Tokyo (ANTARA News) - Ada tiga hal yang menyebabkan larinya sekitar 600 pekerja magang (trainee) Indonesia dari berbagai perusahaan di Jepang, salah satunya adalah ketidaksiapan mental untuk menghadapi tekanan disiplin pekerjaan yang tinggi. Demikian salah satu pandangan yang diungkapkan Working Group for Technology Transfer (WGTT) Jepang, LSM yang membantu peningkatan SDM Indonesia di Jepang kepada ANTARA di Tokyo, Senin. "Kurangnya persiapan mental tentang suasana kerja di Jepang menjadi salah satu faktor penyebab kaburnya pekerja magang itu dari perusahaan-perusahaan Jepang. Apalagi selama ini perusahaan Jepang dikenal menuntut disiplin yang tinggi dan keuletan bekerja," kata Koordinator WGTT, Fauzy Ammari. Fauzi mengungkapkan hal itu berkaitan kaburnya sekitar 604 trainee Indonesia sejak tahun 2005 hingga 2007. Pekerja magang di Jepang akrab disebut juga dengan istilah "kenshushei". Dua faktor lainnya, kata Fauzi Ammary, adalah terpengaruh dengan lingkungan sekitar terutama bujukan dari para trainee sebelumnya yang memperoleh penghasilan lebih tinggi, dan terlena dengan kehidupan konsumtif Jepang sehingga tidak sempat menabung untuk persiapan pulang ke Indonesia. "Bujukan untuk mendapatkan gaji lebih tinggi juga dominan. Umumnya tawaran itu datang dari para kenshushei lainnya yang menyandang status `overstayers`," kata Fauzi lagi. Data kaburnya pekerja magang Indonesia itu diperoleh dari data perusahaan pengerah tenaga kerja Jepang, IMM Jepang. Perusahaan itu bersama Vuteq Corporation, merupakan dua perusahaan pengerah tenaga kerja Jepang yang terbesar dalam mendatangkan trainee dari Indonesia. Data itu terungkap dalam pelatihan manajemen dan investasi yang diselenggarakan Vuteq Corporation di Toyota City, sebelah timur Nagoya, hari Minggu (13/7) lalu. Pelatihan itu sendiri diikuti sekitar 200 kenshushei Indonesia yang berdatangan dari kota-kota seperti Toyota, Arai, Mioshi, Kariya, Taketoyo, Toyohashi, Tahara, Fukui dan Anjo. Vice President Vuteq Corporation yang diwakili oleh HRD Manager Hiroshi Ishibushi, menekankan pentingnya para kenshushei untuk tetap konsisten pada kontrak kerja dengan perusahaan dan berupaya maksimal dalam menimba keterampilan dalam bidang kerja di perusahaan-perusahaan yang berbasis teknologi tinggi itu. "Apalagi jika mengingat budaya kerja Jepang yang sangat konsisten dan menuntut disiplin kerja tinggi," kata Ishibushi. Tahun 2005, jumlah kenshushei yang kabur tercatat sebanyak 286 orang, tahun 2006 187 orang, dan pada 2007 sebanyak 131 orang. Jumlah trainee di Jepang mencapai sekitar 6,000 (Juli 2008), yang didatangkan oleh IMM Japan sebanyak 4.810 orang, Vuteq Corporation 350 orang, dan sisanya sekitar 1.000 orang didatangkan perusahaan pengerah tenaga kerja lainnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008