Bogor (ANTARA News) - Kerugian ekonomi akibat pemanasan global pada sektor pertanian di Indonesia bisa mencapai 6,33 miliar dolar AS pada 2080 jika tidak ada upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Kepala Pusat Manajemen Risiko Iklim Asia Tenggara dan Pasifik (CCROM-LPPM) IPB, Prof Dr Rizaldi Boer mengatakan di Bogor, Jawa Barat, Kamis, kerugian tersebut bisa ditekan dengan melakukan upaya mitigasi.

"Dengan tambahan upaya adaptasi, dampak negatif perubahan iklim bisa lebih diturunkan lagi," katanya dalam lokakarya mengenai adaptasi pertanian dalam menghadapi perubahan iklim.

Berdasar kajian oleh peneliti senior Peterson Institute for International Economics, William Cline pada 2007, kerugian ekonomi di sektor pertanian tersebut bisa ditekan hingga menjadi 1,96 miliar dengan upaya fertilisasi karbondioksida (CO2).

Rizaldi mengakui bahwa kemampuan adaptasi menghadapi perubahan iklim di Indonesia masih belum baik.

"Hal ini ditunjukkan dengan semakin besarnya perbedaan produksi pertanian, dalam hal ini padi, antara tahun normal dan tahun ekstrim," katanya.

Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian, Dr S Gatot Irianto mengatakan, seluruh wilayah di Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim.

"Perlu strategi antisipasi, mitigasi dan adaptasi yang konseptual, terintegrasi dan holistik," katanya.

Berdasar data Kementerian Pertanian, selama lima tahun terakhir luas areal pertanian yang terkena banjir dan kekeringan terus meningkat. Luas areal padi sawah yang rawan terkena kekeringan meningkat dari 0,3 hingga 1,4 persen menjadi 3,1 hingga 7,8 persen.

Sedangkan luas areal rawan banjir meningkat dari 0,7 hingga 2,68 persen menjadi 0,97 hingga 2,99 persen.

"Risiko penurunan produksi meningkat dari 2,4 hingga 5 persen menjadi lebih dari 10 persen," kata Gatot.

Sementara penurunan produksi pangan akibat peningkatan suhu udara selama 40 tahun mendatang bisa mencapai 10 hingga 19,5 persen.

Perubahan iklim juga mengakibatkan peningkatan muka air laut yang berimbas pada penciutan lahan dan degradasi sawah produktif yang mencapai 292 hingga 400 ribu hektare atau 3,7 persen pada tahun 2050, terutama di daerah pesisir.

Gatot mencontohkan Kabupaten Karawang dan Subang yang merupakan sentra produksi padi, mengurangi target produksi beras sekitar 300.000 ton dan jagung 5.000 ton akibat genangan.(ANT/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010