Tanjungpinang (ANTARA) - Beberapa orang tenaga kerja Indonesia bermasalah yang diusir dari Malaysia ke Kota Tanjungpinang menyatakan ditipu sejumlah tekong yang merupakan sindikat pemalsu cap Imigrasi.

Rini, 36 tahun, salah seorang TKI bermasalah yang diusir Pemerintah Malaysia, Jumat, di Tanjunginang, Kepulauan Riau mengatakan, tekong TKI memberi cap palsu seolah-olah pihak Imigrasi Malaysia telah mengizikan bekerja.

"Banyak TKI menjadi bermasalah karena cap palsu itu," ujar Rini sambil menggendong bayinya di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang.

Rini ditangkap bersama 200 TKI lainnya di Bandara Kuala Lumpur sekitar 20 hari lalu ketika hendak kembali ke tanah air.

"Kami tidak mengetahui cap yang berlambang Imigrasi Malaysia itu ternyata palsu," katanya yang berasal dari Surabaya.

Noviana, 29 tahun, yang ditangkap bersama Rini di Bandara Kuala Lumpur, tidak bekerja di Malaysia.

Ia mengaku hanya menemani suaminya yang bekerja di sebagai pekerja bangunan di Malaysia.

"Kami ditahan selama dua hari di sebuah rumah, mirip penampungan yang mampu menampung sekitar 150 orang TKI," ungkapnya.

Noviani yang juga berasal dari Surabaya telah dua tahun berada di Malaysia dengan berbekal paspor wisata. Ia memahami hanya diberi izin tinggal di Malaysia paling lama dua bulan.

Ia mengambil jalan pintas untuk dapat tinggal lebih lama bersama suaminya di Malaysia dengan menggunakan jasa tekong TKI yang juga warga Indonesia. Tekong itu memalsukan cap Imigrasi Malaysia seolah-olah Noviani maupun TKI lainnya telah mendapatkan izin untuk tinggal lebih lama di Malaysia.

"Kami membayar jasa tekong itu, tetapi ternyata kami ditipu mereka," katanya sambil menggendong bayinya di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang.

Hal serupa juga dialami Tini, 26 tahun. Tekong TKI yang memalsukan cap Imigrasi tidak hanya berasal dari Indonesia melainkan juga bekerja sama dengan warga Malaysia.

"Seluruh TKI yang berasal dari Surabaya yang dideportasi pada hari ini ditangkap karena di dalam paspornya terdapat cap palsu," katanya. (NP/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010