kuartal ketiga.

Indonesia relatif dalam situasi yang cukup baik meskipun ini tentu tidak membuat kita terlena. Kita tetap berusaha untuk mengembalikan perekonomian kita kepada zona positif.

Kondisi ekonomi yang melambat tapi tidak terperosok terlalu dalam ini, beruntungnya, ditunjang oleh kepercayaan publik yang masih cukup tinggi kepada pemerintah.

Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terkait kepuasan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dari hasil temuan Indikator, tercatat persentase kepuasan kinerja Presiden Jokowi selama September tahun ini sebesar 68,3 persen. Untuk variabel survei, Indikator menyebut kinerja Presiden mencakup secara umum, tak hanya soal penanganan pandemi Covid-19.

Sementara itu, Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan mayoritas responden merasa nyaman dengan kinerja Presiden Jokowi pada masa pandemi Covid-19.

Dari 803 responden dari kalangan pekerja di Jakarta, sebanyak 62,6 persen responden merasa nyaman dengan kinerja Presiden Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19, sedangkan 37,4 persen responden menyatakan tidak nyaman dengan kinerja Presiden Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19.

Pada situasi politik dan ekonomi di mana terjadi anomali seperti saat ini, kepercayaan publik kepada pemerintah merupakan hal yang sangat langka dan menjadi modal kuat untuk melangkah.

Pandemi memang masih belum berlalu. Meski demikian, harapan akan tumbuhnya perekonomian lebih baik menyiratkan harapan cerah, seiring kepastian vaksinasi pada akhir tahun ini. Air dalam gelas kita memang tidak penuh, tapi cara pandangnya harus diubah: bukan setengah gelas kosong, tapi masih ada setengah gelas penuh sebagai kapital berarti menuju hari esok.

Sikap optimisme dan perspektif setengah gelas terisi harus kita jaga, karena hanya mereka yang memiliki keyakinan yang akan menguasai pertempuran.

Selain itu, modal bersama melangkah sebagai satu kekuatan utuh sebagai bangsa juga adalah aspek penting untuk menjadi pemenang dari krisis besar ini.

Semua itu seperti ditekankan Presiden Jokowi dalam pengantar Rapat Terbatas Strategi Penanganan COVID-19 dari Istana Kepresidenan Bogor, 3 Oktober 2020 lalu.

“Pencapaian kita sejauh ini tidak buruk, angka-angkanya jelas. Tapi jangan membuat kita terlena. Kita harus waspada, kita harus tetap bekerja keras. Wabah ini jangan diremehkan. Ini realita. Tapi jangan membuat kita pesimistis. Tujuh bulan ini Indonesia membuktikan mampu mengatasi masalah. Belum sempurna, ya, tapi bisa kita perbaiki bersama-sama.

Mengatasi pandemi ini memang sulit, memerlukan kerja keras bersama, dan saya yakin kita akan dapat melakukannya. Yang penting dalam situasi seperti ini jangan ada yang berpolemik, dan jangan ada yang membuat kegaduhan-kegaduhan.”

*) Prof. Dr. Widodo Muktiyo, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika
Oleh Widodo Muktiyo *)
COPYRIGHT © ANTARA 2020

Tutup

Berharap segera terkendali

Oleh Sri Muryono
Berharap segera terkendali

 

Jakarta (ANTARA) - Meski jumlah orang yang terkonfirmasi positif terinfeksi "Coronavirus Disease 2019" atau COVID-19 di Indonesia bertambah setiap hari, namun seiring itu angka kesembuhan juga terus meningkat.

Angka-angka kasus baru yang diumumkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 setiap sore menunjukkan pertambahan yang fluktuatif. Kadang naik, kadang turun tetapi secara kumulatif beranjak meningkat.

Simak data yang diumumkan Satgas Penanganan COVID-19 pada Kamis (1/10) tercatat jumlah kasus baru 4.174 orang, Jumat (2/10) sebanyak 4.317 orang, Sabtu (3/10) sekitar 4.007 orang, Minggu (4/10) tembus 3.992 orang, Senin (5/10) mencapai 3.622 orang, Selasa (6/10) terdapat 4.056 orang dan Rabu (7/10) sebanyak 4.538 orang.

Selanjutnya, Kamis (8/10) tercatat 4.850 orang, Jumat (9/10) sebanyak 4.094 orang, Sabtu (10/10) mencapai 4.294 orang, Ahad (11/10) tembus 4.497 orang, Senin (12/10) terdapat 3.267 orang, Selasa (13/10) sekitar 3.906 orang, Rabu (14/10) meningkat 4.127 orang, Kamis (15/10) naik menjadi 4.411 orang dan Jumat (16/10) mencapai 4.301 orang.

Kemudian Sabtu (17/10) sebanyak 4.301 orang, Ahad (18/10) tercatat 4.105 orang, Senin (19/10) menjadi 3.373 orang, Selasa (20/10) sekitar 3.602 orang dan Rabu (21/10) tembus 4.267 orang.

Dari angka itu, grafik dan kurva perkembangan penyebaran COVID-19 secara umum terus naik. Saat diumumkan pertama kali 2 Maret masih dua pasien, namun pada 21 Oktober 2020 sudah mencapai 373.109 kasus.

Jumlah tersebut menunjukkan sebanyak 297.509 pasien atau sebagian besar telah sembuh. Sebanyak 62.743 masih dirawat di rumah sakit maupun isolasi di hotel dan rumah sendiri.

Namun harus diakui bahwa hingga 21 Oktober, terdapat 12.857 pasien meninggal dunia. Dari sebarannya, COVID-19 telah menjangkau 34 provinsi di Tanah Air yang mencakup 501 kabupaten dan kota.

Turun

Hingga Rabu, data kumulatif kasus positif COVID-19 tertinggi secara domestik terjadi di DKI Jakarta dengan 97.217 kasus diikuti oleh Jawa Timur 49.801 kasus. Lalu Jawa Barat 31.907 kasus, Jawa Tengah (30.218 kasus) dan Sulawesi Selatan (17.690 kasus).

Pasien sembuh paling banyak dilaporkan di DKI Jakarta sebanyak 82.085 orang, Jawa Timur (43.671), Jawa Tengah (24.704), Jawa Barat (21.371) dan Sulawesi Selatan (15.322).

Sedangkan total kematian paling banyak terjadi di Jawa Timur yakni 3.606 jiwa, diikuti oleh DKI Jakarta 2.089 jiwa, Jawa Tengah (1.620 jiwa), Jawa Barat (616 jiwa), Sumatera Utara (509 jiwa) dan Kalimantan Selatan (459 jiwa).

Meski angka harian masih menunjukkan kenaikan, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mencatat kasus aktif COVID-19 menurun 6,7 persen dari 23,6 persen pada 20 September menjadi 16,93 persen, 20 Oktober 2020.

"Itu sebuah prestasi yang sangat luar biasa," kata Doni Monardo dalam diskusi yang disiarkan televisi di Jakarta, Selasa malam.


Seorang karyawan keluar dari laboratorium mini usai menjalani tes usap antigen di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jakarta, Jumat (16/10/2020). Layanan laboratorium mini tes usap antigen yang menyasar pegawai BPKP, auditor, dan tamu pimpinan BPKP tersebut bertujuan meningkatkan perlindungan terhadap pegawai dan memutus mata rantai penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.

Selain kasus aktif turun, angka kesembuhan per 20 Oktober juga mencapai 79,61 persen, meningkat tujuh persen dibandingkan tingkat kesembuhan 72,5 persen pada 20 September 2020. Hal itu juga dinilai sebagai sebuah "prestasi" yang sangat membanggakan bagi upaya pemerintah untuk mengendalikan pandemi COVID-19.

Tetapi memang harus diakui bahwa angka kematian masih di atas angka global, yaitu mencapai 3,45 persen. Sementara angka global adalah 2,85 persen.

Meski demikian, Doni menekankan bahwa pada awal wabah ini, angka kematian Indonesia mendekati 9,8 persen.

"Alhamdulillah hari ini telah turun sangat pesat sekali dan mudah-mudahan para dokter kita semakin terampil, semakin terlatih, semakin memiliki pengetahuan yang cukup sehingga bisa menyembuhkan pasien dengan lebih baik lagi," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut.

Risiko

Berdasarkan data, pasien dalam kondisi gejala ringan memiliki risiko kematian nol persen, sedangkan yang sembuh 100 persen. Tetapi ketika gejala menjadi sedang, maka risiko kematian mencapai 2,6 persen.

