Batam (ANTARA News) - Mantan Ketua Otorita Batam Ismeth Abdullah membantah telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di Batam tahun 2005.

"Itu tidak benar, tidak ada penetapan saya sebagai tersangka," kata Ismeth usai membuka Festival Masjid dan Keraton Nasional IV di Batam, Kamis.

Ia mengatakan, kabar yang diedarkan pertama kali oleh televisi nasional itu menjatuhkan harga dirinya.

"Itu bersifat menjatuhkan, penzaliman," kata pria yang kini menjabat Gubernur Kepulauan Riau.

Ismeth mengatakan dugaan rumor menjadi tersangka merupakan buatan, menjelang pemilihan Kepala Daerah Kepri 2010.

Namun, Ismeth mengaku pernah beberapa kali diperiksa KPK, terkait pengadaan mobil pemadam kebakaran di Batam, sewaktu dirinya menjabat Ketua OB.

"Tapi itu sudah lama sekali," kata dia.

Selain dirinya, ia mengatakan KPK juga memeriksa beberapa orang, dan sudah ada beberapa orang yang ditahan.

Sementara itu Juru Bicara KPK, Johan Budi menyatakan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran Otorita Batam.

"Belum, belum ditetapkan tersangka," kata yang dihubungi ANTARA dari Tanjungpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Riau.

Johan mengemukakan, KPK masih melakukan penyelidikan terhadap kasus mobil pemadam kebakaran di Otorita Batam. Kasus tersebut belum ditingkatkan ke tahap penyidikan.

"Belum ada surat perintah resmi dari KPK yang menetapkan beliau sebagai tersangka," kata dia.

Sebelumnya, 22 Oktober 2009, pejabat OB, NS, ditetapkasn sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Batam dalam kasus yang sama, yaitu pengadaan mobil pemadam kebakaran.

NS, pimpinan proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran tahun 2003-2004 itu diduga menggelembungkan harga yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,2 miliar.

Proses hukum atas kasus pengadaan mobil tersebut sempat ditutup karena kejaksaan tidak menemukan bukti kerugian negara.

Namun, setelah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ditemukan kerugian negara sekitar Rp2,2 miliar, proses hukum kasus itu kini dilanjutkan, kata dia.

(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009