Jakarta (ANTARA News) - Salah seorang anggota hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, menyebut Kepolisian Indonesia (Polri) mengada-ada dan bertindak berlebihan dengan menahan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah.

"Kalau penahanan karena alasan subyektif agak berlebihan," kata Akil saat dikonfirmasi di MK, Jakarta, Kamis.

Badan Reserse Kriminal Mabes Polri resmi menahan Bibit dan Chandra usai keduanya menggelar konferensi pers pascasidang permohonan uji materi Pasal 32 ayat 1 huruf c tentang pemberhentian sementara pimpinan KPK di MK.

Wakil Kepala Bareskrim, Irjen Pol. Dikdik Mulyana Arif Mansur mengatakan alasan subyektif penahanan tersebut, karena kedua pimpinan KPK nonaktif menyelenggarakan konferensi pers yang menggiring opini publik.

Sedangkan alasan obyektifnya, ancaman pasal yang disangkakan kepada keduanya lebih dari lima tahun.

Akil menegaskan, setiap orang berhak mengeluarkan pendapat karena Indonesia negara demokrasi bukan negara sosialis, serta posisi penyidik kepolisian dan tersangka seimbang.

Akil juga menandaskan, tim pengacara kedua pimpinan KPK nonaktif maupun Bibit dan Chandra menyampaikan pendapatanya sebagai usaha memperjuangkan hak konstitusinalnya.

Lebih lanjut, Akil menyatakan penahanan terhadap seorang tersangka memang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), namun kasus penahanan Bibit dan Chandra tidak termasuk hal itu.

Dia mengungkapkan polisi bisa saja memakai alasan tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau hal lainnya, tetapi kedua pimpinan KPK nonaktif itu, tidak ada indikasi untuk lari dari kasusnya.

"Kalau saya lihat unsur itu tidak terpenuhi," ujar Akil seraya menambahkan alasan Polri terlalu mengada-ada untuk menahan Bibit dan Chandra.

Polri menetapkan Bibit dan Chandra sebagai tersangka pada kasus penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkan surat pencekalan terhadap pelaku korupsi Djoko Tjandra dan Direktur PT Masaro Radiocom, Anggoro Widjojo. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009