Kemudian ketika gejala meningkat menjadi berat risiko, kematiannya juga meningkat hingga mencapai 6-7 persen. Saat kondisi kritis, pasien tersebut berisiko meninggal hingga mencapai 67,5 persen.

Artinya, kalau semua bisa mengetahui gejala lebih awal dan ada intervensi dari semua pihak, termasuk pimpinan di daerah dan para kepala Puskesmas untuk mengingatkan masyarakat agar bersedia isolasi mandiri. Maka warga yang sakit bisa dipantau dan pasien yang tanpa gejala bisa pula disembuhkan.

Agar lebih baik dalam mengendalikan pandemi COVID-19, Presiden Joko Widodo meminta kepada Satgas Penanganan COVID-19 untuk meningkatkan kemampuan 3T, yaitu testing (pemeriksaan), tracing (penelusuran) dan treatment (pengobatan).

Saat ini tingkat pemeriksaan kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 82 persen dari yang ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Bahkan tingkat pemeriksaan di Indonesia masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain dalam hal pemeriksaan harian.

Meski demikian, pemeriksaan belum dilakukan secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Ada provinsi dengan tingkat kemampuan yang sangat tinggi, tetapi ada juga beberapa provinsi lainnya yang masih jauh di bawah standar.

Untuk tingkat tracing atau penelusuran, Satgas COVID-19 juga telah berupaya melakukan peningkatan dengan cara memperbesar kemampuan petugas di Puskesmas. Orang yang memiliki kontak erat dengan pasien COVID-19 bisa langsung dilakukan pemeriksaan.

Demikian halnya dengan pengobatan yang terus-menerus ditingkatkan. Pemerintah tidak cukup hanya menyiapkan rumah sakit lapangan, termasuk rumah sakit darurat COVID-19 yang telah tersedia, namun harus menyiapkan juga sejumlah fasilitas hotel untuk orang yang diketahui positif COVID-19 tanpa gejala.

Ini semua demi memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan meningkatkan mutu kehidupan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Antisipasi

Pelayanan dan kesiapan tenaga kesehatan beserta rumah sakit diyakini berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan. Pencegahan yang terus dioptimalkan dan perbanyakan tempat isolasi mandiri juga telah mampu mengurangi kecenderungan pasien bergejala ringan dirawat di rumah sakit.

Ruang-ruang perawatan dan isolasi pasien di rumah sakit tersedia semakin memadai. Maka tidak akan terjadi penumpukan atau antrean di loket pendaftaran pasien.

Itulah sebabnya jumlah keterpakaian ruang isolasi dan ruang ICU rumah sakit rujukan COVID-19 rata-rata sudah di bawah 60 persen dari total kapasitas.

Jadi, kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar, kekhawatiran terjadinya penumpukan pasien di rumah sakit tidak lagi terjadi seperti sebelumnya karena sudah diantisipasi.

Dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu, penurunan tingkat keterpakaian tersebut karena penanganan pasien COVID-19 berdasarkan gejala. Karena itu, tidak seluruhnya yang terkonfirmasi positif dirawat di rumah sakit.


Pekerja membersihan kamar dengan disinfektan di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta, Jumat (5/6/2020). Sejumlah hotel di Yogyakarta telah menyiapkan fasilitas dengan protokol kesehatan COVID-19 sebagai salah satu bentuk kesiapan menyambut tatanan normal baru. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/pras)

Isolasi untuk yang gejala ringan sudah di asrama isolasi dan di hotel. Kini sudah dipilah mana yang layak dirawat di rumah sakit dan mana yang bisa isolasi mandiri.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan penekanan kepada seluruh pihak untuk terus memantau perkembangan kasus baru. Selain itu, pengetesan, pelacakan dan perawatan, serta penanganan pasien berdasarkan gejala.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan telah membentuk Tim Task Force COVID-19 (TFC-19). Tim telah dikirim ke-12 provinsi prioritas penanganan COVID-19 untuk meninjau di lapangan dan evaluasi penanganan COVID-19 di daerah.

Tim TFC-19 memeriksa penanganan COVID-19 di daerah. Mulai dari sarana dan prasarana fasilitas kesehatan seperti ruang isolasi dan ruang ICU, pengecekan laboratorium hingga pendampingan penanganan COVID-19 bagi tenaga kesehatan di daerah.

Penanganan COVID-19 di daerah harus sama atau terstandar dengan langkah pemerintah pusat. Hal itu dilakukan dalam rangka penurunan angka kasus baru, penurunan angka kematian dan peningkatan angka kesembuhan pasien akibat COVID-19.

Dengan langkah itu dan pengerahan seluruh sumber daya yang dimiliki bangsa ini, diyakini "pagebluk" ini mampu segera diatasi. Kecepatan penanganannya sedang diuji dengan penyebaran virus yang bermula dari Wuhan, China tersebut.

Seperti diuraikan dalam "Buku Laporan Tahunan 2020, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf: Bangkit Untuk Indonesia Maju" yang diterbitkan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) bahwa "Pemerintah bergerak cepat berkejaran dengan sebaran COVID-19".

Oleh Sri Muryono
Editor: Taufik Ridwan
COPYRIGHT © ANTARA 2020

Tutup

Kerja menghadapi pandemi

Oleh Ganet Dirgantara
Kerja menghadapi pandemi
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas (ratas) mengenai antisipasi penyebaran Covid-19 saat libur panjang akhir Oktober tahun 2020. Ratas tersebut dilaksanakan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, (19/10/2020). Presiden Jokowi menginstruksikan jajaran terkait untuk mempersiapkan dengan detail dan hati-hati rencana pemberian vaksin Covid-19. ANTARA/BPMI Setpres/Kris/pri.

 

Jakarta (ANTARA) - Setahun Jokowi-Ma'ruf penuh dengan tantangan mengingat sebagian besar kerja pemerintahan harus dihabiskan untuk berperang menghadapi virus corona (COVID-19).

Bahkan dua menteri dalam Kabinet Indonesia Maju ikut tumbang menghadapi virus ganas ini.

Saat ini hampir seluruh negara di dunia harus "berperang" menghadapi musuh yang tak terlihat, polisi dan tentara pun dilibatkan sekedar mengingatkan warga mengenai betapa berbahayanya virus ini.

Pelibatan mereka juga untuk mengambil sikap tegas dalam menegakkan protokol kesehatan COVID-19 tak terkecuali Indonesia.

Saat awal COVID-19 merebak di Indonesia pada awal Maret 2020, berbagai langkah antisipasi telah dijalankan Presiden Joko Widodo mulai dari penyaluran paket bantuan bagi warga yang terdampak wabah hingga kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Sempat terjadi polemik di DKI Jakarta sebagai provinsi pertama virus ini merebak untuk memberlakukan lockdown (karantina wilayah). Presiden Joko Widodo lantas menyiapkan kebijakan PSBB sesuai perundang-undangan, yakni karantina wilayah

Awalnya banyak yang menilai kebijakan lockdown lebih tepat untuk memutus mata rantai penularan virus ini. Kenyataannya dengan kebijakan PSBB saja sudah banyak masyarakat yang kesulitan karena kehilangan penghasilannya akibat perusahaan, pusat belanja, pertokoan, hotel, bahkan objek wisata tidak bisa beroperasi normal, bahkan beberapa harus tutup.

Dampaknya mulai dirasakan pada semester I 2020 ekonomi mulai mengalami perlambatan bahkan pada kuartal III 2020 diprediksi akan minus 3 persen. Sedangkan pada akhir tahun diprediksi minus 1 persen.

Jelas tantangan ini bukan hal yang mudah membutuhkan berbagai upaya agar terlepas dari krisis ekonomi.

Di tengah pandemi, Presiden Jokowi masih tetap pada komitmennya dalam mewujudkan program-program strategisnya meliputi pembangunan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi.

Program-program itu tetap dijalankan namun difokuskan lagi dan dilakukan realokasi anggaran terutama pada bidang kesehatan dan pemulihan ekonomi terutama bagi sektor usaha mikro, kecil, menengah serta koperasi.


Ilustrasi - Dua orang tenaga kesehatan memeriksa mobil ambulans yang akan masuk ke Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.

Darurat

Presiden mengatakan dalam menghadapi bencana pandemi COVID-19 pemerintah harus bekerja cepat berbagai beleid diterbitkan sebagai payung hukum dalam situasi darurat.

Bahkan presiden mengibaratkan sebagai kendaraan yang tengah melaju kencang dalam situasi darurat tentunya tidak bisa berhenti mendadak. Maka gas dan rem harus berjalan proporsional.

