Kami tidak rekomendasikan sapi-sapi dari kawasan TPA Sampah Piyungan untuk dijadikan sebagai hewan kurban, karena yang menjadi masalah bila sapi itu mengkonsumsi sampah-sampah non-organikBantul (ANTARA News) - Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak merekomendasikan sapi yang berasal dari kawasan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan untuk hewan kurban pada Idul Adha 1436 Hijriah.
"Kami tidak rekomendasikan sapi-sapi dari kawasan TPA Sampah Piyungan untuk dijadikan sebagai hewan kurban, karena yang menjadi masalah bila sapi itu mengkonsumsi sampah-sampah non-organik," kata Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul, Partogi Dame Pakpahan di Bantul, Rabu.
Menurut dia, sapi yang berasal dari kelompok ternak wilayah Kecamatan Piyungan cukup melimpah, namun secara pasti ia tidak bisa memastikan apakah semua sapi mengkonsumsi sampah-sampah yang dibuang di TPA sampah Piyungan.
Partogi mengatakan, jika sapi-sapi mengkonsumsi sampah non-organik misalnya plastik maupun sampah yang memiliki kandungan logam berat tentunya daging yang dihasilkan tidak sehat dan tidak sesuai syariat agama sebagai hewan kurban.
Hal itu, kata dia, karena sampah-sampah non-organik mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) apabila konsep pengolahannya tidak dilakukan dengan baik dan benar sesuai yang diatur dalam Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup.
"Permasalahannya sekarang ini apakah sapi Piyungan itu dibesarkan dan digembalakan di kawasan TPA, karena itu sulit, apalagi secara kasat mata sapi yang mengonsumsi sampah dengan yang tidak, tidak ada bedanya," katanya.
Apalagi, kata Partogi, sapi-sapi yang berasal dari Piyungan selama ini secara fisik sehat, kulitnya mengkilap, sama seperti sapi pada umumnya, sehingga untuk membedakannya tidak mudah kecuali ada uji laboratorium terhadap daging itu.
Namun demikian, kata dia, jika ada sapi-sapi yang digembalakan di kawasan TPA sampah Piyungan bukan berarti ternak tersebut mengonsumsi sampah yang mengandung B3 tersebut, melainkan sampah organik sisa sayuran atau makanan.
"Secara insting, sapi bisa membedakan mana yang plastik, mana yang makanan organik. Di sisi lain berdasarkan pengamatan kami, sapi-sapi Piyungan jumlahnya tidak berkurang banyak, karena kalau berkurang drastis berarti sudah beredar," katanya.
Pewarta: Heri Sidik
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015