Bengkulu (ANTARA News) - Sekitar 30 Km persegi kawasan pantai dan puluhan desa di Kecamatan Talo, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, terancam tenggelam di laut akibat penambangan pasir besi secara besar-besaran.

Padahal pendapatan asli daerah (PAD) yang diperoleh dari penambangan sangat kecil yaitu Rp10 juta per tahun, sedangkan pasir yang dikeruk setiap hari jumlahnya mencapai ribuan meter kubik, kata Sub Komisi Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Yosep Adi Prasetyo di Bengkulu, Kamis.

Menurut penelitian, katanya, pengerukan pasir besi di kawasan pantai Rawa Indah di daerah itu tidak sebanding dengan kerusakan alam dan kerugian warga setempat.

Dari penelitian itu juga terpantau kinerja Pemkab Seluma dianggap sudah melanggar hak-hak asasi manusia terutama terkait kebijakan atas izin perusahaan pertambangan pasir besi tersebut.

Tiga anggota Komnas HAM Indonesia berada di lokasi penambangan sejak tiga hari lalu itu, menyimpulkan praktik pertambangan tersebut merampas hak-hak masyatakat kecil.

Penambangan pasir besi itu berada di tiga desa yakni Desa Rawa Indah, Penago Baru dan Desa Pasar Talo. Investor hanya berbekal izin Bupati Seluma Murman Effendi.

Para investor tersebut sebelumnya tidak melakukan sosialisasi dengan warga setempat, tiba-tiba langsung menambang bekas galiannya berupa lubang-lubang dalam yang dapat membahayakan keselamatan warga dan lingkungan sekitar.

Kalau keadaan pantai dibiarkan seperti itu akan membahayakan warga terlebih Bengkulu sudah ditetapkan daerah rawan gempa dan tsunami dampaknya lebih fatal.

Bila ada gelombang besar datang bisa dengan mudah menyapu perkampungan, karena tidak ada lagi penghalang seperti tanaman kayu cemara dan hutan bakau sudah habis dibabat investor, ujarnya.

Dengan keadaan seperti ini Komnas HAM menganggap ada beberapa hak warga telah diabaikan Bupati dan investor, contohnya hak mendapatkan informasi terkait proses penambangan.

Selain itu, katanya, hak masyarakat dari rasa aman, karena sejak terjadinya penambangan warga menjadi was-was, khususnya di Desa Rawa Indah.

"Kami melihat adanya pengabaian hak kesehatan warga, terutama saat proses pengeboran terjadi truk-truk lalu lalang menghasilkan debu yang membuat pemukiman warga menjadi kotor," katanya.

Sebetulnya investor pertambangan mempertimbangkan aspek seperti itu dengan membangun sarana umum warga seperti pusat kesehatan lengkap yang menyiagakan dokter dan perawat, tambah Yosep.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009