Intinya keselamatan dan kesehatan menjadi prioritas utama pemerintah berbarengan dengan berbagai upaya untuk memulihkan ekonomi.

Pemerintah saat ini harus bermain seimbang pada satu sisi harus memperbanyak tes COVID-19 dan segera menemukan vaksin. Di sisi lain membuat ekonomi terus berdenyut meskipun diprediksi sampai akhir tahun bakal terkoreksi.

Menteri Ristek Bambang PS Brodjonegoro mengatakan salah satu tantangan yang dihadap ekonomi di Indonesia adalah menganut sistem terbuka sehingga kondisi di dalam negeri tidak lepas pengaruhnya terhadap kondisi ekonomi global yang sama-sama juga tengah berjuang menghadapi COVID-19.

Mengingat belum ada vaksin dan obat yang efektif agar penderita yang terinfeksi dapat disembuhkan maka setiap negara saat ini berlomba-lomba melakukan riset untuk memerangi wabah COVID-19. Sejak kasus pertama COVID-19 masuk ke Indonesia bulan Maret 2020, Pemerintah Indonesia juga telah melakukan riset terhadap virus ini.

Riset dalam menghadapi wabah COVID-19 memiliki peranan penting agar Indonesia tidak terlalu bergantung kepada negara lain. Namun dengan wabah ini membuat perguruan tinggi, sektor usaha dan pemerintah bekerja sama untuk melakukan inovasi salah satunya dengan ventilator yang kini bisa diproduksi di dalam negeri.

Padahal awalnya ventilator ini sangat mahal wabah ini mendorong perguruan tinggi berupaya membuat ventilator dari bahan yang ada di Indonesia. Gayung bersambut riset ini mendapat dukungan dari sektor usaha sehingga akhirnya bisa diproduksi masal.

Penemuan lain yang terus digenjot adalah alat tes dengan akurasi yang tepat dan hasil yang cepat. Inipun bisa dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya di dalam negeri, temuan lainnya alat-alat yang efektif yang membasmi virus, serta terakhir penemuan vaksin.

Vaksin COVID-19 sama dengan penemuan lainnya tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada impor, namun harus bisa memproduksi sendiri. Indonesia diperkirakan membutuhkan 250 juta ampul dan kalau dua kali penyuntikan bisa 500 juta ampul.

Saat ini sudah ada kerja sama Biofarma Bandung dengan Sinovac yang diperkirakan dapat diaplikasikan awal 2021 setelah melalui serangkaian proses pengujian. Harapannya 500 juta ampul dapat segera tersedia agar Indonesia segera terbebas dari virus berbahaya ini.


Seorang anggota staf menunjukkan sampel vaksin COVID-19 nonaktif di Sinovac Biotech Ltd. yang berada di Beijing, China, 11 April 2020. (ANTARA FOTO/Xinhua/Zhang Yuwei/pras)

Mata Rantai

Presiden dalam upaya memutus mata rantai penularan COVID-19 telah menerbitkan sejumlah peraturan dan perundangan yang dibuat dalam waktu yang berdekatan. Mulai dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 melalui Keppres Nomor 7 Tahun 2020 dan Penetapan PSBB melalui PP Nomor 21 Tahun 2020.

Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui Keppres Nomor 11 Tahun 2020, Pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN berdasarkan Perpres Nomor 82 Tahun 2020, Penegakan Hukum Disiplin Protokol Kesehatan melalui Inpres Nomot 6 Tahun 2020,.

Refocusing APBN 2020 untuk Penanganan Pandemi melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2020 serta Perppu Kebijakan Keuangan untuk Penanganan COVID-19 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Rangkaian peraturan dan perundangan ini juga dibarengi dengan perubahan alokasi anggaran secara besar-besaran untuk menangani wabah ini. APBN 2020 yang disusun sebelum pandemi terpaksa direvisi karena tak bisa menjawab kebutuhan darurat penanganan situasi.

Payung hukum pun disiapkan dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian menjadi UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID-19.

Beleid keuangan ini sesungguhnya memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk merespon situasi secara extraordinary. Antara lain juga memberikan relaksasi defisit mengingat kebutuhan belanja negara untuk menangani COVID-19 meningkat pada saat pendapatan negara menurun.

APBN 2020 pun sudah diubah dua kali dari defisit sebesar 5,07 persen menjadi 6,34 persen terhadap PDB. Alokasi penanganan COVID-19 menjadi Rp695,2 Triliun dengan Rp87,55 triliun di antaranya difokuskan untuk kesehatan.

Dalam RAPBN, pos anggaran serupa juga dialokasikan senilai RP169,7 triliun mengingat dampak pandemi diduga masih berjalan hingga 2021. Kebijakan relaksasi defisit tetap akan berlanjut pada 2021.

Di tengah ancaman ketidakpastian global dan domestik, pemerintah tetap fokus pada
upaya penyelamatan dari COVID-19, mempercepat pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi.

Berbagai regulasi dan penyesuaian anggaran ini kemudian diikuti dengan sejumlah pemerintah daerah. Hasilnya dapat dilihat saat ini meskipun angka positif masih mengalami kenaikan namun tingkat kesembuhan terus mengalami kenaikan serta angka-angka kematian dapat ditekan.

Awal Oktober 2020 Jubir Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito mengatakan kasus meninggal kumulatif masih 3,7 persen di atas rata-rata dunia 2,98 persen namun angka itu terus mengalami penurunan. Sedangkan kasus aktif COVID-19 Indonesia berada di 21,2 persen masih di bawah rata-rata dunia.

Angka kesembuhan pasien COVID-19 mencapai 75 persen atau di atas rata-rata dunia 74,43 persen.

Kunci keberhasilan mengatasi COVID-19 tidak bisa di atasi dengan aturan dan perundangan saja, namun juga disikapi dengan dukungan pemerintah daerah termasuk warganya.

Kebijakan yang longgar hanya akan membuat angka yang terus turun ini berpotensi untuk mengalami kenaikan.

Oleh Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2020

Tutup
Sumber: youtube resmi Presiden Joko Widodo
bergerak-bersama-lawan-covid-01

Menjaga Ekonomi

Sama seperti negara-negara lain, pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung lebih dari delapan bulan membuat perekonomian Indonesia tertekan. Pemerintah perlu menarik rem dan gas untuk memastikan perputaran roda ekonomi nasional sementara di sisi lain penanganan virus tak diabaikan.

Setahun Jokowi-Ma'ruf, banyak aksi demi gaet relokasi investasi

Masih melekat dalam ingatan, betapa kecewanya Presiden Joko Widodo saat mengungkapkan banyak perusahaan yang merelokasi industrinya dari China justru ke Vietnam, bukan ke Indonesia.

Baca Artikel

Merajut asa pertumbuhan ekonomi lebih baik 2021

“Saya tidak akan pernah berhenti mengingatkan kita semua bahwa jangan lah kita lelah mencintai Republik ini,” adalah rangkaian kata yang selalu didengungkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk memberi percikan semangat bagi seluruh masyarakat.

Baca Artikel

Efektivitas rem dan gas untuk selamatkan ekonomi

Setahun Jokowi-Ma'ruf penuh dengan tantangan mengingat sebagian besar kerja pemerintahan harus dihabiskan untuk berperang menghadapi virus corona (COVID-19).

Baca Artikel

Setahun Jokowi-Ma'ruf, banyak aksi demi gaet relokasi investasi

Oleh Ade Irma Junida
Setahun Jokowi-Ma'ruf, banyak aksi demi gaet relokasi investasi
Presiden Joko Widodo (tiga kanan) didampingi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (tiga kiri), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (kiri), Bupati Batang Wihaji (empat kiri) dan jajaran menteri lainnya berbincang saat peninjauan Kawasan Industri Terpadu Batang dan Relokasi Investasi Asing ke Indonesia di Kedawung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (30/6/2020). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/hp.

 

Jakarta (ANTARA) - Masih melekat dalam ingatan, betapa kecewanya Presiden Joko Widodo saat mengungkapkan banyak perusahaan yang merelokasi industrinya dari China justru ke Vietnam, bukan ke Indonesia.

Kala itu, saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden Jakarta pada 4 September 2019, Presiden menyampaikan kekecewaan dan kekesalannya karena tidak ada satu pun dari 33 perusahaan yang melakukan relokasi dari China memilih Indonesia.

"...Dari 33 (perusahaan) tadi, sekali lagi, 33 perusahaan di Tiongkok yang keluar, kita ulang, 23 ke Vietnam, 10 ke Kamboja, Thailand dan Malaysia, tidak ada yang ke Indonesia," kata Presiden Jokowi.

