Paris (ANTARA News/AFP) - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy untuk membicarakan krisis dalam proses perdamaian Timur Tengah dan tampaknya membuka pintu untuk berembuk dengan Suriah.

Tidak seorangpun dari kedua pemimpin itu berbicara kepada wartawan setelah pertemuan dua jam mereka di Istana Elysee, sedangkan Netanyahu langsung menuju bandara segera setelah pertemuan tersebut.

Dalam pertemuan-pertemuan terdahulu di Paris kedua pemimpin itu berbicara dengan media setelah mereka berunding.

Satu pernyataan pendek dari kantor Sarkozy mengatakan perundingan itu hanya dihadiri kedua pemimpin itu dan seorang penasehat senior dari pihak masing-masing. Mereka membicarakan "masalah internasional dan terutama usaha-usaha untuk memulai kembali proses perdamaian Timur Tengah."

"Tuan Sarkozy mengutarakan masalah menyangkut Suriah," kata staf senior.

"Perdana menteri mengatakan ia ingin bertemu dengan presiden Suriah pada setiap saat dan di manapun untuk melakukan perundingan perdamaian tanpa pra syarat," tambahnya.

Sebelumnya di Damaskus, Presiden Suriah Bashar al Assad dalam satu pertemuan para politisi Arab mengatakan Suriah tidak akan "mengajukan syarat-syarat menyangkut perdamaian" tetapi memperingatkan pihaknya memiliki "hak yang kita tidak akan lepaskan," kata kantor berita SANA.

Bashar menurut rencana akan mengunjungi Paris, Jumat untuk berunding dengan Sarkkozy.

Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah dalam Perang Timur Tengah tahun 1967 dan secara sepihak mencaploknya tahun 1981.

Damaskus berulang-ulang menuntut pengembalian dataran tinggi itu sebagai syarat yang tidak bisa dirundingkan bagi perdamaian.

Percakapan telepon yang diatur penengah Turki antara dua musuh berbuyutan itu terhenti tahun lalu sewaktu Israel menyerang Jalur

Gaza, menutup saluran diplomatik yang menjanjikan bagai penyelesaian Timur Tengah yang lebih luas.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan di Paris ia siap memulai kembali perannya sebagai penengah dalam percakapan telepon tiga pihak antara para pemimpin Israel dan Suriah pada setiap saat.

Akan tetapi tidak ada tanda-tanda pertemuan Paris itu membuat kemajuan lebih jauh mngenai masalah perdamaian antara Israel dan Palestina.

Sehari menjelang kunjungan itu, Menlu Prancis Bernard Kouchner mengatakan satu "perbedaan politik riil" menyebabkan tidak ada kesepakatan antara Sarkozy dan Netanyahu mengenai masalah pembangunan permukiman yang terus dilakukan Israel di wilayah Palestina.

Prancis khawatir bagi proses perdamaian itu semakin jauh karena Presiden Palestina Mahmud Abbas mengancam mengundurkan diri sebagai protes penolakan Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman di tanah Palestina di Jerusalem dan Tepi Barat.

Abbas dianggap oleh banyak pihak sebagai satu-satunya pemimpin Paestina yang memiliki kekuatan dan kredibilitas untuk memimpin perundingan yang bermakna, dan kepergiannya dapat memicu ambruknya Pemerintah Palestina.

Sarkozy menelpon Abbas, Selasa mendesak dia untuk mempertimbangkan kembali keputusan untuk tidak berusaha dipilih kembali tahun depan, dan diperkirakan akan mendesak Netanyau dalam pertemuannya Rabu untuk menghentikan pembangunan permukiman.

Pemimpin Israel itu tiba di Paris Selasa malam setelah terbang dari Washington, tempat ia melakukan diskusi-diskusi serupa dengan Presiden AS Barack Obama, yang juga menyerukan pembekuan pembangunan permukiman itu.

Berbicara di Jerusalem, Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak, Rabu mengatakan pertemuan itu telah membantu membuka jalan bagi kemungkinan dimulainya kembali perundingan Israel-Palestina.

"Pertemuan ini baik, penting dan konstruktif. Pertemuan ini telah menyingkirkan sejumlah hambatan dan menciptakan satu dasar yang menentukan bagi dimulainya kembali perundingan yang memungkinkan kita mencapai satu perjanjian dengan tetangga-tetangga kita, Palestina," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009