Surabaya (ANTARA News) - Siapa pun tahu, lebaran itu identik dengan mudik atau pulang ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga besar.

"Saya juga akan mudik ke Surabaya, tapi saya akan `open house` (simakrama) di Jakarta terlebih dulu setelah Shalat Idulfitri," ucap Menkominfo Prof Dr Ir Muhammad Nuh DEA.

Petang harinya, tutur mantan Rektor ITS itu ketika ditemui ANTARA saat pulang kampung selama Ramadan 1430 H, dirinya akan langsung "terbang" ke kampung halaman di Rungkut, Surabaya.

Pria kelahiran Gununganyar, Rungkut, Surabaya pada 17 Juni 1959 itu mengaku dirinya akan berada di Surabaya selama 1-2 hari.

"Malam harinya menjelang jadwal masuk kantor, saya baru kembali ke Jakarta," ujar putra dari H Muchammad Nabhani, pendiri Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya itu.

Lantas, apa yang akan dilakukan alumnus Universite Science et Technique du Languedoc Montpellier Prancis itu dengan mudik di Surabaya selama 1-2 hari.

"Mudik itu selalu saya tunggu-tunggu. Saya menunggu untuk berkumpul dengan saudara, lalu makan bersama. Sama seperti saat-saat dulu waktu kecil," ujarnya, mengenang masa-masa itu.

Baginya, kumpul bersama keluarga di saat mudik merupakan suatu kebutuhan untuk melunasi kerinduan akan nilai-nilai primodialisme (kedaerahan) yang melekat pada diri setiap orang, setelah didera rutinitas pekerjaan.

"Primodialisme itu tidak selalu negatif, karena primodialisme yang benar akan dapat menjaga soliditas kekeluargaan yang ada," ujar mantan Direktur Politeknik Elektronika ITS itu.

Hal itu, katanya, selalu terlihat saat lebaran lewat tradisi mudik, apalagi bila seseorang lama berada di rantau orang.

"Kita yang lama terpisah dari kampung halaman, kita yang selalu disibukkan dengan segala aktivitas, tentu perlu sekali saat-saat untuk mengembalikan kenangan kita akan masa lalu," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009