Dari kejadian itu, Presiden Jokowi menyebut soal tidak menariknya Indonesia bagi investor harus bisa diselesaikan. Ia juga menyoroti perlunya melakukan transformasi perizinan untuk memudahkan investasi masuk ke Tanah Air. Pasalnya, kondisi perang dagang yang berkecamuk dalam beberapa tahun belakangan harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi Indonesia yang memiliki pasar besar ini.

Tidak ingin terus kecewa, masuk ke periode kedua kepemimpinan Jokowi yang kali ini bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin, segera melakukan banyak aksi untuk bisa menggaet relokasi investasi, mulai dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja hingga menyiapkan lokasi yang atraktif bagi para investor yang ingin masuk ke Indonesia.

Meski menderita terkena dampak negatif perang dagang di mana diantaranya kebanjiran produk asal China, Indonesia dinilai punya peluang memanfaatkan kondisi tersebut.

Sebelum ada pandemi, China yang kehilangan pasar AS sibuk merelokasi industri mereka ke luar negeri. Hal itu dilakukan, guna menghindari bea masuk yang tinggi ke negeri Paman Sam.

Di sisi lain, Indonesia juga bisa membidik peluang relokasi industri dari negeri Tirai Bambu tersebut. Poin plus lainnya, Indonesia juga bisa menyasar investasi AS yang tidak ingin menempatkan industrinya di China. Terlebih, Indonesia menjadi salah satu destinasi menjanjikan di Asia Tenggara.

Selain masih terus bergulirnya perang dagang antara AS dan China, kondisi pandemi COVID-19 juga membuat opsi relokasi investasi terus dilakukan sejumlah perusahaan. Banyak negara menyadari tingginya ketergantungan terhadap produk China sehingga membuat mereka merelokasi industrinya dari negeri panda itu.

Sayangnya, meski punya peluang, Vietnam telah menjelma bak ratu di kawasan ASEAN yang selalu lebih cantik. Perizinan yang lebih mudah serta harga lahan dan tenaga kerja yang kompetitif disinyalir jadi faktor yang membuat Vietnam lebih menggiurkan untuk disinggahi para investor.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui Indonesia memang kalah dari Vietnam dalam tiga hal, yakni birokrasi, tanah dan upah.

Dengan modal yang ada Indonesia pun kemudian berbenah, salah satunya dengan mulai menyiapkan lahan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah, dengan penawaran yang atraktif.

KIT Batang dibangun dengan kolaborasi BUMN, di mana investor tidak perlu membeli lahan. Investor juga diklaim bisa mendapatkan sewa lahan gratis dalam lima hingga 10 tahun pertama. Demikian pula dengan dukungan infrastruktur dasar dan pendukung yang akan disediakan sepenuhnya oleh negara.

"Judul yang kita kembangkan di sana (Batang) yaitu silakan (investor) datang, yang penting investasi serius, harga tanah terjangkau. Seluruh perizinan nanti BKPM yang urus, mau izin provinsi, izin pusat, izin kabupaten, biar BKPM yang urus. Harga tanahnya pasti lebih murah dari Vietnam," kata Bahlil.

Tidak hanya menyiapkan lahan industrinya, hal lain yang dilakukan pemerintah yakni mengebut pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang akhirnya rampung awal Oktober 2020, tepat sebelum resmi setahun periode kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin.

UU Omnibus Law Cipta Kerja diklaim akan menyederhanakan perizinan usaha sehingga investasi akan lebih mudah masuk dan lapangan pekerjaan bisa tercipta.


Dokumentasi - Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (ketiga kiri), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (ketiga kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri), Mendagri Tito Karnavian (kanan), Jaksa Agung ST Burhanuddin (keempat kanan), Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz (kedua kanan) dan Seskab Pramono Anung (kiri) menekan tombol saat membuka Rakornas Investasi 2020 di Jakarta, Kamis (20/2/2020). Rakornas yang membahas berbagai permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam rangka memfasilitasi investasi di daerah itu mengusung tema "Investasi untuk Indonesia Maju". ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

153 perusahaan

Untuk memuluskan rencana menggaet relokasi investasi global ke Indonesia, BKPM membentuk tim mawar atau Satuan Tugas (Satgas) khusus yang akan melakukan identifikasi hingga pendampingan bagi perusahaan yang ingin merelokasi industrinya ke Indonesia. Satgas tersebut berisi jajaran BKPM yang pernah menjadi kepala perwakilan di luar negeri.

BKPM memiliki Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) atau perwakilan resmi yang bertugas mempromosikan investasi Indonesia kepada investor di luar negeri. Total ada delapan perwakilan BKPM di luar negeri yakni di Abu Dhabi, Tokyo, Seoul, London, Sydney, Taipei, Singapura dan New York.

Berdasarkan identifikasi BKPM, setidaknya sebanyak 153 perusahaan disebut-sebut siap masuk ke Indonesia dan merelokasi investasinya setelah disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja.

BKPM mencatat hingga September 2020, sudah ada satu perusahaan asal Taiwan yang telah melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pabrik di Subang, Jawa Barat. Ada 13 perusahaan lain yang memastikan diri akan merelokasi investasi senilai 6,9 miliar dolar AS dengan potensi penyerapan tenaga kerja hingga 65 ribu orang.

Sebanyak 15 perusahaan telah menyatakan komitmen investasi senilai 21,5 miliar dolar AS dengan estimasi penyerapan tenaga kerja hingga 61 ribu orang. Selain itu, ada 124 perusahaan potensial yang akan merelokasi industrinya ke Indonesia dengan total investasi 41,4 miliar dolar AS dan potensi penyerapan tenaga kerja hingga 162 ribu orang.

Ratusan perusahaan itu berasal dari beberapa negara, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, Amerika Serikat, China hingga Eropa. Terdapat pula pengusaha dari dalam negeri dari daftar tersebut. Mereka mengaku kerap dipersulit untuk mendapatkan izin usaha. Disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja diklaim meyakinkan para investor itu untuk berinvestasi di Indonesia.

Presiden Jokowi boleh lega, relokasi investasi yang diharapkan kini mulai berdatangan. Pekerjaan rumah yang menanti selanjutnya adalah mempertahankan minat investor agar tetap betah berbisnis di Indonesia dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi rakyat.

Oleh Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2020

Tutup

Merajut asa pertumbuhan ekonomi lebih baik 2021

Oleh Astrid Faidlatul Habibah
Merajut asa pertumbuhan ekonomi lebih baik 2021 Tangkapan layar - Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam seminar daring di Jakarta, Sabtu (24/10/2020). ANTARA/Aji Cakti/aa.

 

Jakarta (ANTARA) - “Saya tidak akan pernah berhenti mengingatkan kita semua bahwa jangan lah kita lelah mencintai Republik ini,” adalah rangkaian kata yang selalu didengungkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk memberi percikan semangat bagi seluruh masyarakat.

Rangkaian kata tersebut sekiranya merupakan simbol pantang menyerah seluruh elemen bangsa di saat negara tercinta sedang didera krisis pandemi COVID-19 yang mampu mengoyak hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Terlebih lagi sebenarnya Indonesia memiliki optimisme tinggi saat menyambut awal tahun ini mengingat sinyal positif dari ekonomi global yang pada tahun sebelumnya penuh gejolak seperti perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang mulai mereda.

Optimisme itu seakan terenggut ketika COVID-19 yang awalnya hanya menyerang Kota Wuhan, China, akhirnya merebak ke berbagai negara hingga resmi dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret.

Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 memberikan kabar sangat mengejutkan bahwa dua Warga Negara Indonesia (WNI) terinfeksi COVID-19 yang otomatis merupakan kasus pertama bagi negara ini hingga seluruh masyarakat seketika panik.

Dari dua kasus COVID-19 pertama yang terjadi pada Maret lalu tersebut hingga kurang lebih tujuh bulan telah berlalu krisis kesehatan ini masih enggan berakhir.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 total kasus COVID-19 di Indonesia sampai 24 Oktober 2020 mencapai 385.980 orang dengan 309.219 orang di antaranya dinyatakan sembuh dan 13.205 orang meninggal dunia.

Ekonomi merosot

Jumlah kasus COVID-19 yang terus meningkat akhirnya memaksa pemerintah untuk mengambil keputusan dalam rangka menekan penyebarannya yakni menginjak rem darurat melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Penekanan jumlah kasus yang sementara ini hanya dapat dilakukan dengan menjaga jarak selama vaksin belum tersedia menyebabkan masyarakat mengurangi sebagian besar aktivitasnya.

Kini mayoritas aktivitas masyarakat dilakukan dari rumah termasuk bekerja melalui sistem work from home (WFH), namun tidak semua sektor dapat menerapkan sistem kerja tersebut seperti sektor industri.

Sektor industri harus mengurangi jumlah karyawan yang bekerja setiap hari dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 sehingga berimbas pada berkurangnya pendapatan dan tertekannya produktivitas.

Sektor lain seperti UMKM, pariwisata, transportasi, hingga perdagangan lebih tertekan seiring dengan semakin sedikit masyarakat yang berani beraktivitas normal seperti berpergian atau berbelanja.

Seiring dengan penurunan pendapatan maka perusahaan terpaksa mengurangi jumlah karyawan melalui pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menekan biaya operasional sehingga jumlah pengangguran meningkat.

Presiden Joko Widodo menyebutkan di tengah pandemi terdapat sekitar 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak COVID-19 serta 2,9 juta penduduk usia kerja baru setiap tahun.

Peningkatan jumlah pengangguran sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk miskin yang diprediksikan Bappenas bertambah 2 juta orang pada akhir 2020 dibandingkan 2019.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang atau meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019.

Pandemi dan PSBB yang masih terus berlangsung hingga kini tentu akan semakin meningkatkan jumlah pengangguran maupun penduduk miskin Indonesia.

Sementara itu outlook tingkat kemiskinan pada tahun ini adalah sebesar 9,7 persen sampai 10,2 persen dengan target penurunan tingkat kemiskinan di level 9,2 persen hingga 9,7 persen untuk 2021.

Peningkatan jumlah masyarakat miskin tercermin pada penurunan kinerja konsumsi rumah tangga yang pada triwulan II 2020 mencapai 5,51 persen.

Penurunan kinerja konsumsi rumah tangga tersebut menjadi pemicu utama kontraksi ekonomi Indonesia yang pada triwulan II 2020 mencapai minus 5,32 persen.

Untuk kuartal III, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan masih akan berada di zona negatif namun lebih baik yaitu berada di sekitar minus 2,9 persen hingga minus 1 persen dengan konsumsi RT dan LNPRT minus 3 hingga 1,5 persen.

Untuk kuartal IV, Sri Mulyani mengupayakan agar pertumbuhan ekonomi mampu mendekati nol persen sehingga target pemerintah tahun ini yang sebesar minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen bisa tercapai.

Sementara itu, beberapa lembaga internasional yang awalnya optimis terhadap perekonomian Indonesia tahun ini pun turut merevisi proyeksinya akibat krisis pandemi COVID-19.

Dana Moneter Internasional (IMF) mengubah proyeksinya dari minus 0,3 persen menjadi minus 1,5 persen dan Bank Dunia mengubah di kisaran minus 2 persen sampai minus 1,6 persen dari sebelumnya di level nol persen.

Kemudian angka prediksi dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga lebih dalam dari sebelumnya yaitu minus 3,9 persen sampai minus 2,8 persen menjadi minus 3,3 persen.

Perluasan stimulus

Pemerintah tak gentar untuk berusaha mencapai target pertumbuhan tahun ini meskipun terus direvisi lebih dalam seiring aktivitas perekonomian masih tertekan karena pandemi belum berakhir.

“Berikan karya yang terbaik kepada semua,” tegas Menkeu Sri Mulyani.

Pengejaran target dilakukan dengan upaya meningkatkan konsumsi masyarakat yang berkontribusi sebesar 58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Pemerintah mengeluarkan berbagai insentif untuk mendorong konsumsi masyarakat sehingga konsumsi pemerintah harus turut meningkat karena pada kuartal II terkontraksi 6,9 persen.

Konsumsi pemerintah pada kuartal III ditargetkan tumbuh positif mencapai kisaran 9,8 persen sampai 17 persen melalui adanya akselerasi belanja.

Akselerasi belanja salah satunya dilakukan dengan perluasan stimulus III sebagai pelengkap stimulus III yang telah dikeluarkan pada Maret sebesar Rp405,1 triliun untuk kesehatan masyarakat dan perlindungan sosial.

Stimulus III memakan anggaran hingga Rp695,2 triliun atau setara 4,2 persen dari PDB yang difokuskan untuk enam bidang yaitu kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, dan UMKM Rp123,46 triliun.

Kemudian untuk pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta sektoral K/L dan Pemda Rp106,11 triliun dan insentif dunia usaha Rp120,61 triliun.

Realisasi program PEN tersebut hingga 14 Oktober 2020 telah mencapai 49,5 persen atau Rp344,11 triliun yang meliputi bidang kesehatan Rp27,59 triliun, dan perlindungan sosial Rp167,08 triliun.

Selanjutnya insentif untuk sektoral K/L dan pemda terealisasi Rp28 triliun, dunia usaha Rp29,68 triliun dan dukungan untuk UMKM sebesar Rp91,77 triliun.

Untuk terus memaksimalkan penyerapan manfaat dari anggaran PEN, pemerintah turut mempercepat belanja dari enam bidang tersebut mulai Oktober 2020.

Percepatan belanja dilakukan dengan mengubah pola penyaluran misalnya untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan dari tiga bulan sekali menjadi sekali dalam sebulan.

Tak hanya itu, program yang selama ini lambat penyerapannya juga akan direalokasikan untuk belanja di kelompok yang paling cepat terserap seperti perlindungan sosial dan UMKM.

Tambahan belanja dalam program perlindungan sosial di antaranya diarahkan untuk subsidi gaji yang telah terealisasi Rp13,98 triliun untuk 11,65 juta peserta dari target 15,7 juta orang

Hal itu dapat dilakukan karena anggaran PEN untuk perlindungan sosial meningkat dari Rp203,9 triliun menjadi Rp242,01 triliun karena adanya realokasi tersebut.

Realokasi turut dilakukan pada dukungan UMKM menjadi Rp128,05 triliun yang diarahkan untuk Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) dengan realisasi Rp14 triliun kepada 5,9 juta pengusaha mikro dari target Rp22 triliun.

Realokasi untuk perlindungan sosial dan UMKM dilakukan dari anggaran kesehatan Rp3,53 triliun, sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp34,57 triliun, dan program pembiayaan korporasi Rp4,55 triliun.

Harapan ekonomi membaik

Berbagai rangkaian stimulus yang telah digelontorkan sepanjang 2020 diyakini mampu terakselerasi pada 2021 sehingga pemerintah berani menargetkan pertumbuhan sebesar 5 persen.

Prediksi beberapa lembaga internasional terhadap ekonomi Indonesia 2021 pun sama optimisnya dengan pemerintah seperti IMF sebesar 6,1 persen, Bank Dunia 3 persen hingga 4,4 persen, ADB 5,3 persen, serta OECD 5,3 persen.

Pencapaian target akan semakin optimis saat pemerintah memutuskan untuk melanjutkan program PEN hingga 2021 dengan anggaran Rp356,5 triliun meliputi bidang kesehatan Rp25,4 triliun dan perlindungan sosial Rp110,2 triliun.

Kemudian dukungan UMKM Rp48,8 triliun, pembiayaan korporasi Rp14,9 triliun, pembiayaan sektoral dan pemda Rp136,7 triliun, serta insentif usaha Rp20,4 triliun.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan terdapat peluang perekonomian tumbuh positif pada tahun depan seiring dengan sejumlah stimulus dilanjutkan hingga 2021.

Namun Yusuf memberikan catatan bahwa harus ada evaluasi untuk insentif tahun ini karena akan menjadi pelajaran bagi pelaksanaan insentif 2021.

Pemerintah perlu melakukan persiapan secara maksimal agar penyerapan stimulus 2021 lebih maksimal sehingga mampu mendorong ekonomi tumbuh lebih baik dan mencapai target.

Kemudian harapan ekonomi membaik juga disampaikan oleh Direktur riset CORE Indonesia Piter Abdullah yang memprediksikan ekonomi Indonesia akan pulih secara penuh pada kuartal IV tahun depan.

Menurutnya, kebangkitan ekonomi 2021 mulai dirasakan sejak kuartal II karena ketersediaan vaksin mendorong euforia masyarakat untuk meningkatkan aktivitas, mengakselerasi konsumsi kemudian diikuti oleh perbaikan dunia usaha dan investasi.

“Adanya vaksin akan meningkatkan keyakinan pandemi akan berakhir tahun depan sehingga pemulihan ekonomi bisa dimulai,” katanya.

Pemerintah sendiri telah gencar menyiapkan vaksin dalam waktu dekat seperti yang dikatakan oleh Ketua Tim Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Airlangga memastikan tiga juta vaksin COVID-19 dari Sinovac siap masuk Indonesia akhir 2020 meski perlu waktu untuk kegiatan vaksinasi karena menunggu uji sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Pemerintah dalam mencari sumber-sumber vaksin melakukan diplomasi dan kerja sama dengan sejumlah negara baik secara bilateral maupun lewat mekanisme multilateral yang melibatkan organisasi/lembaga internasional.

Secara bilateral terdapat tiga produsen vaksin asal China yaitu Sinovac, Sinopharm, dan CanSino yang telah sepakat untuk menyediakan konsentrat vaksin COVID-19 bagi Indonesia.

Indonesia meneken kesepakatan untuk pengadaan 143 juta dosis konsentrat vaksin yang dimulai November 2020 dengan Sinovac, kemudian Sinopharm dan CanSino masing-masing 65 juta dan 15 juta hingga 20 juta konsentrat vaksin.

Dikutip dari “Buku Laporan Tahunan 2020, Peringatan Setahun Jokowi-Ma’ruf: Bangkit untuk Indonesia Maju”, Sinovac juga berkomitmen mengadakan 3 juta dosis vaksin siap pakai yang akan dikirim secara bertahap pada November dan Desember.

Selain dengan China, Indonesia menjalin kerja sama vaksin dengan perusahaan teknologi G-24 asal Uni Emirat Arab (UAE) pertengahan Agustus dengan memasok 10 juta dosis vaksin melalui kerja sama dengan PT Kimia Farma.

Kemudian belum lama ini, Indonesia juga berhasil mengamankan 100 juta dosis vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh AstraZeneca yang diharapkan pengiriman pertama vaksin itu dapat dilakukan pada Maret 2021.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan vaksin mampu memberikan harapan dalam proses pemulihan ekonomi karena masyarakat dapat leluasa melakukan aktifitas ekonomi.

“Ketika vaksin sudah lulus uji dan disepekati atau diterima oleh dunia internasional ini memberikan harapan terkait proses pemulihan ekonomi,” ujarnya.

Sementara itu, Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan kunci memulihkan ekonomi selama vaksin belum tersedia adalah dengan menggencarkan testing, tracing, treatment, dan bantuan sosial.

Hal tersebut harus dilakukan demi mengejar perbaikan ekonomi seperti yang telah berhasil dicapai oleh Vietnam dan China dengan masing-masing pertumbuhan kembali positif ke level 3,2 persen dan 0,3 persen pada kuartal II 2020.

Terlebih lagi, Bhima menyatakan distribusi vaksin di Indonesia memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit untuk menjangkau 269 juta penduduk Indonesia dengan kondisi geografis negara yang sangat luas.

“Kuncinya adalah testing, tracing dan treatment serta bantuan sosial yang memadai,” katanya.

Mengutip dari semangat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, segala upaya pemerintah dan masyarakat yang saling bahu-membahu untuk mengeluarkan Indonesia dari krisis pandemi ini pasti akan berhasil.

Sri Mulyani mengingatkan seluruh elemen bangsa untuk tak kenal lelah dan putus asa serta terus berikhtiar dalam membangun dan memperbaiki Indonesia.

“Kita insya Allah berhasil. Oleh karena itu berdoa menjadi penting dan terus-menerus berikhtiar tanpa kenal lelah, tanpa kenal putus asa untuk terus memperbaiki dan membangun Indonesia ,” tegasnya.

Oleh Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2020

Tutup

Efektivitas rem dan gas untuk selamatkan ekonomi

Oleh Indra Arief Pribadi
Efektivitas rem dan gas untuk selamatkan ekonomi
Dokumentasi - Aktivitas jual beli di Pasar Pagi Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2020). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/hp.

 

Jakarta (ANTARA) - Tahun pertama periode kedua Presiden Joko Widodo dihadapkan pada multi-tantangan yang begitu besar ; ketidakpastian penyelesaian perang dagang AS-China, kondisi kahar akibat pandemi COVID-19 hingga terjalnya jalan reformasi perizinan berusaha melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

Jokowi, didampingi Wakil Presiden Ma’ruf Amin, melintasi jalan berkelindan untuk menuntaskan banyak pekerjaan rumah yang tersisa sejak periode pertama.

Ketika Jokowi memimpin di Oktober 2019, tekanan terhadap aktivitas perdagangan dan industri masih terasa, imbas gagalnya kesepakatan damai perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China, dan perlambatan perekonomian di negara-negara maju seperti China, dan motor Uni Eropa seperti Inggris dan Jerman.

Arus perdagangan internasional dari dan ke Indonesia melambat, begitupun ekspor-impor ke negara mitra utama, seperti China. Sementara itu, perluasan ekspor-impor ke negara-negara non-tradisional tidak bisa dilakukan secara cepat.

Pada 2019, neraca perdagangan RI defisit 3,20 miliar dollar AS. Pertumbuhan ekonomi Tanah Air untuk keseluruhan 2019 masih sesuai jalur di 5,02 persen. Namun paruh terakhir atau kuartal IV 2019 menyisakan pertanda perlambatan ekonomi yang mesti diantisipasi pemerintah. Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,97 persen pada kuartal terakhir 2019 itu, atau melambat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,18 persen.

Kondisi ekonomi global juga tidak mendukung aliran investasi yang seharusnya memberikan efek pengganda ekonomi. Instabilitas keamanan karena konflik antara AS-Iran dan, juga demonstrasi besar-besaran di Hong Kong turut menekan pasar keuangan.

Ketidakpastian ekonomi di akhir 2019 dan awal 2020 diperparah dengan munculnya virus Corona baru SARS-CoV-2 yang memicu penyakit COVID-19 di dunia. Badan Kesehatan Dunia menyatakan kondisi darurat kesehatan global setelah berbagai negara di lintas benua terjangkit penyakit menular yang hingga saat ini telah menewaskan 1,1 juta penduduk dunia.


Presiden Joko Widodo aat meninjau pendisplinan protokol kesehatan dan PSBB di Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (26/5) (Indra Arief Pribadi)

Rem dan Gas

Di Indonesia, kasus COVID-19 pertama baru ditemukan pada awal Maret 2020 ketika negara-negara lain sudah mengalami krisis kesehatan dan ekonomi terlebih dahulu. Meskipun demikian, dampaknya bagi perekonomian Tanah Air sangat luar biasa.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 menyusut hingga 2,97 persen (year on year/yoy) karena konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama perekonomian, yang biasanya tumbuh di atas 5,0 persen, melambat hingga 2,84 persen.

Sejalan dengan semakin meluasnya penularan COVID-19 di Tanah Air, pemerintah harus menerapkan darurat kesehatan dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Banyak daerah di Indonesia, yang merupakan sentra perdagangan dan industri, seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat, harus menerapkan PSBB.

Dampak PSBB menyebabkan perekonomian merosot. Hampir semua sektor industri terganggu, penggunaan kapasitas produksi menurun, dan menyebabkan omzet penjualan lesu.

Kondisi ini membuat banyak lapangan usaha melakukan rasionalisasi pegawai atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berimbas pada naiknya angka kemiskinan. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan hingga Juli 2020 mencapai 2,1 juta orang.

Alhasil sesuai prediksi, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 langsung terkontraksi hingga minus 5,3 persen atau laju ekonomi negatif pertama sejak krisis finansial di 1998. Kontraksi ekonomi yang begitu dalam membuat hampir semua pelaku usaha dan konsumen menjerit.

Berbeda dengan krisis 1998 yang disebabkan masalah di sektor keuangan, situasi krisis akibat COVID-19 disebabkan krisis kesehatan masyarakat yang berimbas kepada krisis ekonomi. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo menerapkan respons kebijakan yang cepat dan tepat. Jokowi menganalogikan kebijakannya dengan strategi rem dan gas.

Strategi rem dan gas dari Jokowi ini banyak diterapkan oleh pemerintah daerah dengan melonggarkan PSBB untuk memulai fase adaptasi kebiasaan baru. Pada awal Juni 2020, para pelaku usah dapat menginjak kembali “gas” untuk melaju ke tahap pemulihan dengan syarat kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan.

Pusat perbelanjaan, restoran-hotel, layanan transportasi jarak jauh, destinasi wisata dan perkantoran kembali dibuka agar aktivitas ekonomi bergeliat dan dapur masyarakat tetap mengepul. Namun laju pemulihan ekonomi itu sangat tergantung dengan pengendalian COVID-19. Jika angka penularan meningkat dan memicu risiko yang lebih besar, maka “rem” harus diinjak dengan memperketat kembali PSBB.

Jokowi menekankan keseimbangan antara rem dan gas tanpa harus berpolemik, dengan prinsip bahwa aspek kesehatan masyarakat yang utama, dan aspek ekonomi selanjutnya.

Di pertengahan kuartal III 2020, beberapa indikator ekonomi membaik meski belum sesuai ekspetasi. Setidaknya, indeks kinerja manufaktur yang terlihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia meningkat dari hanya 39,1 pada Juni menjadi 46,9 pada Juli, dan menyentuh 50,8 pada Agustus 2020.


Foto aerial suasana Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, di Jakarta, Kamis (10/9/2020). Penyalaan lampu-lampu di Wisma Atlet bukan berarti semua tower terisi pasien COVID-19 tapi menjadi simbol kesiapan Wisma Atlet menghadapi semakin tingginya kasus positif di Ibu Kota, sementara itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total mulai 14 September 2020. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

Proses Pemulihan

Gelombang PHK yang terjadi sejak pertengahan tahun, dan kontraksi pertumbuhan ekonomi yang dalam di kuartal II 2020 menjadi alarm resesi ekonomi di Tanah Air.

Prediksi dari pemerintah memastikan Indonesia memasuki zona resesi selama kuartal III 2020 atau Juli-September. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air selama kuartal III 2020 akan berada di kisaran minus 1 persen sampai minus 2,9 persen secara tahunan (year on year/yoy). Hal itu berarti ekonomi Indonesia terkontraksi dalam dua periode terakhir setelah di kuartal II pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) minus 5,23 persen (yoy).

Indonesia masih berpeluang untuk pulih dari resesi dengan model V (V-shape), namun dengan garis kanan yang lebih landai, tidak curam. Artinya pemulihan ekonomi Indonesia tidak berjalan dalam garis kurva yang curam atau cepat.

Hal yang perlu diwaspadai adalah jika fase resesi berjalan lama seperti huruf U, atau malah dengan pemulihan yang tidak menentu seperti huruf L karena pandemi terjadi berkepanjangan.

Konsep ekonomi Keynessian menyebut pentingnya permintaan agregat sebagai penggerak perekonomian. Konsumsi, yang menjadi motor utama penggerak perekonomian, harus didukung dengan pengeluaran pemerintah, terlebih ketika ekonomi sedang lesu.

Presiden Joko Widodo telah menganggarkan Rp695,2 triliun di APBN 2020 untuk penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Jumlah itu sudah ditingkatkan dari pagu anggaran sebelumnya yang sebesar Ro405,1 triliun.

Akibat alokasi belanja itu, Jokowi harus mengambil risiko dengan melebarkan defisit APBN 2020 menjadi 6,3 persen PDB atau setara Rp 1.039,2 triliun.

Selain menambah defisit fiskal untuk meningkatkan anggaran perlindungan sosial, Presiden juga memberikan kewenangan tambahan kepada Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan membantu percepatan pemulihan ekonomi.

Namun, meski kuartal III 2020 telah berakhir, realisasi anggaran penanganan COVID-19 dan PEN baru mencapai setengahnya atau Rp344,11 triliun dari Rp695,2 triliun.

Pemerintah harus menginjak lebih dalam pedal gas untuk mengebut realisasi anggaran dalam tiga bulan ke depan atau kurang dari itu. Tentu hal ini bukan perkara mudah karena percepatan realisasi rentan kerap diiringi konsekuensi inefisiensi dalam penyerapan anggaran. Belum lagi, realisasi program perlindungan sosial harus dipastikan agar berjalan dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.

Ketua Satgas Pemulihan dan Tranformasi Ekonomi Nasional (Satgas PEN) Budi Gunadi Sadikin berjanji akan memperbaiki realisasi anggaran agar dapat tersalurkan dalam waktu singkat, sekaligus memastikan efektivitas dan efisiensi penyerapan.

Misalnya, akan ada realokasi dari pagu program yang tidak terserap ke pagu program yang masih dibutuhkan oleh masyarakat seperti pagu belanja perlindungan sosial.

Namun peran pemerintah seyogyanya tidak hanya sekedar sebagai penyalur anggaran, namun menjadi aktor dominan yang memastikan efektivitas anggaran tersebut. Jangan sampai ratusan triliun insentif yang telah dikucurkan sia-sia dan tidak menyelamatkan ekonomi dari pagebluk.

Oleh Indra Arief Pribadi
Editor: Royke Sinaga
COPYRIGHT © ANTARA 2020

Tutup
Sumber: youtube resmi Presiden Joko Widodo
bergerak-bersama-lawan-covid-01

Menjaga Optimisme

Di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, optimisme terus dijaga. Kreativitas dan semangat kebersamaan membuat kesulitan menjadi mudah untuk dilalui.

Merayakan solidaritas di tengah pandemi

Sejarah Indonesia tak berhenti berkisah soal solidaritas yang menjadi kekuatan menghadapi hambatan, terlebih selama pandemi virus corona (COVID-19).

Baca Artikel

Start up digital titik balik kebangkitan desa dan UMKM Indonesia

Start up, wirausaha muda, dan UMKM, yang terus berinovasi dalam kesunyian diam-diam adalah solusi bagi persoalan bangsa ini di tengah pandemi.

Baca Artikel

Merayakan solidaritas di tengah pandemi

Oleh Fauzi
Merayakan solidaritas di tengah pandemi
Relawan PMI Jakarta Pusat mengantarkan pembagian sembako dan paket PHBS di Kelurahan Menteng, Senin (11/5/2020). ANTARA/Livia Kristisnti/aa.

 

Sejarah Indonesia tak berhenti berkisah soal solidaritas yang menjadi kekuatan menghadapi hambatan, terlebih selama pandemi virus corona (COVID-19).

"Sebuah kekuatan energi yang menembus sekat agama, suku, ras dan status sosial serta menggerakkan masyarakat ikut terlibat memikul beban dengan segala hal yang dimiliki dan dikerjakan," demikian dikutip dari "Buku Laporan Tahunan 2020, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf: Bangkit Untuk Indonesia Maju" di Jakarta, Selasa.

Bermula dari kegelisahan warga atas hidup yang kian sulit akibat wabah yang entah sampai kapan. Lalu muncul ide sederhana, yakni membantu sesama dengan menghimpun tenaga dan sumber daya.

Dari skala kecil, kampanye hidup sehat, membuat dapur umum bagi warga yang kekurangan, membeli produk tetangga dan kolega yang terkena PHK, hingga beramai-ramai ikut merakit dan menjahit alat pelindung diri (APD) ketika barang itu langka dan jadi rebutan dunia.

Kemudian, para ibu bergerak membuat masker kain dan APD untuk dibagikan gratis mengingat masker langka dan harganya tak terjangkau.

Ada juga yang menyediakan rumah, gedung sampai hotel untuk menjadi rumah sakit darurat. Para seniman mengelar pertunjukan online.

Selain membuat gembira, juga menghimpun dana. Tak disangka, dana mengalir tanpa henti dan diberikan bagi warga terdampak COVID-19.

Ini hanya sebagian dari jutaan kebaikan yang lahir dari solidaritas. Pada akhirnya sejarah mencatat, bangsa ini selamat dari ujian berat.

"Bukan pemerintah saja yang harus bekerja cepat tetapi karena kita menyadari ada solidaritas yang menjadikan kita kuat," demikian salah satu pernyataan di buku tersebut.

Pewarta: Fauzi
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2020

Tutup

Start up digital titik balik kebangkitan desa dan UMKM Indonesia

Oleh Hanni Sofia
Start up digital titik balik kebangkitan desa dan UMKM Indonesia
Sejumlah pengelola perusahaan rintisan digital atau startup mengoperasikan program pelayanan di sebuah kantor bersama berbasis jaringan internet (Coworking space) Ngalup.Co di Malang, Jawa Timur, Senin (12/10/2020). Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan bisa menumbuhkan 750 wirausaha baru berbasis teknologi informasi atau startup digital setiap tahun untuk mendorong lebih banyak pelaku UMKM terakses digital. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/wsj. (ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO)

 

Jakarta (ANTARA) - Start up, wirausaha muda, dan UMKM, yang terus berinovasi dalam kesunyian diam-diam adalah solusi bagi persoalan bangsa ini di tengah pandemi.

Mereka ibarat secercah cahaya di lorong gelap yang layak untuk diikuti arah datangnya menuju terang yang sesungguhnya.

Terlebih Indonesia saat ini dianggap sebagai negara yang berpotensi menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Diperkirakan pada 2025, nilai transaksi ekonomi digital diproyeksikan mencapai 133 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.826 triliun.

Namun, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan saat ini baru 10,25 juta UMKM hadir dalam platform digital atau 16 persen dari total populasi UMKM.

Padahal ia sendiri meyakini hanya mereka yang terakses pada dunia digital yang akan bisa bertahan bahkan berkembang di tengah pandemi ini.

Oleh karena itu, Teten menilai pentingnya untuk mendorong lebih banyak UMKM terakses digital dan menciptakan start up-start up digital baru di Indonesia.

Terlebih saat ini berbagai kemudahan memungkinkan hal itu terjadi. Ia mencontohkan UU Cipta Kerja misalnya, yang dikatanya akan begitu mudah mendukung percepatan digitalisasi KUMKM.

“Ini bisa dengan memberikan kemudahan melalui pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sistem/aplikasi di setiap lini bisnis proses KUMKM dan inkubasi bisnis untuk menciptakan KUMKM berbasis inovasi dan teknologi,” katanya.

Ia meyakini bahwa start up-start up dan UMKM yang “dipersenjatai” dengan teknologi tinggi inilah yang akan membawa bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi COVID-19.


Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu wanita di Industri Sepatu rumahan, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Senin (19/10/2020). Pelaku UMKM tersebut mengaku produksi sepatu mengalami penurunanhingga 40 persen dari produksi sebelum pandemi COVID-19 yang mencapai 150 pasang sepatu per hari untuk memenuhi pasar domestik. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/nz (ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL)

Potensi Start Up

Pengamat bisnis dan industri start up yang juga Business Representative dari VC FasterCapital Karim Taslim, menilai potensi berkembangnya start up di Indonesia masih sangat besar.

Tren start up di Indonesia masih baru sebatas implementasi produk, pemberian layanan purna jual, dan pemasaran demi mendapatkan pertumbuhan yang pesat. Hal ini masih jauh dari kata inovasi mengingat penerapan teknologi hanya untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan dasar.

Karim melihat sekitar 3-4 tahun yang lalu, perkembangan start up di Indonesia masih didominasi oleh Startup e-Commerce. Dan dalam beberapa tahun terakhir, mulai diikuti oleh Startup Transportasi Online, Startup Educational, Startup Fintech, Startup Kesehatan, hingga Startup On Demand Services.

Ketika dunia dihadapkan pada wabah pandemi COVID-19, tidak terkecuali Indonesia, perkembangan start up menghadapi tantangan sekaligus mendapatkan momentum yang tak terduga.

Ada bidang-bidang tertentu yang terdampak sangat parah, bahkan beberapa start up besar dalam industri pariwisata terpaksa gulung tikar. Sementara Startup-Startup e-Commerce, Educational, Fintech, hingga On Demand Services, mendapatkan momentum luar biasa.

Pembatasan sosial selama masa pandemi menyebabkan aktivitas masyarakat di luar rumah berkurang. Hal ini justru berdampak positif pada tren penjualan dari e-Commerce di Indonesia, terutama di sektor ritel.

Startup-startup di bidang e-Commerce, kata Karim, membukukan penjualan hampir 5 kali lipat dari kuartal sebelumnya. Barang-barang kebutuhan pokok, makanan minuman, kesehatan dan kebutuhan rumah tangga adalah barang-barang yang paling banyak dicari konsumen.

Bahkan tercatat ada 51 persen konsumen baru yang baru pertama kalinya berbelanja secara online, tidak semua konsumen baru ini tercatat sebagai pengguna e-commerce formal, namun sebagian di antaranya merupakan pengguna e-commerce nonformal (toko online melalui Instagram, Facebook, atau situs pribadi).

Tercatat pada 2018, hampir 90 persen produk yang listing di e-commerce Indonesia, didominasi oleh produk impor sebagaimana disampaikan oleh Menteri Perdagangan RI saat itu. Kadin bahkan memberikan angka yang lebih tinggi, yaitu 93-94 persen.

Beberapa upaya nyata telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan produk-produk lokal, tetapi hasilnya belum maksimal. Produk lokal, mikro, kecil dan menengah, pun faktanya belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.


Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Yogyakarta Tutty Fetrianingsih menunjukan kerajinan produksinya yang dipasarkan melalui online marketplace, di galeri Kana Shibori, Yogyakarta, Sabtu (15/8/2020). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/hp. (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)

Garap Peluang

Pendiri Start up Sensa.id Syahroni yang merupakan marketplace produk-produk dari desa berpendapat start up dapat tumbuh besar dengan menggarap peluang-peluang kecil yang tak dilirik usaha besar.

Ia mendapati marketplace yang dikembangkan bersama enam orang rekannya itu mulai dikenal masyarakat lantaran menyediakan produk-produk unik langsung dari petani atau UMKM di pedesaan.

Produk-produk yang dipasarkan melalui Sensa.id, dapat dipastikan merupakan produk-produk lokal, dan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi pemerintah untuk mengimbangi gempuran produk impor.

Bahkan sensa.id juga mendorong para petani, peternak, pengrajin, agar tidak semata-mata menjual produk-produk mentah.

Produk-produk mentah tersebut dapat ditingkatkan nilainya menjadi produk pangan olahan, seperti makanan ringan dalam kemasan, minuman tradisional dalam kemasan, bumbu-bumbu dapur olahan dalam kemasan, dan lain-lain.

Hal yang paling dibutuhkannya saat ini adalah upaya inovasi dalam bidang promosi agar marketplace yang dikembangkannya yang merupakan singkatan dari Sentra Desa itu semakin luas pasarnya.

Syahroni misalnya berupaya mempromosikan web marketplacenya www.sensa.id melalui berbagai platform media sosial agar semakin dikenal masyarakat.

Selain inovasi dalam bidang promosi, juga perlu dukungan dari pemerintah dalam hal mengkurasi dan mengembangkan produk pertanian dan pedesaan karena sifatnya yang lokalistik mesti mendapat perlakukan khusus.

Misalnya dalam hal peningkatan kapasitas petani atau produsen dalam mengembangkan usaha berbasis digital, serta inkubator usaha komunitas, gerai produk yang terkoneksi dengan marketplace, sehingga faktor jarak dan geografis yang selalu menjadi kendala dapat diminimalisir.

Maka menemukan jalan keluar bagi persoalan mereka menjadi mutlak dilakukan sebab gerak dan dinamika para start up itulah yang akan menjadi titik balik kebangkitan ekonomi pascapandemi.

Menkop UKM: UMKM terkoneksi ekosistem digital lebih tahan pandemi

Oleh Hanni Sofia
Editor: Royke Sinaga
COPYRIGHT © ANTARA 2020

Tutup
Sumber: youtube resmi Presiden Joko Widodo
Sumber: youtube
Image

Tak ada jalan yang lunak untuk mencapai sebuah tujuan mulia, namun dengan bekerja bersama, percayalah keinginan untuk mewujudkan Indonesia maju akan tercapai. Badai pasti berlalu.

Credit

PENGARAH
Akhmad Munir, Saptono, Teguh Priyanto

PRODUSER EKSEKUTIF
Sapto HP

PRODUSER
Panca Hari Prabowo

PENULIS
Widodo Muktiyo, Sri Muryono, Ganet Dirgantara, Ade Irma Junida, Astrid Faidlatul Habibah, Indra Arief Pribadi, Fauzi, Hanni Sofia

FOTOGRAFER
Aditya Pradana Putra, Fikri Yusuf, Spedy Paereng, Dedhez Anggara, Nyoman Hendra Wibowo, Zabur Karuru, FB Anggoro, M Agung Rajasa, Hendra Nurdiyansyah, Syaiful Arif, Syaiful Arif, Puspa Perwitasari, Muhammad Bagus Khoirunas, Novrian Arbi, Mohammad Ayudha, Yulius Satria Wijaya, Raisan Al Farisi, Rahmad, Aprillio Akbar, Hafidz Mubarak, Moch Asim, Maulana Surya, Galih Pradipta, M Ibnu Chazar

EDITOR FOTO
Prasetyo Utomo

INFOGRAFIS
Ilham, Erie, Noropujadi

EDITOR INFOGRAFIS
Bayu Prasetyo

WEB DEVELOPER
Y. Rinaldi